Ada cukup banyak kata serapan dari bahasa daerah Minangkabau masuk ke bahasa Indonesia. Bahasa Minangkabau menjadi salah satu bahasa daerah yang berkontribusi cukup besar dalam menambah kosakata di dalam bahasa Indonesia.
Mengenal berbagai kata serapan tersebut tentu penting untuk menambah perbendaharaan kata. Sehingga menunjang kelancaran dalam komunikasi sehari-hari. Lalu, apa saja kata serapan yang berasal dari bahasa Minangkabau? Berikut informasinya.
Dalam bahasa Indonesia, tentunya mengenai kelompok kata yang disebut sebagai kata serapan. Kata serapan sendiri adalah kata atau kosakata dari bahasa asing atau bahasa daerah yang sudah mengalami penyesuaian di dalam bahasa Indonesia. Penyesuaian disini seperti ada penyesuaian ejaan, penulisan, dan lain sebagainya.
Kata serapan kemudian tidak hanya berasal dari bahasa asing seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan lainnya. Namun juga berasal dari beberapa bahasa daerah yang menjadi bahasa keseharian berbagai suku di Indonesia.
Dikutip melalui salah satu artikel ilmiah yang dipublikasikan di jurnal Bapala, menjelaskan bahwa ada setidaknya 4 faktor yang membuat bahasa daerah masuk ke dalam bahasa Indonesia (menjadi kata serapan). Berikut penjelasannya:
Alasan yang pertama kenapa ada atau muncul kata serapan dalam bahasa Indonesia adalah karena kebutuhan kata baru. Bahasa Indonesia membutuhkan kosakata baru untuk berbagai kebutuhan.
Misalnya, keterbatasan padanan istilah dalam bahasa Indonesia untuk menyebutkan benda maupun aspek lain dalam kehidupan. Membuat bahasa Indonesia butuh tambahan kosakata yang kemudian diambil dari bahasa daerah.
Alasan yang kedua kenapa ada lebih banyak kata serapan dari bahasa daerah adalah terjadi kontak antara bahasa daerah tersebut dengan bahasa Indonesia. Hal ini terjadi ketika ada komunikasi antar suku, masyarakat lintas daerah, lintas provinsi, dll. Baik di kegiatan pendidikan, komunikasi di media sosial, dan sebagainya.
Alasan ketiga kenapa ada peneyerapan kata dari bahasa daerh ke bahasa Indonesia dan database KBBI adalah penggunaan bahasa daerah yang terbilang sering. Ketika seseorang dari daerah tertentu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang dikombinasikan dengan bahasa daerah.
Maka bahasa daerah melakukan kontak dengan bahasa Indonesia. Hal ini semakin sering terjadi, sehingga secara perlahan bahasa daerah menjadi kata serapan dalam bahasa Indonesia.
Alasan keempat kenapa ada kata serapan dari bahasa daerah Minangkabau dan daerah lain adalah untuk menyederhanakan frasa. Ada kalanya, suatu hal butuh frasa atau kalimat panjang jika dijelaskan memakai bahasa Indonesia. Namun, menjadi lebih ringkas ketika disampaikan dalam bahasa daerah.
Misalnya, kata serapan “gotong royong” dari bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia menjadi “bekerja bersama-sama untuk tujuan bersama” yang tentu terlalu panjang.
Salah satu bahasa daerah yang menyumbang kata serapan adalah bahasa daerah Minangkabau. Dimana ada cukup banyak kosakata yang masuk ke bahasa Indonesia. Kemudian, kata serapan tersebut masuk ke database KBBI yang menjelaskan definisi atau artinya.
Pada data di tahun 2022, menurut Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra Kemdikbud, Dr. Dora Amalia, terdapat 1.030 kata dari bahasa daerah Minangkabau menambah kosakata dalam bahasa Indonesia.
Jumlah ini tentunya bisa terus bertambah dari tahun ke tahun, karena adanya komunikasi antar suku di Indonesia. Sehingga ada lebih banyak kosakata bahasa Minangkabau menambah daftar kata serapan.
Membantu menambah perbendaharaan kata dari kata serapan, berikut adalah beberapa kata serapan dari bahasa daerah Minangkabau dan artinya di dalam KBBI:
Kata serapan pertama adalah kata “berang” yang dalam KBBI memiliki arti “sangat marah” dan “sangat gusar”. Kata berang berasal dari bahasa Minangkabau dan digunakan untuk mendeskripsikan kemarahan yang dirasakan seseorang atau diri sendiri.
Kata serapan yang kedua adalah kata “raun-raun” yang didefinisikan KBBI sebagai “berjalan-jalan berkeliling”. Bagi orang Minang, kata raun-raun digunakan untuk menjelaskan aktivitas sedang jalan-jalan atau melakukan rekreasi.
Kata ketiga yang berasal dari bahasa Minangkabau adalah “rinai” yang dalam KBBI memiliki definisi “gerimis”, “rintik-rintik;”, dan “tetes-tetes” yang mengarah untuk menjelaskan tentang hujan. Jika hujan tidak deras dan hanya menunjukan air menetes dari langit, maka bisa memakai kata rinai untuk mendeskripsikannya.
Berikutnya adalah kata “acapkali” yang berasal dari bahasa Minangkabau dan di dalam KBBI artinya “berulang kali” dan “sering kali”. Kata acapkali diambil dari bahasa Minangkabau “acok bana” dan digunakan untuk mendeskripsikan suatu hal yang terjadi berulang kali.
Kata serapan dari bahasa daerah Minangkabau berikutnya adalah “bagak” yang oleh orang Minang digunakan untuk mendeskripsikan sifat berani dari seseorang, diri sendiri, maupun kelompok. Dalam KBBI sendiri, bagak memiliki 3 definisi, yaitu “besar hati”, “bangga”m dan “berani”.
Kata serapan berikutnya adalah kata “surat” yang dalam KBBI memiliki definisi “musala”. Dimana masala sendiri adalah tempat salat atau beribadah bagi umat muslim. Masyarakat Minang sendiri menggunakan kata surau untuk menyebut masjid.
Kata serapan selanjutnya dari bahasa daerah Minangkabau adalah kata “subang”. Subang di KBBI diartikan sebagai perhiasan cuping telinga wanita yang biasanya berbentuk bundar pipih, terbuat dari emas dan sebagainya, ada yang bermata berlian dan sebagainya.
Masyarakat Minang sendiri memakai kata subang untuk menyebut anting-anting. Yakni perhiasan yang dikenakan para wanita di telinga (daun telinga). Baik yang dari logam mulia seperti emas maupun dari perak dan material lain.
Kata serapan dari bahasa daerah Minangkabau selanjutnya adalah kata “urang awak”. KBBI memberi definisi “sebutan orang dari suku bangsa Minangkabau dalam pergaulan”. Masyarakat Minang menggunakan kata ini untuk menyebut orang lain yang diceritakan.
Berikutnya adalah kata “diar” yang merupakan bentuk dasar dan orang Minangkabau memakai kata ini dengan imbuhan. Yakni menjadi “memperdiarkan”. Dalam KBBI, memperdiarkan artinya mendiamkan. Sebuah sikap untuk tidak mengajak bicara seseorang dengan sengaja.
Kata serapan selanjutnya adalah kata “madar”. Dalam KBBI, kata madar memiliki beberapa definisi. Adapun yang sesuai dengan konteks penggunaan di masyarakat Minang adalah “tidak berperasaan” atau “tebal telinga”. Kata madar bagi masyarakat Minang digunakan untuk menyebut orang yang bebal dan tidak penurut (suka membantah).
Kata serapan selanjutnya adalah kata “centang perenang”. KBBI mengartikannya sebagai tidak beraturan letaknya (malang melintang dan sebagainya); porak-parik; berantakan. Dalam masyarakat Minang sendiri, kata ini digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu yang bentuk atau penempatannya berantakan.
Berikutnya adalah kata serapan “anyir” yang di KBBI artinya ada dua. Pertama, berarti “berbau seperti bau ikan” atau “amis” dan yang kedua artinya “anak yang masih kecil dan belum dapat diajak berunding”. Masyarakat Minang sendiri menggunakan kata anyir untuk menyebutkan bau amis seperti pada ikan.
Sealnjutnya ada kata serapan “bansat” yang dalam KBBI memiliki dua arti, yakni “gembel” dan “miskin”. Kata ini sendiri termasuk kata yang punya konotasi negatif, biasanya untuk mendeskripsikan kondisi seseorang yang miskin.
Berikutnya ada kata “buak” yang dalam KBBI memiliki beberapa arti. Salah satunya berarti “tidak tetap hati, pikiran, dan sebagainya”. Dalam masyarakat Minang, kata buak sering digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang terpecah atau terbelah. Misalnya piring yang pecah.
Selanjutnya, ada kata serapan “gadang”. KBBI mengartikan kata gadang sebagai “besar”. Dalam masyarakat Minang sendiri, kata gadang memiliki makna beragam sesuai dengan sejumlah konteks. Kata gadang bisa digunakan untuk menyebut rumah yang besar, ladang yang luas, sampai jabatan penting seseorang.
Berikutnya yang merupakan kata serapan dari bahasa daerah Minangkabau adalah “inyik”. Dalam KBBI, inyik artinya “nenek” atau “kakek”. Bagi masyarakat Minang, kata inyik digunakan untuk memberi sapaan kepada orang yang usianya lebih tua. Selain diucapkan “inyik”, juga sering diucapkan “inyiak”.
Berikutnya adalah kata “den” yang dalam KBBI memiliki beberapa arti, arti yang paling relevan dengan konteks penggunaan masyarakat Minang adalah “saya”. Dalam masyarakat Minang, kata den digunakan sebagai kata ganti orang, yakni saya atau aku.
Kata serapan berikutnya adalah kata “gepuk” yang dalam KBBI diartikan sebagai “gemuk”. Masyarakat Minang sering menggunakan kata ini untuk mendeskripsikan seseorang yang terbilang gemuk atau punya berat badan berlebih.
Berikutnya adalah kata serapan “imbau” yang dalam KBBI memiliki 2 arti. Pertama, “panggil; sebut” dan yang kedua “pintakan; serukan”. Bagi masyarakat Minang kata imbau sering digunakan untuk memanggil seseorang maupun untuk mengajak seseorang untuk bergabung atau melakukan suatu kegiatan.
Berikutnya ada kata serapan “julo-julo”. Dalam KBBI sendiri, arti dari kata julo-julo adalah “arisan”. Arti lebih detail adalah “kegiatan pengumpulan uang atau barang yang sama nilainya untuk diundi di antara para pengumpul untuk menentukan siapa yang memperolehnya”.
Selanjutnya ada kata “kecek” yang dalam KBBI artinya “celoteh, cakap, omong (yang bukan-bukan dan bersifat negatif)”. Masyarakat Minang menggunakan kata ini untuk menjelaskan suatu kegiatan bercakap-cakap atau mengobrol. Bisa juga dalam konteks untuk menjelaskan adanya perkataan bijak orang tua.
Selanjutnya ada kata serapan “kaliki” yang dalam KBBI diartikan sebagai “pepaya” atau buah pepaya. Bagi masyarakat Minang, kata kaliki sering digunakan untuk menyebut buah pepaya dan olahannya. Misalnya carica papaya.
Selanjutnya ada kata serapan dari bahasa daerah Minangkabau yakni kata “Kareseh-peseh”. Dalam KBBI, Kareseh-peseh diartikan sebagai “bercakap-cakap dalam bahasa Eropa”. Artinya, kata ini digunakan untuk mendeskripsikan dua orang atau lebih yang bercakap tentang sesuatu yang tidak dipahami orang lain.
Selanjutnya ada kata “kempuh”. Definisi di dalam KBBI sendiri cukup beragam. Pertama, kempuh diartikan “empuk” jika digunakan untuk mendeskripsikan makanan. Kedua, artinya “ranum” jika digunakan untuk mendeskripsikan kondisi buah yang baru dipetik atau dipanen. Sehingga definisi beragam dengan berbagai konteks.
Berikutnya adalah kata “korong” yang dalam KBBI memiliki beberapa arti. Salah satunya “daerah (bagian) yang termasuk dalam lingkungan kampung”. Kata ini sering digunakan untuk menyebutkan suatu lingkungan yang termasuk dalam suatu kampung. Misalnya lingkungan A yang termasuk RT 1, RT 2, dan seterusnya.
Selanjutnya ada kata serapan “kudian” yang artinya dalam KBBI adalah “yang terakhir” atau “yang belakangan”. Masyarakat Minang menggunakan kata ini untuk menyebutkan urutan yang paling terakhir atau paling belakang.
Kata serapan berikutnya adalah kata “kucing air” yang kemudian sering disingkat menjadi kata “kucai”. Dalam KBBI, kucing air termasuk dalam perumpamaan. Artinya sendiri adalah “sebutan untuk orang yang berkhianat kepada temannya”. Jadi, ketika seseorang mengkhianati temannya, maka akan disebut kucing air.
Berikutnya ada kata serapan dari bahasa daerah Minangkabau, yakni kata “litak”. Dalam KBBI, arti dari litak adalah “letih” atau “lunglai (karena kelaparan)”. Kata ini bisa digunakan untuk mendeskripsikan kondisi diri sendiri atau orang lain yang mengalami kelelahan. Maupun yang lemah karena belum makan (lapar).
Kata serapan selanjutnya adalah kata “mandeh”. Dalam KBBI, mandeh artinya “mak”, “ibu”, atau “mama”. Biasanya digunakan untuk memanggil ibu dan digunakan oleh seorang anak.
Selanjutnya, ada kata serapan “mencilok”. Dalam KBBI, kata mencilok artinya “mengambil milik orang secara tidak sah”. Sehingga bisa digunakan untuk mendeskripsikan tindakan seseorang yang mencuri barang orang lain. Bisa juga untuk menyebut seseorang telah mencopet barang dan uang orang lain.
Selanjutnya, ada kata serapan “meracak” yang dalam KBBI artinya adalah “mengendarai”. Kata ini biasa digunakan masyarakat Minang untuk mendeskripsikan seseorang yang tengah mengendarai suatu kendaraan. Misalnya mengendarai motor, mobil, dan lain sebagainya.
Berikutnya adalah kata serapan “kanti” yang dalam KBBI artinya “teman; kawan; rekan”. Kata ini bisa digunakan untuk menyebut istilah teman. Misalnya saat jalan-jalan bersama teman, maka bisa mengatakan “jalan-jalan sama kanti”.
Berikutnya ada kata serapan “bersirobok. Dalam KBBI, bersirobok artinya “saling berpapasan; saling bertemu”. Kata ini bisa digunakan untuk menjelaskan pernah berpapasan atau bertemu dengan seseorang yang dibahas dalam percakapan. Maupun untuk bercerita pengalaman berpapasan dengan siapa di suatu tempat.
Kata serapan berikutnya dari bahasa daerah Minangkabau adalah kata “lasak”. Dalam KBBI, lasak artinya “selalu ingin bergerak” atau “tidak dapat tenang (diam)”. Kata ini bisa digunakan untuk mendeskripsikan seseorang yang cenderung tidak bisa tenang atau diam dalam waktu lama. Sehingga terlihat aktif bergerak.
Berkutnya adalah kata “picit yang juga sering digunakan dalam bentuk imbuhan seperti “memicit”. Dalam KBBI, picit artinya pencet. Sedangkan pencet, artinya adalah tekan keras-keras (dengan ibu jari dan sebagainya). Jika ada yang mengatakan “sambel picit” maka artinya sambal tersebut hasil dipencet-pencet jari.
Berikutnya adalah kata serapan “bingit” yang berasal dari bahasa daerah Minangkabau. Dalam KBBI, bingit punya artiberagam. Paling relevan dengan konteks penggunaan masyarakat Minang adalah definisi “iri hati” atau “dengki”. Kata bingit digunakan untuk mendeskripsikan sifat seseorang yang mudah iri atau dengki.
Selain beberapa kata serapan dari bahasa daerah Minangkabau yang disebutkan dan dijelaskan di atas. Tentunya ada lebih banyak kata serapan lain. Dimana sudah ada lebih dari 1.000 kata serapan dari bahasa Minangkabau di bahasa Indonesia.
Beberapa mungkin tidak familiar di telinga, karena memang jarang digunakan atau tidak pernah mendengar sebelumnya. Namun, kata serapan tersebut sudah masuk ke KBBI dan bisa digunakan dalam komunikasi harian. Baik dalam karya tulis maupun ketika berkomunikasi secara lisan.
Paragraf dikatakan sudah baik dan benar ketika memenuhi kriteria kelengkapan dan ketuntasan paragraf. Menyusun paragraf…
Para dosen di Indonesia, sudahkah mengetahui apa saja keuntungan menulis buku untuk sertifikasi dosen (serdos)?…
Menyebarluaskan hasil penelitian maupun pengabdian kepada masyarakat tidak hanya dalam bentuk artikel di jurnal ilmiah.…
Mencari tahu daftar singkatan bisa membantu menambah wawasan dan pengetahuan. Sebab, ada banyak informasi disampaikan…
Pada saat membaca suatu karya tulis, kadang menjumpai kalimat yang diawali kata kerja atau verba.…
Menyusun paragraf memang tidak selalu mudah. Sebab ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar paragraf…