Ada banyak hal atau materi yang perlu dipelajari dalam bahasa Indonesia, salah satunya mengenai bentuk terikat atau disebut juga dengan istilah fonem. Fonem ini merupakan salah satu materi mengenai bentuk kebahasaan dalam bahasa Indonesia.
Terkait bentuk kebahasan tersebut, diketahui ada kata berimbuhan dan kata yang bentuknya terikat atau fonem tadi. Sehingga fenom disini juga memiliki bentuk dasar dari kata (kata dasar), akan tetapi tidak masuk dalam kategori kata berimbuhan.
Oleh sebab itu, fonem ini menjadi pembahasan terpisah yang seringkali menimbulkan kekeliruan. Terutama dalam aturan penulisan yang seharusnya digabung dengan kata dasar akan tetapi kebanyakan justru dipisahkan spasi.
Dikutip melalui salah satu unggahan akun Instagram Balai Pustaka @pt_balaipustaka, dijelaskan bahwa bentuk terikat adalah bentuk bahasa yang perlu bergabung dengan unsur lain agar dapat dipakai dengan makna yang jelas.
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fonem adalah bentuk bahasa yang harus digabung dengan unsur lain agar dapat dipakai dan memiliki makna yang jelas. Sehingga bisa dipahami jika fonem adalah kata yang harus digabung dengan kata dasar agar makanya jelas.
Kondisi ini membuat semua kelompok kata dalam fonem tidak bisa berdiri sendiri. Jika berdiri sendiri maka tidak memiliki makna dan tidak memiliki fungsi apapun ketika dimasukan ke dalam kalimat alias tidak ada gunanya.
Seperti yang dijelaskan sekilas di awal, fonem berbeda dengan afiks atau kata berimbuhan. Salah satu perbedaan yang paling mencolok adalah dari posisi atau penempatannya. Jika imbuhan bisa disisipkan di depan maupun di akhir kata dasar.
Maka fonem sebaliknya, hanya bisa ditempatkan di depan kata dasar untuk kemudian membentuk kata dengan makna yang jelas. Oleh sebab itu, ada aturan tersendiri dan pembahasan terpisah antara kata terikat dengan kata berimbuhan.
Dalam KBBI diketahui setidaknya ada 120-an kata yang masuk dalam kategori fonem. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a-; ab-; adi-; aero-; alo-; ambi-; amfi-; antar-; ante-; anti-; apo-; asta-; ato-; auto-; awa-; bi-; bio-; catur-; dasa-; de-; deka-; di-; dia-; dis-; dwi-; eka-; eks-; ekso-; ekstra-; endo-; epi-; femto-; geo-; giga-; heksa-; hekto-; hemi-; hepta-; hetero-; hidro-; hiper-; hipo-; homo-; in-; infra-; inter-; intra-; intro-; iso-; kata-; kilo-; ko-; (kon-; ) kontra-; kuasi-; levo-; maha-; makro-; mala-; manca-; mega-; meso-; meta-; (met-; ) mikro-; mili-; mini-; mono-; multi-; nara-; neo-; nir-; nis-; non-; oto-; paleo-; pan-; panca-; para-; pari-; pasca-; penta-; peri-; piezo-; piko-; poli-; pra-; pramu-; pre-; pro-; proto-; pseudo-; purba-; purna-; purwa-; re-; retro-; sapta-; se-; emi-; serba-; sin-; sosio-; su-; sub-; super-; supra-; swa-; tak-; tan-; tele-; tera-; trans-; tri-; tuna-; ultra-; uni-; upa-; zeta-.
Bicara mengenai bentuk terikat maka akan selalu membahas mengenai tata aturan penulisannya. Sebab memang terdapat aturan khusus untuk menuliskan fonem dengan baik dan benar sesuai standar yang berlaku, yakni EYD dalam bahasa Indonesia.
Dikutip dari berbagai sumber, setidaknya ada dua aturan yang harus dipahami dalam menuliskan fonem pada karya tulis. Berikut penjelasannya:
Aturan yang pertama dalam penulisan fonem ke dalam kalimat adalah digabung dengan kata dasar. Seperti yang dijelaskan sekilas sebelumnya, fonem wajib ditulis tanpa pemisah seperti spasi.
Jadi, jika ada penambahan fonem dalam suatu kata maka ditulis tanpa spasi dengan kata dasarnya. Misalnya pada fonem pra diikuti kata sejarah, maka penulisannya digabung menjadi prasejarah bukan ditulis pra sejarah.
Aturan kedua dalam penulisan bentuk terikat di dalam bahasa Indonesia adalah dipisahkan dengan kata dasar berawalan huruf kapital dengan tanda strip (-) atau tanda hubung.
Jadi, untuk beberapa kata yang memang wajib ditulis dengan huruf pertama adalah huruf kapital. Maka aturan penulisan fonem berubah dari yang seharusnya digabung menjadi dipisahkan oleh tanda baca, yakni tanda hubung.
Misalnya untuk kata dasar yang menyebutkan nama negara, nama suatu agama, nama peristiwa besar atau hari raya, dll. Misalnya pada beberapa contoh berikut ini:
Melalui penjelasan sebelumnya, bisa diketahui bahwa jenis dari kata bentuk terikat mencapai lebih dari 120. Jumlah ini tentu jumlah yang tidak sedikit dan cukup menyulitkan untuk dihafalkan semuanya.
Lalu, apakah memang semua bentuk fonem ini perlu dihafalkan atau diingat? Jawabannya adalah tidak harus semua, melainkan cukup mengingat beberapa jenis fonem yang paling lazim digunakan dalam keseharian.
Artinya, fonem-fonem tersebut cukup sering digunakan untuk kebutuhan komunikasi sehari-hari. Baik komunikasi secara lisan maupun lewat tulisan melalui berbagai media. Jika mengacu pada kelaziman ini maka setidaknya ada 10 fonem yang perlu dikenal dan diingat. Yaitu:
Jenis fonem pertama yang cukup sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah kata “antar”. Kata fonem ini bisa dengan mudah ditemukan di berbagai tempat dan juga sering digunakan untuk kebutuhan komunikasi rutin.
Misalnya ada tulisan “antarkota” dan “antarprovinsi” di badan bus kota. Kemudian bisa juga digunakan untuk komunikasi lisan ketika menjelaskan sesuatu yang punya hubungan. Berikut beberapa contoh kata dasar yang sudah ditambah fonem “antar”:
Jenis kedua dari bentuk terikat yang lazim digunakan dalam keseharian adalah kata “ekstra”. Sangat mudah menjumpai kata ini untuk berbagai kebutuhan promosi maupun komunikasi rutin antara dua orang atau lebih.
Kata fonem “ekstra” sendiri membantu memberi makna “kelebihan” atau “lebihan” pada sebuah kata dasar. Sehingga cukup sering digunakan karena dipandang lebih praktis dibanding memakai kata “kelebihan”. Berikut beberapa contoh kata dengan fonem “ekstra:
Jenis ketiga yang juga sering digunakan dalam keseharian adalah bentuk terikat Maha. Biasanya kata ini diikuti oleh penyebutan Tuhan, sifat-sifat kebesaran Tuhan. Selain itu juga sering digunakan untuk menyebut suatu profesi maupun status. Berikut beberapa contohnya:
Jenis keempat adalah fonem dari kata “non”. Dalam komunikasi sehari-hari dijamin cukup familiar dengan fonem satu ini. Biasanya untuk menyebutkan bentuk negatif dari suatu kata dan memiliki makna “tidak” atau “tidak termasuk”. Berikut beberapa contohnya:
Jenis kelima dari bentuk terikat yang cukup sering atau lazim digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah fonem “pasca”. Kata pasca sangat umum digunakan dalam komunikasi harian dan untuk berbagai keperluan.
Makna dari kata pasca sendiri bisa dikatakan “setelah” dan biasanya menunjukan masa yang diikuti kata dasar menjelaskan waktu maupun proses. Berikut beberapa contoh kata dengan penambahan fonem pasca:
Berikutnya yang juga termasuk jenis fonem yang lazim digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah fonem “sub”. Kata ini sering digunakan untuk kegiatan akademik maupun nonakademik, yang intinya cukup sering digunakan.
Kata sub sendiri memang untuk menjelaskan bagian dari suatu teks, kelompok, dan sebagainya. Berikut adalah beberapa contoh kata dasar yang mendapat fonem sub- di bagian depan:
Jenis ketujuh dari bentuk terikat yang juga paling sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah kata “pra”. Kata pra- biasanya digunakan untuk menjelaskan masa sebelum dan berkebalikan makna dengan fonem “pasca” yang dijelaskan sebelumnya.
Berikut adalah beberapa contoh kata dasar yang mendapat fonem pra- di bagian depannya:
Jenis kedelapan yang termasuk dalam bentuk terikat yang lazim digunakan dalam keseharian adalah “serba”. Kata ini tentu bisa dikatakan sangat familiar karena bisa digunakan dan ditemukan dalam berbagai kesehatan.
Kebanyakan orang saat mendengar kata “serba” akan langsung memikirkan layanan lengkap sebuah supermarket, penyedia jasa, menyatakan kondisi, dan lain sebagainya. Berikut adalah beberapa contoh kata dasar dengan fonem “serba”:
Bentuk terikat berikutnya yang juga cukup sering atau lazim digunakan dalam keseharian adalah kata “super”. Kata ini biasanya digunakan, didengarkan, dan ditemukan dalam beberapa teks di berbagai media.
Saking seringnya digunakan dan dijumpai, maka menjadi jenis fonem yang dikenal luas oleh siapa saja dari berbagai kalangan. Berikut adalah beberapa kata dasar yang mendapat tambahan fonem “super”:
Jenis terakhir dari fonem yang lazim digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah fonem “anti”. Kata ini tentu sudah tidak asing di telinga dan biasanya digunakan untuk melengkapi kata dasar menjadi berbentuk negatif.
Secara fungsi, sekilas mirip dengan fonem “non” hanya saja konteksnya berbeda. Berikut adalah beberapa jenis kata dasar yang secara umum mendapat tambahan fonem “anti”:
Sebagai informasi tambahan, jenis dari bentuk terikat sekali lagi lebih dari 10 jenis yang sudah dijelaskan di atas. Meskipun 10 jenis ini paling lazim digunakan dalam keseharian, bukan berarti jenis fonem lain tidak lazim digunakan. Sah saja digunakan selama konteks sesuai atau tepat untuk digunakan.
Jika masih merasa bingung dalam memahami apa itu bentuk terikat dalam bahasa Indonesia melalui penjelasan di atas. Maka untuk lebih membantu memahami lagi pemahaman tentang fonem dan tata aturan penulisan yang benar.
Berikut adalah beberapa contoh kalimat yang menggunakan fonem dari berbagai jenis yang terbilang lazim digunakan dalam komunikasi sehari-hari:
Itulah penjelasan secara rinci mengenai definisi maupun jenis dan contoh penulisan bentuk terikat yang baik dan benar agar kalimat menjadi efektif. Pemahaman tentang fonem akan sangat penting bagi para penulis agar terhindar dari kesalahan penulisan.
Penggunaan fonem juga bisa memperkaya tata bahasa sehingga bisa menghasilkan karya tulis yang lebih kreatif dan tidak membuat pembaca bosan. Namun, pastikan penggunaan fonem ini sudah benar baik secara aturan penulisan maupun kesesuaian dengan konteks kalimat.
Jika memiliki pertanyaan maupun ingin sharing pengalaman berkaitan dengan topik bentuk terikat dalam artikel ini. Maka jangan ragu menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share untuk membagikan artikel ini ke orang terdekat Anda. Semoga bermanfaat.
Proses menulis biasanya diawali dengan menulis draft dan disebut sebagai draft pertama. Penulisan draft menjadi…
Salah satu tahapan penting dalam proses menulis adalah swasunting atau self editing. Melakukan swasunting membantu…
Menggunakan AI untuk parafrase memang menjadi pilihan banyak akademisi saat ini, baik itu dosen maupun…
Menggunakan AI untuk membuat mind mapping atau peta konsep, tentunya menjadi alternatif yang banyak dipilih.…
Kemajuan teknologi memberi kemudahan dalam mengecek plagiarisme. Salah satunya melalui teknologi AI untuk cek plagiarisme.…
Melakukan kegiatan apapun tentu perlu dinilai untuk diketahui berhasil tidaknya mencapai tujuan dari kegiatan tersebut.…