Dasar Menulis

110 Daftar Kata Serapan dari Bahasa Sunda dan Masuk ke KBBI

Tahukah Anda, bahwa terdapat banyak kata serapan dari bahasa Sunda? Kata serapan yang memperkaya daftar kosakata di dalam bahasa Indonesia tidak selalu berasal dari bahasa asing. Akan tetapi juga berasal dari bahasa daerah, termasuk bahasa Sunda. 

Beberapa kata serapan yang berasal dari bahasa Sunda bahkan sudah masuk dalam KBBI. Sehingga menjadi kosakata baku yang bisa digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Lalu, apa saja daftar kata serapan tersebut? Berikut informasinya. 

Sekilas Tentang Kata Serapan

Sebelum membahas lebih dalam mengenai apa saja kata serapan dari bahasa Sunda. Maka tentu perlu membahas dulu mengenai apa itu kata serapan. Kemudian bagaimana bahasa Sunda yang merupakan salah satu bahasa daerah bisa menjadi bagian dari bahasa Indonesia. 

Dikutip melalui salah satu artikel ilmiah yang terbit di jurnal Lokabasa, menjelaskan bahwa kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing atau pun bahasa daerah kemudian digunakan dalam bahasa Indonesia disebut kata serapan bahasa Indonesia. 

Sehingga, ragam kosakata dalam bahasa Indonesia yang masuk ke dalam kategori kata serapan berasal dari bahasa lain. Selain dari bahasa asing seperti bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Inggris, dan sebagainya. Juga dari berbagai bahasa daerah di Indonesia. 

Salah satunya adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Sunda. Banyak diantaranya yang kemudian masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Sehingga menjadi bagian dari bahasa Indonesia sendiri. Bukan lagi hanya bagian dari bahasa Sunda yang umum digunakan masyarakat suku Sunda di Jawa Barat. 

Asal Kata Serapan Bahasa Sunda

Hasil dari sebuah penelitian, didapatkan bahwa bahasa Sunda sendiri memiliki sejumlah kata serapan yang diambil dari berbagai bahasa di dunia. Mulai dari bahasa Arab, bahasa Baduy, bahasa Inggris, bahasa Jawa, bahasa Kawi, bahasa Melayu, bahasa Latin, dan bahkan bahasa Indonesia. 

Kata serapan dalam bahasa Sunda sendiri paling banyak dari bahasa Arab, yakni mencapai 29,05%. Jadi, dari hasil penelitian ini bisa dipahami bahwa asal muasal bahasa Sunda adalah dari berbagai bahasa yang digunakan di beberapa negara di dunia. 

Disebut sebagai bahasa Sunda, karena memang menjadi bahasa yang umum digunakan berkomunikasi oleh suku Sunda di Indonesia. Mayoritas suku Sunda tinggal di Jawa Barat dan sampai di Banten. 

Bahasa Sunda kemudian secara perlahan ikut terserap ke dalam bahasa Indonesia. Sehingga ada banyak kata dari bahasa Sunda yang umum digunakan ketika berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. 

Contohnya, seperti kata aa yang dalam bahasa Sunda artinya adalah abang atau panggilan untuk kakak laki-laki yang secara usia dipandang lebih tua. Awalnya kosakata dari bahasa Sunda ini untuk komunikasi sehari-hari dalam konteks santai atau nonformal. Kemudian terus berkembang, hingga akhirnya resmi menjadi bagian dari bahasa Indonesia. 

Bentuk-Bentuk Kata Serapan dari Bahasa Sunda

Membahas mengenai kata serapan dari bahasa Sunda, tentu perlu ikut membahas juga bentuk-bentuknya. Secara umum, kata serapan dalam bahasa Indonesia memang terserap dalam berbagai bentuk. Inilah alasan kenapa kata serapan tertentu penulisannya sama persis dengan bahasa asalnya. Namun ada pula yang sebaliknya. 

Begitu pula kata serapan yang berasal dari bahasa Sunda, dimana bentuknya sangat beragam. Secara umum bentuk-bentuknya ada 5, berikut penjelasannya: 

1. Kata Dasar

Bentuk kata serapan pertama dari bahasa Sunda adalah kata dasar yang disebut juga dengan istilah kata utuh. Kata dasar adalah kata yang tidak mengalami proses morfologis (perubahan bentuk). 

Secara sederhana, kata dasar adalah kata dari bahasa Sunda yang masuk secara apa adanya ke dalam bahasa Indonesia. Sehingga tidak ada perubahan ejaan, perubahan bentuk penulisan, dan sebagainya. Misalnya kata aa, bager, bangor, dll. 

2. Kata Abreviasi (Kecap Wancahan)

Bentuk kata serapan kedua dari bahasa Sunda adalah kata abreviasi yang disebut dengan istilah kecap wancahan. Kata abreviasi adalah kata yang disebutkan sebagian dari kata dasar namun jika disebutkan sebagian tidak mengubah arti kata tersebut. 

Secara sederhana, kata serapan berbentuk kata abreviasi adalah kata serapan yang terbentuk dari hasil memperpendek (menyingkat) kata dasar sehingga membentuk kata baru akan tetapi makna tidak berubah (masih sama seperti makna bentuk kata dasarnya). 

Contohnya adalah kata moal bakal yang dalam bahasa Indonesia artinya  tidak akan. Kemudian kosakata dalam bahasa Sunda ini diperpendek menjadi moal yang artinya tetap tidak akan. Hanya saja dalam versi lebih pendek dan lebih praktis saat digunakan dalam berkomunikasi. 

3. Kata Berimbuhan

Bentuk kata serapan dari bahasa Sunda berikutnya adalah berbentuk kata berimbuhan. Kata berimbuhan adalah kata dasar yang mendapatkan tambahan berupa imbuhan (awalan, akhiran, sisipan, atau gabungan keduanya) sehingga membentuk kata baru yang maknanya juga baru. 

Kosakata dari bahasa Sunda beberapa ditambahkan imbuhan untuk kemudian masuk ke dalam daftar kata serapan di dalam bahasa Indonesia. Ciri khas imbuhan dalam bahasa Sunda juga cukup beragam, salah satunya imbuhan ka-. Seperti pada kata kabukti, kapaksa, dan kawilang

Imbuhan lain, adalah akhiran -na seperti pada kata antukna, daérahna, gerakan, ijinna, dan lain sebagainya. Dimana kata berimbuhan dari bahasa Sunda ini kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia. 

4. Kata Ulang

Bentuk yang keempat adalah kata serapan dari bahasa Sunda berbentuk kata ulang. Kata ulang disini adalah kosakata Sunda yang masuk ke bahasa Indonesia dan dipakai dalam bentuk reduplikasi (pengulangan kata).

Misalnya pada kata rampak-rampak dari kata bahasa Sunda rampak yang dalam bahasa Indonesia artinya bersama-sama atau berbarengan. Contoh lain adalah kata ciri yang kemudian berubah menjadi ciri-ciri dalam bahasa Indonesia. 

5. Kata Gabung

Bentuk kata serapan terakhir dari bahasa Sunda adalah kata gabung. Kata gabung disini adalah kosakata dari bahasa Sunda yang masuk ke bahasa Indonesia dengan cara diberi imbuhan dan diulang (kata ulang). 

Misalnya pada kata dicita-citakeun yang dalam bahasa Sunda, bentuk kata dasarnya adalah cita. Masuk ke bahasa Indonesia menjadi cita-cita dan kemudian diberi imbuhan di akhir (akhiran) -keun menjadi dicita-citakeun

Daftar Kata Serapan dari Bahasa Sunda

Setelah mengenal apa itu kata serapan dari bahasa Sunda dan bentuk-bentuknya. Maka tentu perlu memahami juga daftar kata serapan tersebut. Secara umum, jumlah kata serapan di bahasa Indonesia tidak terlalu banyak. Berikut beberapa diantaranya: 

  1. aa : akang (panggilan kepada laki-laki yang lebi tua atau kakak laki-laki), abang
  2. adu bagong : kegiatan mengadu babi hutan dengan anjing yang digelar di dalam sebuah arena
  3. ajengan : orang terkemuka, terutama guru agama Islam; kiai
  4. akang : kakak (laki-laki); abang; aa
  5. aki : kakek; datuk
  6. asup : masuk
  7. ambek : ambekan; cepat marah; pemarah
  8. babakan : dusun yang baru
  9. bakul : wadah atau tempat yang terbuat dari anyaman bambu atau rotan dengan mulut berbentuk lingkaran, sedangkan bagian bawahnya berbentuk segi empat yang ukurannya lebih kecil daripada ukuran bagian mulutnya
  10. balong : kolam untuk membudidayakan ikan
  11. bedog : golok
  12. bebegig : orang-orangan sawah ; kesenian tradisional Kabupaten Ciamis, berupa orang yang memakai topeng berwajah menyeramkan, biasa ditampilkan dalam bentuk karnaval yang diiringi musik tradisional
  13. bager : baik
  14. batagor : makanan khas Bandung yang dibuat dari tahu berisi adonan bakso kemudian digoreng, diberi kuah kacang atau kuah bakso; bakso tahu goreng
  15. bangor : nakal; suka usil (mengganggu)
  16. bajing : mamalia pengerat, memiliki badan relatif panjang, rambut halus, mata relatif besar, kaki belakang berjari empat, sedangkan kaki depan berjari tiga, rambut ekor lebat dan halus
  17. baraya : kerabat dekat
  18. berseka : senang memperhatikan kebersihan, terutama badan
  19. bibi : adik perempuan dr ayah atau ibu; makcik
  20. bobotoh : sebutan untuk pendukung sepak bola
  21. bodor : lucu; jenaka
  22. budak : anak; kanak-kanak:
  23. cager : sehat
  24. cempor : lampu minyak yang tidak memakai semprong (biasanya dibuat dari kaleng bekas yang dilubangi untuk tempat sumbu)
  25. cengek : cabai kecil yang rasanya sangat pedas; cabai rawit
  26. cileuncang : genangan air akibat hujan (karena tidak terserap tanah, saluran mampet, dan sebagainya)
  27. cucuk : duri
  28. cunihin : suka menggoda atau berbuat kurang sopan kepada lawan jenis (tentang laki-laki)
  29. coplok : tidak melekat lagi; tanggal; terlepas (seperti permata dari ikatannya); copot
  30. dahar : makan, santap.
  31. dampal : telapak; kaki
  32. dawuan : bendungan kecil
  33. dalu : ranum; terlampau masak (tentang buah-buahan)
  34. demplon : cantik dan montok
  35. doger : pertunjukan tari (tandak)
  36. emang : paman
  37. eneng : kata sapaan kepada anak perempuan atau gadis dari golongan menengah; neng
  38. gantar : galah
  39. ganteng : elok dan gagah (tentang perawakan dan wajah, khusus untuk laki-laki); tampan:
  40. gelis : indah; cantik; elok; bagus
  41. gelo : gila
  42. gemah ripah repeh rapih : subur, makmur, aman, dan damai; semboyan Pemerintah Provinsi Jawa Barat
  43. giung : rasa tidak enak di lidah karena terlalu manis atau terlalu banyak makan makanan yang manis-manis
  44. goyobod : campuran hunkwe dan santan encer yang direbus dan didiamkan hingga mengeras, merupakan bahan utama minuman es goyobod
  45. hawu : tungku dari tanah dengan lubang di atas untuk tempat peralatan masak dan lubang di depan untuk memasukkan kayu bakar
  46. hinyai : berminyak
  47. indung : mak; induk
  48. ipis : tipis
  49. janari : waktu yang menunjukkan sekitar pukul 4 pagi
  50. jukut : rumput
  51. kabita : tertarik dan menginginkan sesuatu yang dimiliki atau yang dialami orang lain
  52. kacapuri : pangkal kuku yang berwarna merah muda
  53. kalamangsa : perkawinan yang dianggap kurang baik karena tidak mengikuti perhitungan hari baik
  54. karuhun : nenek moyang; leluhur
  55. kasep : tampan (untuk laki-laki); cakap
  56. kawih :lagu tradisional dalam bahasa Sunda yang iramanya tidak teratur, dinyanyikan sambil bersajak: lagu — biasa dinyanyikan orang untuk mengiringi kecapi
  57. kembang : bunga (dipakai juga untuk menyebut berbagai macam bunga)
  58. kedul : malas
  59. kendi : tempat air bercerat (dibuat dari tanah)
  60. kiwari : zaman yang sedang dijalani saat ini; zaman kontemporer
  61. kolot : tidak modern; kuno; tua
  62. kuring : saya; aku
  63. kujang : senjata tajam khas suku Sunda, berbentuk melengkung setengah lingkaran, berujung runcing, tajam pada kedua matanya, biasanya bagian mata dan punggung pisaunya memiliki satu sampai sembilan lubang, lebih banyak digunakan untuk simbol dan azimat
  64. lasut : gagal atau tidak berhasil (tentang permainan tradisional)
  65. layung : kuning kemerah-merahan di langit pada saat matahari akan terbenam; mambang kuning
  66. lauk : daging, ikan, dan sebagainya (selain sayur) yang dimakan sebagai teman nasi
  67. lembur : bagian kampung yang merupakan kesatuan
  68. lesehan / berlesehan : duduk di lantai dengan beralaskan tikar dan sebagainya untuk suatu pertemuan, makan, minum, dan sebagainya
  69. leunca : tanaman sayuran, bercabang banyak, tinggi mencapai 1,5 m, bunganya berwarna putih, buahnya berupa buah buni, bulat dan berbiji banyak berwarna hijau, jika tua berwarna hitam, dimakan sebagai sayuran atau sebagai lalap; terung hitam
  70. liwet : memasak (nasi) dengan direbus
  71. lumpang : lesung; perkakas yang dibuat dari kayu atau batu yang berlekuk di tengahnya untuk menumbuk beras dan sebagainya
  72. mabal : memakai jalan yang tidak biasa ; tersesat dari kepercayaan yang benar ke kepercayaan yang salah ; membolos sekolah.
  73. marema : keramaian di pasar atau pusat perbelanjaan menjelang hari raya
  74. mamang : paman
  75. menyawer : menyebarkan uang, beras, dan sebagainya kepada undangan oleh pengantin
  76. mengulik : mengusut; menyelidiki
  77. maung : harimau
  78. manuk : burung; ayam
  79. mojang : perawan; gadis
  80. motekar : mampu menjalankan berbagai usaha untuk menambah pengetahuan atau untuk meningkatkan kehidupan
  81. munggahan : tradisi berkumpul dan makan bersama dengan keluarga atau teman untuk menyambut bulan Ramadan
  82. neng : kata sapaan kepada anak perempuan (yang orang tuanya patut dihormati)
  83. nini : nenek; kata sapaan kepada perempuan tua
  84. ontohod : sebutan untuk orang yang tidak tahu malu
  85. pameget : sapaan pembantu terhadap majikan laki-laki; tuan, laki-laki
  86. pantun : puisi tradisional Sunda berpola oktosilabik yang berisi kisah sejarah
  87. ponyo : lahap, nikmat (tentang makan makanan yang lezat)
  88. pundung : pergi atau berhenti melakukan sesuatu karena merajuk
  89. punten : permisi; maaf
  90. reog : seni tradisional sebagai hiburan rakyat (masyarakat) dengan lagu-lagu segar yang diiringi calung, diselingi sindiran atau pujian dalam bentuk humor
  91. ratu : sebutan untuk anak perempuan sultan Cirebon
  92. rampak : bergabung, dikumpulkan bersama, berbondong-bondong, dalam barisan rapat
  93. riung : (duduk) berkumpul
  94. sakakala : prasasti yang dikeluarkan oleh seorang raja atau pejabat untuk memperingati atau mengenang jasa dan karya raja sebelumnya ; asal-usul sebuah tempat
  95. salatri : sakit atau pingsan karena terlalu lapar atau terlambat makan
  96. sangu : apa yang dibawa dalam perjalanan (uang, makanan, dan lain-lain), bekal; bekal, biasanya berupa uang; pesangon.
  97. sampurasun : permisi: Sapaan khas Sunda, artinya salam penghormatan (dijawab: rampes).
  98. seeng : dandang penyangga asepan, terbuat dari tembaga
  99. situ: danau; telaga
  100. someah : ramah
  101. teteh : panggilan kepada kakak perempuan
  102. ujug-ujug : tiba-tiba
  103. ulukutek : masakan yang terbuat dari sayur-sayuran (biasanya leunca) dan oncom
  104. urang: orang
  105. utun : kata sapaan kepada laki-laki yang disayangi
  106. uyut : buyut; generasi keempat di atas ego (urutannya: bapak/ibu, datuk/nenek, moyang, buyut)
  107. ujang : kata sapaan kepada anak laki-laki; buyung
  108. walini : sawah yang terletak lebih tinggi dari permukiman
  109. wadul : mengadu pada seseorang
  110. wulanjar : janda yang tidak memiliki anak

Selain beberapa daftar kata serapan dari bahasa Sunda tersebut, tentunya masih ada kata serapan lainnya. Kemudian, jumlahnya bisa saja terus bertambah karena kosakata dalam bahasa Indonesia bisa terus berkembang. Tidak tertutup kemungkinan ada lebih banyak kosakata dari bahasa Sunda masuk ke bahasa Indonesia. 

Mengenal berbagai kata serapan tersebut tentu penting. Sehingga bisa menambah kosakata untuk menunjang kegiatan komunikasi. Baik komunikasi lewat lisan maupun melalui tulisan. Terutama bagi penulis, menguasai lebih banyak kosakata akan bermanfaat dalam mengmbangkan tulisan yang dibuat. 

Jadi, tidak akan rugi mempelajari lebih banyak kata serapan dari bahasa Sunda maupun dari bahasa daerah lain. Sehingga proses merealisasikan ide abstrak menjadi tulisan bisa lebih mudah dan lancar. Memahami maknanya juga penting, agar penggunaan kata serapan sudah sesuai dengan konteks.

Pujiati

Pujiati telah menjadi SEO Content Writer hampir 10 tahun. Dia berpengalaman menulis konten seputar dosen, kepenulisan akademis dan kreatif, serta kesehatan. Melalui tulisan, Pujiati merasa senang ketika apa yang ia tulis bermanfaat untuk pembaca.

Recent Posts

Kriteria Kelengkapan dan Ketuntasan Paragraf dan Cara Memenuhinya

Paragraf dikatakan sudah baik dan benar ketika memenuhi kriteria kelengkapan dan ketuntasan paragraf. Menyusun paragraf…

8 jam ago

Keuntungan Menulis Buku untuk Sertifikasi Dosen

Para dosen di Indonesia, sudahkah mengetahui apa saja keuntungan menulis buku untuk sertifikasi dosen (serdos)?…

8 jam ago

Urgensi Menerbitkan Buku Monograf sebagai Luaran Penelitian

Menyebarluaskan hasil penelitian maupun pengabdian kepada masyarakat tidak hanya dalam bentuk artikel di jurnal ilmiah.…

8 jam ago

300+ Daftar Singkatan yang Umum Digunakan dalam Keseharian

Mencari tahu daftar singkatan bisa membantu menambah wawasan dan pengetahuan. Sebab, ada banyak informasi disampaikan…

8 jam ago

Kalimat Partisipial dan Aturan Penerapannya dalam Bahasa Indonesia

Pada saat membaca suatu karya tulis, kadang menjumpai kalimat yang diawali kata kerja atau verba.…

8 jam ago

Kriteria Konsistensi Sudut Pandang dalam Paragraf yang Baik

Menyusun paragraf memang tidak selalu mudah. Sebab ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar paragraf…

8 jam ago