Memahami cara kerja AI tentu penting. Terutama bagi penulis, sehingga bisa menentukan bijak tidaknya memakai teknologi ini untuk menyusun karya tulis. Apalagi ada banyak pengguna AI yang mengandalkannya untuk membuat konten.
Termasuk konten dalam bentuk teks, yang kemudian digunakan berlebihan. Misalnya isi seluruh naskah yang dibuat adalah hasil dari AI. Hal ini tentu membingungkan, karena otomatis karya tersebut buatan AI bukan penulis yang memakai AI tersebut.
Namun, apakah seorang penulis dilarang menggunakan AI atau justru tetap dipandang etis? Hal ini tentu menjadi pertanyaan sebagian besar penulis di Indonesia dan bahkan di negara lain di dunia. Berikut penjelasan detailnya.
Dikutip melalui website Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Artificial Intelligence (AI) adalah cabang ilmu komputer yang berfokus pada pengembangan sistem komputer yang mampu melakukan tugas-tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia.
Tugas yang dimaksud seperti pengenalan suara, pengenalan wajah, pemrosesan bahasa alami, dan pengambilan keputusan. Sehingga teknologi ini dianggap bisa menirukan apapun yang bisa dilakukan dan bahkan dipikirkan oleh manusia.
Perkembangan AI dimulai dari diperkenalkannya AI itu sendiri. Yakni pada tahun 1956 dimana ada konferensi bertajuk Dartmouth Conference. Dalam konferensi ilmiah tersebut, peneliti bernama McCarthy memperkenalkan teknologi AI.
Hanya saja, pada tahun 1970-an ada banyak kendala, baik teknis maupun kendala biaya untuk mengembangkan teknologi AI tersebut. Sehingga penelitian dan pengembangan teknologi ini terhenti.
Baru pada tahun 1980-an, dimana teknologi komputer semakin maju dan semakin ekonomis. Penelitian dan pengemangan AI kembali dilanjutkan. Hingga pada tahun 1997 ada program komputer bertajuk Deep Blue buatan IBM berhasil mengalahkan juara catur bernama Garry Kasparov dalam sebuah permainan catur.
Potensi teknologi AI pun dianggap potensial untuk diterapkan di berbagai bidang. Pada beberapa tahun belakangan, perkembangan teknologi ini semakin pesat. Mulai dari banyaknya platform AI yang membantu peneliti melakukan penelitian.
Disusul dengan penggunaan AI oleh perusahaan teknologi terkemuka seperti Google, Microsoft, dan Amazon. Semakin kesini, semakin banyak platform AI yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan. Mulai dari mencari informasi, membantu mencari topik penelitian, membuat konten tertentu, menyusun media pembelajaran, dan sebagainya.
Dikutip melalui website Artificial Intelligence Center Indonesia yang dikelola oleh Universitas Indonesia. Dijelaskan bahwa teknologi AI dan cara kerja AI sangat beragam. Hal ini terjadi karena jenis dari teknologi AI juga sama beragamnya.
Secara garis besar, jenis-jenis AI diklasifikasikan berdasarkan kemampuan, dan juga berdasarkan fungsi,. Berikut penjelasannya:
Jika dilihat dari segi kemampuan teknologi AI, maka dibagi menjadi 3 jenis. Yaitu:
AI Lemah adalah teknologi AI yang dirancang untuk melakukan satu tugas spesifik dengan sangat baik. Contohnya seperti Asisten Virtual (Siri, Alexa, dll), algoritma rekomendasi Netflix, tools deteksi wajah (face detection), dll.
AI Kuat adalah AI yang memiliki kemampuan untuk memahami, belajar, dan menerapkan pengetahuan pada berbagai tugas. AI jenis ini masih dalam proses pengembangan oleh para peneliti di bidang ilmu komputer.
AI Super adalah AI yang melebihi kecerdasan manusia dalam segala hal. AI dalam konsep ini adalah seperti yang ditampilkan dalam film-film fiksi ilmiah. Dimana AI bisa mengontrol dan mengalahkan manusia.
Sama seperti AI Kuat, AI jenis ini juga masih belum ada di kenyataan. Sebab masih berupa skenario futuristik. Dimana ada prediks teknologi AI bisa sampai di titik ini, yakni melebihi kecerdasan manusia.
Jika didasarkan pada fungsinya, maka teknologi AI dibedakan menjadi 4 jenis. Berikut penjelasannya:
AI Reaktif adalah teknologi AI yang hanya dapat merespons situasi saat ini tanpa menyimpan pengalaman masa lalu. Misalnya program komputer Deep Blue dari IBM.
AI Memori Terbatas adalah AI yang dapat menggunakan data masa lalu untuk membuat keputusan, tetapi hanya untuk periode tertentu. Misalnya teknologi mobil otonom yang memantau kondisi jalan dan melaporkan ke pengemudi.
AI Teori Pikiran adalah AI yang mampu memahami emosi, keyakinan, dan kebutuhan manusia. AI jenis ini masih dalam tahap penelitian. Meskipun begitu ada potensi untuk digunakan dalam bidang kesehatan mental.
AI Kesadaran Diri adalah AI hipotesis yang memiliki kesadaran diri dan emosi seperti manusia. AI jenis ini masih berupa konsep, sehingga belum diteliti atau dikembangkan sebagaimana pada AI Teori Pikiran.
Dikutip melalui detikinet.com, cara kerja AI dimulai dari pendataan dengan perangkat komputer dan elektronik lainnya. Data yang didapatkan kemudian oleh AI dianalisis atau diproses. Sehingga bisa ditemukan suatu pola.
Hasil analisis data kemudian akan menjadi output yang ditampilkan kepada pengguna teknologi AI tersebut. Umumnya, data yang dianalisis oleh teknologi AI berkapasitas besar. Semakin besar data yang didapat dan diolah, semakin akurat hasil analisis data yang ditampilkan pada pengguna.
Sementara itu, dikutip melalui Verihubs, cara kerja AI terbagi menjadi 8 tahapan diawali dari pendataan sampai pemeliharaan model. Berikut penjelasannya:
Tahapan pertama dalam teknologi AI adalah pengumpulan data. Informasi dan hasil kinerja platform AI diawali dengan tahap ini. Pengumpulan data bisa dari suatu database, sensor pada perangkat keras, dan penggunaan internet (berbagi informasi, pengalaman, penelusuran via browser, dll).
Tahap kedua dalam cara kerja AI adalah pembersihan dan disusul pemrosesan data. Data yang berhasil dikumpulkan kemudian akan dibersihkan dari data tidak relevan, duplikasi, dan sejenisnya. Baru kemudian data hasil pembersihan diproses untuk masuk ke tahap ketiga.
Tahap ketiga dalam kinerja teknologi AI adalah pemilihan algoritma. Algoritma yang dipilih disesuaikan dengan perintah atau prompt yang disusun oleh pengguna. Misalnya saat AI diberi tugas menjelaskan suatu klasifikasi. Maka AI bisa memakai algoritma machine learning atau mungkin algoritma decision tree.
Tahap keempat dalam cara kerja AI adalah pelatihan model. Secara mendasar, tahap ini dilakukan oleh pengembang platform berbasis AI itu sendiri. Dimana data yang diolah dengan algoritma oleh AI akan diukur kualitas dan akurasinya.
Sehingga tahap ini disebut pelatihan model AI untuk menentukan bagus tidaknya model (platform AI) tersebut. Pelatihan akan terus dilakukan sampai didapatkan hasil paling maksimal. Baru kemudian masuk ke tahap kelima.
Tahap kelima adalah evaluasi model. Platform AI yang sedang dikembangkan dan menunjukan hasil di tahap pelatihan kemudian dievaluasi. Evaluasi ini akan menilai sebagus dan seakurat apa kinerja dari AI tersebut.
Jika dirasa bagus maka akan ditetapkan layak untuk masuk ke tahap berikutnya. Begitu pula sebaliknya. Jika dirasa masih ada kekurangan, maka kekurangan hasil evaluasi ini akan kembali masuk ke tahap pelatihan model untuk dikembangkan lebih lanjut.
Tahap yang keenam dari cara kerja AI adalah penyempurnaan model. Penyempurnaan dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya dengan mencoba algoritma lain yang berbeda. Tahap ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja model AI dan meminimalkan kesalahan saat dimanfaatkan pengguna.
Tahap ketujuh adalah implementasi atau penerapan model AI yang sudah lulus di tahap penyempurnaan. Implementasi ini bisa disebut tahap uji coba, sehingga model AI akan digunakan langsung di lapangan.
Misalnya, perusahaan A mengembangkan mesin absensi AI dengan kemampuan melakukan deteksi wajah. Maka mesin ini digunakan di suatu pabrik atau perusahaan untuk mendukung absensi. Kinerja mesin AI ini akan dinilai dan ditetapkan masuk ke tahap akhir atau kembali ke tahap penyempurnaan.
Tahap akhir dalam kinerja AI adalah tahap pemantauan dan pemeliharaan model. Model berbasis AI akan dipantau kinerjanya, sehingga akan diketahui ada tidaknya penurunan kinerja.
Selain itu, model AI tersebut juga harus terus dipelihara untuk meminimalkan kesalahan dan error. Pemeliharaan juga mencakup pembaharuan model, sehingga bisa terus up to date yang kemudian relevan dengan kebutuhan pengguna.
Salah satu pertanyaan yang sering muncul terkait cara kerja AI di dunia kepenulisan adalah etis tidaknya menggunakan AI tersebut. Masih banyak penulis yang kesulitan menentukan batasan dari penggunaan AI untuk membantu proses menulis.
Berdasarkan informasi dari Chat GPT, versi 4, yang diakses pada 22 November 2024. Ada beberapa kondisi dimana penggunaan AI untuk menulis menjadi tidak etis dan beberapa kondisi lainnya menjadi etis.
Penggunaan AI menjadi etis untuk kondisi seperti difungsikan sebagai alat bantu bukan menggantikan penulis, dipakai untuk meningkatkan efisiensi, membantu pembelajaran dan eksperimen, mencari data atau rujukan atau informasi, dan dicantumkan informasi penggunaan AI tersebut.
Sementara penggunaan AI dalam menulis menjadi tidak etis ketika penulis tidak menginformasikan penggunaan AI itu sendiri. Kemudian ketika memakai AI untuk membuat informasi palsu (falsifikasi, fabrikasi, membuat konten hoaks, dll), dan menggantikan peran penulis sepenuhnya. Sehingga isi karya tulis murni dibuat AI.
Memastikan penggunaan AI dalam proses menulis tetap etis dan tidak melanggar etika apapun. Maka ada 4 hal perlu diterapkan selama penggunaannya, yaitu:
Hal pertama yang perlu dilakukan penulis adalah memfungsikan AI sebagai alat bantu bukan pengganti. Jadi, penulis akan memakai AI ketika memang dibutuhkan. Misalnya mendadak writer’s block, maka bisa meminta saran dari AI untuk melanjutkan cerita atau isi naskah seperti apa.
Hal kedua yang harus dilakukan penulis adalah mereview atau membaca ulang hasil tulisan yang dibuat AI. Misalnya saat meminta Chat GPT membuatkan kerangka karangan untuk buku ajar topik X.
Maka hasil pengerjaan Chat GPT tersebut sebaiknya tidak langsung digunakan begitu saja. Melainkan diperiksa secara manual. Sehingga bisa diketahui bab mana saja yang sebaiknya digunakan dan sebaliknya.
Jadi, Chat GPT masih digunakan sebagai alat bantu dan tidak bisa menggantikan penggunanya karena harus diperiksa. Selain itu, review hasil AI bisa menurunkan resiko karya tulis tidak humanis. Sebab bagaimanapun juga AI bekerja dengan algoritma mesin. Sehingga nilai humanisnya bisa rendah.
Hal ketiga adalah melakukan sitasi. Artinya, setiap kali menggunakan platform AI jenis apapun dengan tujuan apapun perlu diinformasikan di dalam karya yang dibuat. Entah itu dijelaskan saat membuat kutipan, masuk ke daftar pustaka, atau yang lainnya sesuai ketentuan.
Hal terakhir yang harus dilakukan penulis adalah mengikuti pedoman. Misalnya, saat naskah buku yang dibuat hendak diterbitkan ke penerbit X. Maka kebijakan penerbit X wajib dipatuhi, terkait penggunaan AI.
Misalnya, boleh tidaknya memakai AI perlu dikonsultasikan dengan pihak penerbit. Jika boleh, maka persentasenya berapa dan untuk apa saja. Tanyakan ada tidaknya buku panduan agar penggunaan AI sesuai dengan kebijakan penerbit tersebut.
Membahas mengenai cara kerja AI dan etis tidaknya digunakan dalam proses menulis. Tentu memunculkan pertanyaan, mengenai apa saja kegunaan AI tersebut bagi penulis? Dalam menulis, ada banyak hal bisa dilakukan untuk memanfaatkan AI. Diantaranya adalah:
Platform AI bisa digunakan penulis di tahap awal penulisan, yakni menemukan ide tulisan. Misalnya dengan bertanya ke Chat GPT, sementara bagi penulis karya ilmiah bisa menggunakan Open Knowledge Maps.
Kegunaan AI yang kedua bagi penulis adalah membantu mengecek kesalahan penulisan atau tipografi. Sehingga meminimalkan kesalahan ketik dan meningkatkan keterbacaan tulisan yang dibuat. Misalnya pada Prototypr AI (Type.ai).
AI juga bisa digunakan penulis untuk mengecek keterbacaan. Misalnya saat menyusun karya tulis bahasa Inggris. Maka bisa di cek keterbacaannya di Grammarly. Sehingga grammar pada naskah dijamin tepat dan meningkatkan keterbacaan naskah tersebut.
AI juga bisa digunakan penulis untuk mengecek plagiarisme sehingga terhindar dari tindakan tercela ini. Misalnya mengecek plagiarisme di Turnitin, sehingga bisa dipastikan unik atau tingkat kesamaannya dengan karya tulis lain terbilang rendah. Tools AI yang dipakai untuk tujuan ini, memastikan karya tulis tetap original.
Beberapa tools atau platform AI juga bisa digunakan penulis untuk melakukan sitasi atau mencantumkan kredit. Hal ini umumnya untuk karya tulis ilmiah. Seluruh referensi yang digunakan tentu perlu disebutkan agar tidak plagiarisme. Misalnya dengan Mendeley, Zotero, dll.
Platform AI juga bisa digunakan penulis untuk memvisualisasikan data atau informasi kepada pembaca. Misalnya, penulis ingin menyampaikan data dalam bentuk grafik. Maka tidak perlu dibuat manual, melainkan memakai platform AI. Contohnya menggunakan Canva, Tableau, Chart GPT, dll.
Penulis karya tulis ilmiah juga bisa menggunakan platform AI untuk mencari dan menemukan referensi yang relevan sekaligus kredibel. Misalnya menggunakan Open Knowledge Maps, Elicit, dan lain sebagainya.
Platform AI juga bisa digunakan oleh penulis untuk menerjemahkan referensi yang akan digunakan. Sebab ada kalanya penulis memakai referensi dalam bahasa asing. Sehingga perlu diterjemahkan untuk memastikan tidak salah dalam memahami informasi dari referensi tersebut.
Contohnya seperti menggunakan Google Translate, Bing Translate, Chat GPT, dan lain sebagainya. Menerjemahkan referensi penting untuk mencegah kemungkinan salah paham. Sehingga informasi yang dicantumkan pada naskah dijamin tepat.
Selain digunakan untuk hal-hal tersebut, memahami cara kerja AI yang terus dikembangkan. Tentunya akan memunculkan kegunaan lain yang bisa dimanfaatkan oleh para penulis. Jadi, silahkan dimanfaatkan dan tetap memastikan etis.
Jika memiliki pertanyaan, opini, atau ingin sharing pengalaman berkaitan dengan topik dalam artikel ini. Jangan ragu menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share agar informasi dalam artikel ini tidak berhenti di Anda saja. Semoga bermanfaat.
Pada saat menerbitkan buku, penerbit yang dipilih sering menambahkan halaman prancis atau half title dalam…
Menggunakan tools pendeteksi AI tentu menjadi langkah tepat bagi guru dan dosen. Tools ini bisa…
Proses menulis biasanya diawali dengan menulis draft dan disebut sebagai draft pertama. Penulisan draft menjadi…
Salah satu tahapan penting dalam proses menulis adalah swasunting atau self editing. Melakukan swasunting membantu…
Menggunakan AI untuk parafrase memang menjadi pilihan banyak akademisi saat ini, baik itu dosen maupun…
Menggunakan AI untuk membuat mind mapping atau peta konsep, tentunya menjadi alternatif yang banyak dipilih.…