Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menjadi perbincangan hangat usai menerbitkan surat pengumuman berisi penolakan dicantumkan sebagai informan utama dalam disertasi doktoral Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang berjudul, “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia”.
Penolakan tersebut didasarkan pada pengakuan pihak Jatam yang tidak mendapat informasi yang layak dan memadai saat wawancara yang dilakukan Ismi Azkya yang berprofesi sebagai peneliti di Lembaga Demografi UI pada 28 Agustus 2024.
Hal ini tentu menjadi perhatian para peneliti dan akademisi di Indonesia. Sebab kegiatan penelitian harus mengedepankan etika dan memperhatikan consent form atau informed consent. Jika tidak, maka rawan kejadian yang dialami Jatam terulang kembali dan memicu munculnya isu perjokian dalam penulisan tugas akhir seperti disertasi.
Dalam perkara yang dialami Jatam tersebut, semakin menekankan pentingnya peneliti menyiapkan consent form yang memadai dan sesuai ketentuan. Lalu, apa itu consent form atau informed consent?
Dikutip melalui ePrints Universitas Diponegoro (UNDIP), secara etimologi istilah informed consent berasal dari bahasa Inggris dan tersusun dari dua kata. Yakni “informed” yang dalam bahasa Indonesia artinya “informasi” atau “keterangan” dan “consent” yang artinya “persetujuan”.
Jika dilihat dari asal kata tersebut, maka informed consent adalah persetujuan partisipan atau narasumber untuk memberikan informasi kepada peneliti untuk kepentingan penelitian. Secara umum, informed consent adalah lembar persetujuan informan sebelum peneliti mengambil data dari mereka. Sebab umumnya dalam bentuk formulir, baik cetak maupun elektronik.
Peneliti yang hendak mengumpulkan data dari narasumber maupun responden, secara etika perlu menyiapkan consent form ini. Sebab mendapatkan persetujuan sangat penting untuk mencegah masalah di kemudian hari. Sekaligus memastikan, narasumber benar-benar bersedia memberikan data sesuai kebutuhan peneliti.
Perkara yang dialami Jatam yang dijelaskan di awal adalah salah satu contoh ketika seorang peneliti mengabaikan informed consent. Sebab dalam wawancara dengan pihak Jatam, Ismi Azkya hanya menjelaskan membutuhkan data untuk penelitian yang dilakukannya.
Namun tidak menjelaskan bahwa data tersebut digunakan untuk disertasi milik Bahlil Lahadalia. Pihak Jatam tentunya kecewa karena tidak merasa memberi persetujuan dijadikan narasumber dalam penelitian yang dilakukan Bahlil.
Aksi keduanya dipandang sebagai salah satu bentuk penipuan intelektual yang mencederai integritas pendidikan tinggi di Indonesia. Sebab dalam kasus ini, muncul isu perjokian yang melibatkan Bahlil Lahadalia dan Ismi Azkya.
Menyiapkan consent form dalam penelitian adalah hal penting. Baik untuk pengumpulan data dalam bentuk wawancara, kuesioner, angket, dan lain sebagainya. Keberadaan dokumen atau formulir ini tentu bukan sekedar pemanis.
Informed consent dalam penelitian memiliki fungsi melindungi partisipan dan menjaga integritas penelitian sehingga tetap memenuhi etika penelitian. Berikut detail penjelasannya:
Fungsi yang pertama dari informed consent adalah untuk melindungi hak partisipan. Hak sebagai partisipan tentunya beragam. Misalnya adalah hak untuk bersedia maupun menolak permintaan menjadi partisipan penelitian.
Sebab di dalam informed consent, peneliti akan menjelaskan secara rinci kegiatan penelitian yang dilakukan. Seperti topik, tujuan, prosedur, risiko, dan manfaat dari penelitian.
Sehingga, calon partisipan mendapat informasi yang cukup dan bahan pertimbangan yang memadai. Apakah memungkinkan untuk menjadi partisipan atau tidak. Bisa jadi, calon partisipan merasa tidak memiliki kompetensi yang memadai. Kemudian merekomendasikan partisipan lain yang lebih kompeten kepada peneliti.
Selain itu, calon partisipan juga bisa mempertimbangkan dampak atau resiko jika bersedia memberikan data. Sehingga mereka bisa mempertimbangkan dengan seksama dan memutuskan dengan netral tanpa tekanan menjadi partisipan.
Fungsi yang kedua dari consent form atau informed consent adalah peneliti bisa memastikan ada persetujuan sukarela dari partisipan. Hal ini sesuai dengan standar etika dalam penelitian, dimana tidak boleh ada paksaan dalam bentuk apapun.
Partisipan yang memberikan data dalam wawancara, kuesioner, dan sebagainya harus bersedia secara sukarela. Sehingga bisa memberikan data yang cukup dan kredibel atau berkualitas.
Jika ada paksaan, maka ada kekhawatiran data yang diberikan tidak atau kurang relevan. Sehingga memaksa seseorang dan pihak tertentu menjadi partisipan adalah dilarang. Informed consent membantu peneliti memastikan hal tersebut tidak terjadi.
Fungsi ketiga dari consent form adalah untuk membangun kepercayaan antara peneliti dengan partisipan. Dokumen ini sekali lagi akan menjelaskan informasi detail tentang penelitian yang akan dilakukan.
Sehingga, calon partisipan memahami betul penelitian tersebut dan arti penting informasi yang akan diberikan. Dokumen ini akan menunjukan peneliti sudah jujur dan transparan, sehingga calon partisipan percaya informasi yang diberikan bisa digunakan dengan baik.
Partisipan yang bersedia menjadi narasumber pun, nantinya bisa lebih nyaman dalam memberi informasi. Sekaligus tidak setengah-setengah dan menurunkan potensi bias dalam penelitian.
Fungsi berikutnya dari consent form dalam penelitian adalah menjaga kerahasiaan data partisipan. Dalam memberikan data atau informasi untuk penelitian, peneliti tentunya mengenal siapa partisipan tersebut.
Kadang kala, partisipan meminta namanya atau posisinya tidak dicantumkan dalam laporan penelitian. Ada pula yang sebaliknya. Peneliti tentunya akan memberikan hak kepada partisipan untuk meminta kerahasiaan identitas tersebut.
Selain itu, di dalam dokumen ini juga menegaskan bahwa peneliti akan menjamin data dari partisipan tetap aman. Misalnya mencantumkan informasi seperti berikut:
“Jika berkenan dengan hormat saya ingin meminta partisipasinya untuk mengisi kuisioner berikut ini. Kerahasiaan data akan dijamin oleh peneliti sepenuhnya”.
Fungsi yang terakhir dari consent form adalah menjadi bukti bahwa penelitian yang dilakukan sudah memenuhi etika penelitian. Dokumen ini tentunya akan dimiliki dan disimpan oleh peneliti. Baik yang sudah ada datanya maupun belum.
Sehingga bisa menjadi bukti bahwa peneliti sudah menyiapkan informed consent. Apabila di kemudian hari ada masalah dengan partisipan atau masalah dengan pihak lain yang terkait. Kemudian menanyakan seputar dokumen ini, maka peneliti sudah memiliki bukti.
Baca Juga: Etika Penulisan Ilmiah yang Wajib Dipahami Penulis
Memahami fungsi dari consent form memang sangat kompleks dan bisa menjadi bukti bahwa penelitian yang dilakukan memenuhi etika yang berlaku. Maka isi dari dokumen ini juga harus diperhatikan agar sesuai dengan ketentuan informed form pada umumnya.
Dikutip melalui website Ebizmark, mengacu pada buku Modul Etika Penelitian Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, isi dari informed consent adalah:
Isi yang pertama dari informed consent adalah persetujuan partisipan. Yakni bagian dari dokumen yang menjelaskan bahwa partisipan sudah menyetujui menjadi sumber data atau informasi penelitian.
Isi kedua di dalam informed consent adalah garis besar penelitian yang dilakukan peneliti. Yakni mencakup penjelasan mengenai tujuan, prosedur, resiko yang mungkin terjadi pada penelitian, dan manfaat penelitian itu sendiri.
Isi berikutnya dari informed consent adalah prosedur yang dilakukan atau perlu dilakukan oleh partisipan. Misalnya dalam kuesioner, maka berisi penjelasan tata cara menjawab setiap pertanyaan. Sehingga partisipan memahami bagaimana memberikan data yang sesuai.
Isi yang keempat adalah durasi pengambilan data. Sehingga di dalam informed consent peneliti perlu menjelaskan berapa waktu yang diberikan kepada partisipan untuk menjawab pertanyaan.
Kemudian saat wawancara, peneliti perlu menjelaskan berapa pertanyaan dan perkiraan waktu wawancara berlangsung. Tujuannya agar partisipan memiliki waktu yang sesuai dan bisa menyediakan waktu yang sesuai untuk mendukung pemberian data penelitian.
Isi kelima dari consent form adalah memaparkan kemungkinan adanya resiko dari penelitian yang dilakukan. Resiko disini juga bisa berupa resiko yang mungkin saja dialami atau diterima partisipan sebagai narasumber (sumber data penelitian).
Berikutnya adalah berisi adanya keuntungan yang didapatkan partisipan apabila bersedia menjadi narasumber. Misalnya manfaat secara ekonomi maupun dari aspek lain. Bisa juga menjelaskan manfaat penelitian yang dirasakan juga oleh partisipan.
Isi yang ketujuh adalah solusi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan. Baik selama proses pengumpulan data dari partisipan, setelahnya, maupun masalah yang muncul dari penelitian tersebut.
Isi selanjutnya adalah jaminan kerahasiaan terhadap data partisipan. Jadi peneliti wajib menjelaskan di dalam informed consent, bahwa data partisipan akan aman. Tidak akan ada pembocoran data ke pihak manapun tanpa persetujuan partisipan itu sendiri.
Berikutnya adalah peneliti mencantumkan kontak yang bisa dihubungi oleh partisipan. Kontak ini bisa WhatsApp maupun email. Sehingga saat partisipan ingin bertanya maupun memberi informasi tambahan yang dirasa terlewat bisa segera dilakukan tanpa perlu tatap muka.
Isi berikutnya di dalam consent form adalah kesediaan partisipan yang sukarela menjadi narasumber. Selain itu, juga berisi informasi bahwa peneliti membebaskan partisipan untuk menolak menjadi narasumber, menolak menjawab pertanyaan tertentu, dan sebagainya.
Isi berikutnya adalah jumlah partisipan yang dibutuhkan oleh peneliti. Jadi, peneliti bisa mencantumkan jumlah target partisipasi yang ideal dalam penelitiannya. Sebab secara umum ukuran sampel penelitian memang harus dihitung dengan seksama. Tujuannya agar data yang didapatkan mempresentasikan data keseluruhan populasi.
Isi terakhir di dalam informed consent adalah informasi dari peneliti untuk segera memberitahu partisipan jika ada masalah di kemudian hari. Kemudian masalah ini berkaitan dengan data yang diberikan partisipan.
Misalnya, ada data yang dianggap kurang relevan. Maka peneliti bisa menghubungi partisipan untuk mendapat kejelasan mengenai benar tidaknya pernyataan tersebut. Sehingga bisa melakukan konfirmasi jika memang diperlukan.
Sebagai informasi tambahan, detail seluruh isi yang dijelaskan di atas tidak wajib dicantumkan semua di dalam consent form. Peneliti bisa mencantumkan isi tertentu yang dirasa paling penting dan relevan dengan kondisi di lapangan.
Namun, jika berisi semua informasi di atas maka akan lebih baik. Sehingga partisipan mendapat informasi detail tentang penelitian yang dilakukan dan bagaimana partisipan mendukung penelitian tersebut.
Memahami bahwa consent form sangat penting dalam menjaga etika penelitian. Maka perlu disiapkan sebaik mungkin dan sesuai dengan ketentuan terkait informed consent. Berikut adalah beberapa contoh yang bisa dipelajari:
Berikut adalah contoh informed consent untuk pengumpulan data melalui kuesioner yang dibagikan daring melalui Google Form:
Skripsi Hubungan Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan dengan Kepuasan Pendonor (Studi Korelasional pada Pelaksanaan Donor Darah di UTD PMI Kota Bandung
Assalamualaikum Wr. Wb.
Perkenalkan nama saya Tasqila Permata Fadia, mahasiswi program studi Ilmu Komunikasi Universitas Pendidikan Indonesia. Saat ini saya ingin meminta kesediaan teman-teman untuk mengisi kuisioner skripsi saya yang berjudul “Hubungan Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan dengan Kepuasan Pendonor (Studi Korelasional pada Pelaksanaan Donor Darah di UTD PMI Kota Bandung)”. Kuesioner ini ditujukan untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi.
Adapun kriteria yang ditentukan dalam penelitian ini yaitu:
Apabila teman-teman termasuk dalam kriteria tersebut, jika berkenan dengan hormat saya ingin meminta partisipasinya untuk mengisi kuisioner berikut ini. Kerahasiaan data akan dijamin oleh peneliti sepenuhnya. Apabila terdapat pertanyaan, silahkan hubungi peneliti melalui email tasqiela@upi.edu.
Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Persetujuan Responden
Saya bersedia untuk berpartisipasi untuk menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Hubungan Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan dengan Kepuasan Pendonor (Studi Korelasional pada Pelaksanaan Donor Darah di UTD PMI Kota Bandung) ” . Saya memahami bahwa identitas dan bentuk data yang saya bagikan dalam penelitian ini akan dijamin kerahasiaannya serta hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Partisipasi penelitian ini bersifat sukarela sehingga saya memahami bahwa saya dapat menarik diri secara bebas jika dirasa terdapat unsur ketidaksesuaian.
Dengan ini saya bersedia berpartisipasi untuk mengisi kuesioner ini:
Informed Consent untuk Penelitian Eksperimen Pengujian Produk
Judul Penelitian: Pengaruh Penggunaan Krim Kulit Baru terhadap Kondisi Kulit pada Orang Dewasa
Peneliti: Dr. Amanda Kusuma, Universitas ABC
Tujuan Penelitian: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek penggunaan krim kulit baru terhadap kelembaban dan elastisitas kulit.
Prosedur: Anda akan diminta untuk menggunakan krim kulit yang disediakan oleh peneliti dua kali sehari selama empat minggu. Setiap minggu, Anda akan diminta datang ke laboratorium untuk pemeriksaan kulit yang memakan waktu sekitar 15 menit.
Risiko dan Manfaat:
Kerahasiaan: Semua data Anda akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk tujuan penelitian. Nama dan informasi pribadi Anda tidak akan dicantumkan dalam laporan penelitian.
Hak Partisipan: Partisipasi Anda sepenuhnya sukarela, dan Anda bebas untuk menghentikan partisipasi kapan saja tanpa ada konsekuensi.
Persetujuan: Dengan menandatangani formulir ini, saya menyatakan bahwa saya telah memahami informasi tentang penelitian ini dan setuju untuk berpartisipasi.
Nama : _______________
Tanda Tangan: _______________
Tanggal : _______________
Jika memiliki pertanyaan, opini, atau ingin sharing pengalaman berkaitan dengan topik dalam artikel ini. Jangan ragu menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share agar informasi dalam artikel ini tidak berhenti di Anda saja. Semoga bermanfaat.
Pada saat menerbitkan buku, penerbit yang dipilih sering menambahkan halaman prancis atau half title dalam…
Menggunakan tools pendeteksi AI tentu menjadi langkah tepat bagi guru dan dosen. Tools ini bisa…
Proses menulis biasanya diawali dengan menulis draft dan disebut sebagai draft pertama. Penulisan draft menjadi…
Salah satu tahapan penting dalam proses menulis adalah swasunting atau self editing. Melakukan swasunting membantu…
Menggunakan AI untuk parafrase memang menjadi pilihan banyak akademisi saat ini, baik itu dosen maupun…
Menggunakan AI untuk membuat mind mapping atau peta konsep, tentunya menjadi alternatif yang banyak dipilih.…