Sebelum melakukan pengumpulan data penelitian, peneliti perlu memilih sampel penelitian. Salah satu teknik dalam menentukan sampel disini adalah consecutive sampling. Sering pula disebut sebagai teknik sampel berurutan.
Teknik sampel berurutan umumnya diterapkan ketika peneliti membutuhkan data sebanyak mungkin. Sehingga membantu mendapatkan data yang beragam dan memiliki validitas tinggi. Teknik ini juga diketahui membantu meminimalkan resiko bias.
Bagi beberapa peneliti yang belum pernah menerapkan teknik ini. Atau mungkin masih belum familiar, maka penting untuk mengenalnya lebih dalam. Sehingga saat perlu diterapkan tidak ada kesalahan. Berikut informasinya.
Dikutip melalui Universitas Islam Indonesia (UII), consecutive sampling adalah teknik penentuan sampling dimana semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.
Teknik sampel berurutan ini biasanya diterapkan pada saat peneliti membutuhkan data yang banyak dan beragam. Misalnya ketika melakukan penelitian eksploratif, dimana tujuannya adalah untuk memahami suatu fenomena dan menjelaskannya secara detail serta ilmiah.
Teknik sampling satu ini juga diketahui masuk dalam kategori nonprobability sampling. Sehingga tidak ada pola khusus dalam pemilihan sampel. Hanya saja, peneliti tetap perlu menentukan kriteria dalam memilih sampel yang tepat agar representatif.
Sebagai contoh, adalah ketika peneliti ingin mengetahui efektivitas terapi pada pasien stroke. Maka lokasi penelitian dilakukan di rumah sakit. Semua pasien yang datang dan memiliki riwayat stroke akan dipilih sebagai sampel penelitian.
Berhubung teknik sampling ini adalah bagian dari nonprobability. Maka semua individu dalam populasi penelitian punya peluang sama besar menjadi sampel. Supaya sampel yang dipilih tepat, maka peneliti perlu menentukan kriteria yang tepat pula.
Melalui definisi di atas, maka sebagian besar peneliti tentunya setuju jika teknik consecutive sampling mudah diterapkan. Prosesnya juga cepat, karena cukup menentukan kriteria dan langsung ke lapangan (lokasi penelitian).
Namun, sebagaimana teknik sampling pada umumnya, teknik ini juga punya kelemahan. Maka untuk meminimalkan bias, perlu diterapkan dengan tata cara yang benar. Berikut beberapa tahapan dalam menerapkannya:
Sebagaimana penelitian pada umumnya, jauh sebelum penentuan sampel. Peneliti harus menentukan dulu topik dan tujuan penelitian. Jika topik sudah ditentukan, kemudian menentukan tujuan penelitian.
Apakah ingin memahami suatu fenomena, mengembangkan suatu sistem atau produk, atau tujuan lainnya. Tujuan ini akan menentukan jenis penelitian dan metodologi yang tepat. Sebab masing-masing tujuan punya metodologi sendiri-sendiri.
Jika topik dan tujuan penelitian sudah ditentukan. Maka masuk ke tahap kedua, yakni menentukan populasi. Populasi dalam konteks penelitian adalah keseluruhan objek atau subjek yang menjadi sasaran penelitian.
Jika peneliti ingin meneliti efektivitas terapi stroke. Maka populasi penelitian ini adalah pasien stroke itu sendiri. Oleh sebab itu, populasi perlu ditentukan dulu baru kemudian masuk ke tahap berikutnya.
Jika populasi sudah ditentukan, maka tahap ketiga dalam menerapkan consecutive sampling adalah menentukan kriteria sampel. Dalam tahap ini, peneliti perlu menentukan kriteria inklusi (siapa yang bisa masuk dalam penelitian) dan kriteria eksklusi (siapa yang tidak boleh ikut meskipun memenuhi kriteria inklusi).
Kenapa perlu menentukan dua jenis kriteria tersebut? Alasannya beragam. Mulai dari membantu mendapatkan sampel beragam, mendapatkan data minim bias, dan meningkatkan kualitas data.
Misalnya, pada saat peneliti ingin mengetahui efektivitas dari kurikulum pendidikan di kampus X. Maka peneliti perlu memilih sampel dari kalangan mahasiswa yang sudah masuk semester kedua maupun semester akhir.
Jadi, kriteria inklusinya adalah mahasiswa yang sudah menjalani perkuliahan dengan kurikulum tersebut. Sementara kriteria eksklusinya adalah mahasiswa yang minimal ikut perkuliahan 2 semester.
Kriteria ini penting untuk memastikan efektivitas dari kurikulum. Sebab perkuliahan dalam jangka pendek kurang menunjukan efektivitasnya. Sehingga dibuat minimal dua semester atau lebih. Jadi kriteria inklusi saja biasanya dianggap kurang.
Tahap keempat pada saat menerapkan consecutive sampling adalah menentukan jadwal pengambilan data. Sebelumnya, peneliti perlu menghubungi pihak yang berkaitan dengan populasi.
Misalnya, jika populasi adalah mahasiswa maka perlu berkomunikasi dengan pihak kampus. Contoh lain, jika populasi adalah pasien stroke maka perlu berkomunikasi dengan rumah sakit atau klinik yang menyediakan terapi stroke.
Setelah itu, barulah peneliti mengatur jadwal dan disepakati bersama pihak-pihak terkait tersebut. Selain itu, perlu menyiapkan teknik pengambilan data dan perlengkapan pendukungnya. Misalnya menyiapkan consent form, daftar pertanyaan, dan sebagainya.
Baru kemudian datang ke lokasi dan melakukan pengumpulan data. Proses pengumpulan data bisa dibuat dalam jangka waktu tertentu. Sehingga tidak harus selesai satu hari, apalagi jika jumlah sampel lebih dari 100.
Tahap terakhir adalah melakukan analisis data penelitian yang dihimpun di tahap sebelumnya. Kemudian, disusul dengan tahap menarik kesimpulan. Data yang didapatkan bisa data numerik maupun data nonnumerik.
Proses analisis bisa dimulai dengan melakukan coding untuk data nonnumerik. Kemudian bisa menggunakan alat bantu untuk efisiensi dan efektivitas analisis. Hasil analisis kemudian ditarik kesimpulan sebagai hasil penelitian.
Dikutip melalui Formplus, teknik consecutive sampling memiliki banyak kelebihan. Sehingga peneliti bisa mendapatkan cukup banyak keuntungan. Diantaranya adalah:
Kelebihan dari teknik sampling ini salah satunya adalah mudah untuk diterapkan. Selain itu, penerapannya juga tidak memakan waktu lama. Sehingga cocok diterapkan untuk penelitian yang memiliki keterbatasan waktu.
Misalnya dalam hibah penelitian, peneliti hanya punya waktu beberapa bulan sebab mendapat pendanaan untuk penelitian monotahun. Disebut mudah, karena peneliti tinggal fokus menentukan populasi dan kriteria seperti penjelasan sebelumnya.
Sehingga tidak ada proses menentukan pola dalam mengambil sampel di lokasi penelitian. Selama calon sampel memenuhi kriteria yang ditetapkan pada hari H pengumpulan data. Maka otomatis dipilih sebagai sampel penelitian.
Kelebihan yang kedua dari teknik consecutive sampling ini adalah memberi efisiensi biaya. Banyak peneliti menyebut teknik ini sebagai teknik sampling yang murah. Disebut demikian karena memang tidak membutuhkan banyak biaya.
Pertama, peneliti bisa menentukan jumlah sampel sesuai kondisi dan kebutuhan. Kedua, tahapan dalam memilih sampel lebih ringkas sehingga hemat waktu dan tenaga serta biaya.
Ketiga, penerapannya mudah dan bisa dilakukan peneliti sendiri bersama tim. Sehingga meminimalkan kebutuhan SDM tambahan yang tentu meningkatkan biaya penelitian. Biaya yang lebih efisien membuat peneliti dengan keterbatasan dana dan perusahaan skala kecil, bisa menerapkan teknik ini.
Kelebihan berikutnya dari teknik consecutive sampling adalah lebih representatif. Alasannya, karena sampel dipilih dari bisa tidaknya memenuhi sejumlah kriteria yang ditetapkan.
Kriteria yang detail dan sampel dipilih secara ketat, membantu mendapatkan sampel yang tepat. Salam kegiatan penelitian, mendapat sampel yang tepat bisa membantu mendapatkan data lebih valid. Meminimalkan bias dalam analisis sampai penarikan kesimpulan.
Meskipun tidak ada pola khusus dalam memilih sampel. Namun dengan kriteria yang ditetapkan secara tepat. Maka bisa membantu mendapat sampel yang tepat pula. Oleh sebab itu, teknik ini banyak dipilih karena sampel lebih representatif dengan pemilihan yang tahapannya ringkas.
Jika suatu penelitian dilakukan sebuah perusahaan, kemudian menerapkan teknik consecutive sampling. Maka salah satu kelebihan dari teknik ini adalah mendorong pengembangan dan perbaikan produk secara cepat.
Hal ini bisa terjadi, karena dalam penelitian tersebut sampel dipilih acak tanpa pola khusus. Melainkan didasarkan pada kriteria yang sudah ditetapkan. Sehingga bisa menghimpun data dengan cepat.
Dimana data dari sampel selaku konsumen perusahaan adalah bentuk feedback atau umpan balik. Sehingga bisa memberi saran, masukan, sampai kritikan. Hasil penelitian, perusahaan tersebut bisa mendapat solusi dalam mengembangkan produk atau melakukan perbaikan sesuai umpan balik konsumen.
Kelebihan kelima dan terakhir dari teknik consecutive sampling adalah memudahkan peneliti memilih sampel. Bisa pula disebut memberi fleksibilitas dalam mengakses sampel penelitian.
Dikatakan demikian, karena peneliti tinggal datang ke lokasi penelitian. Kemudian mencari dan menemukan sampel yang memenuhi kriteria. Sehingga sejak awal sampel ini dijamin dijangkau atau bisa diakses oleh peneliti.
Peneliti cukup datang ke lokasi tersebut, biasanya satu lokasi. Sehingga tidak harus pindah ke lokasi lain. Lokasi penelitian pun bisa dipilih yang paling mudah diakses. Langkah ini meminimalkan resiko perlu menjangkau daerah terpencil dan pelosok.
Meskipun punya banyak kelebihan sesuai penjelasan sebelumnya, Consecutive sampling tidak bisa disebut teknik sampling yang sempurna. Sebab juga memiliki sejumlah kelemahan, misalnya:
Kelemahan yang pertama adalah masih ada resiko bias atau salah dalam memilih sampel. Hal ini bisa terjadi karena pemilihan sampel biasanya hanya di satu lokasi. Selain itu hanya dilakukan di waktu tertentu.
Sehingga tidak bisa mendapat sampel yang mewakili lokasi penelitian lain, dimana juga terdapat populasi penelitian. Oleh sebab itu, dalam kondisi tertentu pada penelitian topik tertentu resiko bias dalam memilih sampel bisa tinggi.
Misalnya meneliti efektivitas terapi stroke. Peneliti hanya memilih sampel di rumah sakit X. Padahal bisa jadi jenis terapinya belum upgrade dibanding rumah sakit lain. Sampel pun menjadi tidak representatif dan penelitian ikut belum terupgrade.
Kelemahan kedua dari consecutive sampling adalah hasil penelitian yang tidak bisa digeneralisasi. Artinya hasil penelitian punya ruang lingkup terbatas. Sebab peneliti hanya fokus di satu lokasi saja.
Jika peneliti memakai sampel dari sejumlah lokasi dengan pemilihan sampel proporsional. Maka hasil penelitian lebih general, akan tetapi teknik seperti ini bukan karakteristik dari consecutive.
Khusus pada penelitian yang populasinya skala besar dan tersebar di wilayah yang luas. Penerapan teknik consecutive bisa membuat sampel tidak representatif. Sebab peneliti hanya fokus di satu lokasi dimana sampel berada dan mengabaikan sampel dari lokasi lain. Populasi pun tidak bisa direpresentasikan oleh sampel.
Kelemahan lain adalah penerapan dan hasil pemilihans ampel sampai data yang dihimpun sangat dipengaruhi faktor waktu dan tempat. Pada beberapa topik penelitian, pengaruh dari waktu bisa mempengaruhi sampel, data, dan detail lain.
Misalnya, peneliti ingin mengetahui jumlah penderita flu di tahun 2024. Jika peneliti melakukan penghimpunan data di musim kemarau, dimana jumlah penderita flu rendah dibanding musim hujan. Maka data menjadi tidak bias.
Kelemahan berikutnya adalah consecutive sampling kurang tepat untuk penelitian dengan populasi skala besar. Apalagi jika populasi penelitian tersebar luas di berbagai wilayah, dari perkotaan sampai desa di lokasi terpencil.
Populasi skala besar dengan sampel yang dipilih di satu lokasi saja. Meningkatkan resiko bias dalam memilih sampel. Sehingga data penelitian menjadi bias dan menurunkan kualitas penelitian. Oleh sebab itu, teknik ini hanya efektif untuk populasi skala kecil.
Pada penelitian dengan tujuan studi dan kebetulan memiliki generalisasi luas. Maka teknik sampling satu ini kurang cocok atau kurang sesuai. Sebab seperti penjelasan sebelumnya, generalisasi yang luas membutuhkan sampel dari berbagai lokasi.
Padahal teknik consecutive akan fokus di satu lokasi saja. Oleh sebab itu, teknik sampling satu ini kurang cocok untuk studi dengan generalisasi luas. Misalnya jumlah atau angka resiko diabetes melitus, yang tentu secara nasional perlu mengunjungi rumah sakit di berbagai wilayah.
Ada banyak teknik sampling dalam penelitian. Selain consecutive sampling ada juga purposive sampling. Keduanya sama-sama dari teknik nonprobability. Namun, keduanya berbeda dan berikut detail perbedaan yang dimaksud:
Perbedaan yang pertama adalah jika dilihat dari aspek cara memilih sampel. Sesuai penjelasan di awal, pada teknik consecutive peneliti akan memilih sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Lain halnya dengan teknik purposive, dimana peneliti menentukan secara subjektif kriteria sampel. Misalnya hanya memilih ahli di suatu bidang sebagai sumber data. Sehingga mengabaikan sampel potensial lain.
Contohnya, penelitian mengetahui efektivitas terapi stroke. Pada purposive, peneliti memilih dokter dan fisioterapi sebagai sampel. Semenara pada consecutive, peneliti memilih pasien stroke sebagai sampel.
Perbedaan yang kedua adalah dari tingkat subjektivitas peneliti. Pada teknik consecutive sampling, subjektivitas sangat rendah. Sebab peneliti mengandalkan kriteria inklusi dan eksklusi dalam memilih sampel.
Sebaliknya, pada teknik purposive tingkat subjektivitas peneliti sangat tinggi. Sebab perlu menambahkan pertimbanganpribadi dalam menentukan sampel penelitian (sumber data atau narasumber).
Jika dilihat dari aspek tinggi rendahnya sampel dalam merepresentasikan populasi. Pada teknik consecutive cenderung lebih tinggi dibandingkan teknik purposive. Pasalnya, pada teknik ini peneliti akan memilih sampel yang memenuhi kriteria.
Sehingga sampel disini merasakan langsung suatu layanan, produk, atau permasalahan yang diteliti. Sehingga sampel tersebut mampu memberi representasi yang tinggi dari populasi penelitian.
Sebaliknya, pada teknik purposive, dimana sampel dipilih dengan pertimbangan tambahan yang personal dari peneliti. Maka tingkat representasi terhadap populasi menjadi rendah. Sebab bisa jadi data hanya diketahui sampel tersebut tapi tidak dailami sampel lain yang juga memahami topik penelitian.
Misalnya pada contoh sebelumnya, jika pada purposive peneliti hanya mengambil data dari dokter dan fisioterapi. Maka tidak bisa mengetahui efektivitas terapi yang dijalankan karena mengabaikan data dari pasien yang merasakan langsung terapi tersebut.
Jika Anda memiliki pertanyaan dan ingin membagikan pengalaman pribadi yang berkaitan dengan isi artikel ini. Jangan ragu membuka diskusi di kolom komentar. Klik juga tombol Share agar informasi dari artikel ini juga diakses kolega Anda.
Menggunakan matriks Eisenhower untuk membantu memanajemen waktu, menetapkan prioritas pekerjaan, dan mencegah penumpukan pekerjaan. Menjadi…
Pernahkah Anda mendengar istilah sampling jenuh atau sampel jenuh? Istilah ini tentu cukup familiar bagi…
Memperpendek kalimat mungkin menjadi satu topik dalam dunia kepenulisan yang jarang dibahas. Namun, harus dipahami…
BAN-PT baru saja mengatakan pengalihan akreditasi ke LAMSPAK dan implementasi SAPTO 2.0. Pengumuman ini tentunya…
Salah satu teknik dalam menentukan sampel penelitian adalah proportional random sampling. Teknik ini menjadi salah…
Salah satu teknik dalam penentuan sampel penelitian adalah probabilistic sampling atau probability sampling. Teknik sampling…