Dalam menulis mungkin kesalahan penulisan adalah hal wajar. Apalagi jika Anda terhitung penulis pemula. Entah dari tanda baca, typo, atau kesalahan kata sambung. Namun jika kesalahan kecil yang dilakukan berulang-ulang bisa jadi bumerang bagi si penulis. Nama baik yang sudah dibangun dengan susah, jika ada salah satu kata saja yang typo bisa menimbulkan kontroversi.
Kesalahan penulisan bisa dari tanda baca, kata sambung, typo, dan masih banyak lainnya. Meski jika Anda menulis buku sebelum masuk ke penerbit tetap akan dicek kembali oleh editor, namun Anda sebagai penulis juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa tulisan Anda tidak banyak kesalahan. Berikut ini adalah beberapa kesalahan penulisan yang sering terjadi.
Seringnya penulisan kata depan menjadi kesalahan yang sering terjadi. Hal ini biasa terjadi saat Anda menulis buku atau karya ilmiah, bahkan sebuah artikel. Bisa dibilang kesalahan ini paling sering ditemukan. Hal tersebut dapat terjadi karena ketidaktelitian atau ketidakpahaman mengenai perbedaan imbuhan dan penggunaan kata depan. Yang sering terjadi adalah kata depan “di” dan “ke” tidak ditulis terpisah dengan kata yang menunjuk tempat. Sementara itu, penulisan imbuhan “di-“ misalnya, justru ditulis terpisah.
Penulis perlu memahami konteks kata depan dan imbuhan supaya dapat menghindari kesalahan ini. Imbuhan dituliskan bersambung jika menjadi kata penghubung. Contoh penggunaan imbuhan yang ditulis bersambung antara lain ditulis, dinikmati, dibaca, dipublikasikan, dan lain-lain.
Sementara untuk kata depan lebih mengacu pada tempat, sebagai contoh: di jalan, di rumah, ke sekolah, ke Yogyakarta, dan lain-lain. Perlu dipahami juga, bahwa penulisan kata “dimana” tetap serangkai, sebab kata tersebut merupakan morfem yang dalam konteksnya merujuk pada kata tanya. Kata “dimana” sebaiknya juga tidak digunakan di kalimat berita atau untuk menjelaskan suatu keterangan.
Supaya Anda tidak sering melakukan kesalahan menuliskan kata depan dan imbuhan, sebaiknya Anda perlu membiasakan diri menulis dengan benar. Misal saat Anda menulis, sebaiknya tulislah sesuai dengan kaidah secara langsung. Jika terjadi kesalahan, penulis sebaiknya langsung memperbaiki penulisan tersebut sebelum menulis lebih jauh. Jadi penulis tidak perlu memperbaiki kesalahan penulisan setelah tulisannya selesai. Biasanya kesalahan ini terlewatkan, atau penulis sudah malas untuk memperbaiki cara membuat bukunya selama substansinya sudah selesai.
Kesalahan kedua yang sering terjadi adalah penulisan tanda baca. Ibarat dalam percakapan atau suara lisan, tanda baca berfungsi menggantikan absennya intonasi naik-turun, jeda, dan berhenti sebuah teks. Jika Anda menuliskan tanda baca secara sembarangan maka Anda sama saja mengubah makna narasi naskah tersebut. Misalnya, sebuah narasi tulisan tanpa ada titik atau koma. Orang yang membaca pasti akan tersengal-sengal membacanya sampai habis. Pembaca juga akan kebingungan menangkap maksud dari rangkaian kaliamat tersebut.
Kesalahan yang sering terjadi biasanya pada peletakan spasi sebelum tanda baca. Kesalahan ini biasa dibuat oleh kita yang baru belajar mengetik. Tetapi, ada juga yang sungguh-sungguh menganggapnya sebagai kaidah yang benar dalam menuliskan tanda baca, padahal tidak. Contohnya:
“ Apa kau punya mimpi , Tinah ? ” tanya Suyatmi .
yang benar, “Apa kau punya mimpi, Tinah?” tanya Suyatmi.
Peletakan spasi yang salah itu tidak hanya membuat intonasi saat membaca menjadi kacau, tetapi juga membuat ketikan berantakan. Oleh karenanya teks di atas harus diperbaiki. Kaidah dasar peletakan spasi dalam tanda baca adalah setelah tanda baca untuk menandakan permulaan kalimat baru, atau berakhirnya suatu jeda.
Kemudian menukarkan fungsi tanda seru dan tanda tanya. Hal ini terkadang sering terjadi pada kalimat langsung. Contohnya seperti ini.
“Apa-apaan itu!” teriak Pak Sugiono ketika melihat ikan lele raksasa bergejolak di dalam air.
“Bagaimana mungkin itu terjadi!”
Tanda seru digunakan untuk mengatakan perintah atau memberikan penegasan, sedangkan tanda tanya hanya memiliki satu fungsi yaitu fungsi interogatif yang membuat sebuah kalimat menjadi pertanyaan yang memerlukan jawaban. Jika kalimat tanya diberikan tanda seru, maka yang ada kalimat tersebut berubah makna menjadi kalimat retoris yakni kalimat yang tidak membutuhkan jawaban.
Kesalahan tanda baca lainnya adalah ketika Anda menggabungkan tanda baca pada satu kalimat. Contohnya seperti ini.
“Tahukah kamu di mana letak Pantai Kenjeran!? Lokasi wisata yang terletak di Provinsi Jawa Timur ini begitu menggoda dengan hamparan pasir putihnya yang bertemu dengan lautan biru,. Tergoda bukan, untuk pergi ke sana!!”
Sebenarnya penggunaan interrobang (!? atau ?!) masih menjadi peredebatan antara ahli bahasa. Pada beberapa narasi tulisan pop, penggunaanya masih dimaklumi. Tetapi akan menjadi mengganggu jika Anda menuliskannya secara berturut-turut. Hal ini justru menggangu intonasi narasi naskah.
Ada banyak kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia. Seringkali Anda akan menemui kata-kata dari bahasa Inggris, Arab, Belanda, atau bahkan bahasa daerah yang kemudian diserap dan diadopsi menjadi bahasa Indonesia. Karena berasal dari bahasa asing, tentu saja ada beberapa huruf yang ditransliterasikan ke dalam huruf latin yang sesuai kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia.
Hal inilah yang seringkali membingungkan ketika kita akan menggunakan kata serapan yang sering keliru dalam sebuah tulisan. Misalnya beberapa contoh kata berikut ini.
– Obyek : Ternyata, penulisan yang baku untuk kata ini adalah “objek“, dengan huruf j, bukan dengan huruf y. Penulisan ini mengikuti kata aslinya dalam bahasa Inggris, yakni object.
– Sosial Media : Kata sosial media hadir dari serapan bahasa Inggris social media, jika diartikan ke bahasa Indonesia menjadi “media sosial”. Sehingga bukan sosial media, tapi media sosial yang benar.
– Analisa : Banyak orang yang mengira yang benar kata analisa. Padahal tidak. Kata yang baku untuk “analisa” adalah “analisis“. Kata ini mengacu pada kata aslinya dalam bahasa Inggris, yakni analysis.
Dan masih banyak kata baku lain yang perlu Anda perhatikan saat menulis buku, karya ilmiah, dan berbagai macam tulisan lainnya.
Mungkin terdengar sepele, menentukan huruf kapital pada sebuah kalimat. Namun siapa sangka ketelitian penggunaan huruf kata sering diabaikan. Biasanya penulis lebih memperhatikan penulisan huruf, kata, hingga lupa memperhatikan huruf kapital. Penulis biasanya lebih peduli pada padunan kata pada setiap kalimat dan kebersambungan tulisan alias subtansi tulisannya ketimbang harus mengkoreksi huruf kapital.
Supaya Anda tidak salah dalam menuliskan huruf kapital, berikut ini aturan huruf kapital yang diambil dari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).
Contoh: 10 volt, 5 ampere, mesin diesel, garam inggris, gula jawa, jeruk bali.
Apakah Anda sedang atau ingin menulis buku? Dengan menjadi penulis penerbit buku Deepublish, buku Anda kami terbitkan secara GRATIS. Anda cukup mengganti biaya cetak. Silakan isi data diri Anda di sini. atau Anda bisa langsung Kirim Naskah dengan mengikuti prosedur berikut ini: KIRIM NASKAH
Jika Anda mempunyai BANYAK IDE, BANYAK TULISAN, tapi BINGUNG bagaimana caranya MEMBUAT BUKU, gunakan fasilitas KONSULTASI MENULIS dengan TIM PROFESSIONAL kami secara GRATIS disini!
Kontributor: Novia Intan
Dalam suatu penelitian kualitatif, bagian atau tahapan yang umumnya dipandang sulit oleh peneliti adalah analisis…
Melakukan studi literatur dalam kegiatan penelitian adalah hal penting, salah satu teknik dalam hal tersebut…
Dalam menyusun suatu kalimat, seorang penulis tentu perlu menghindari kalimat tidak padu. Kalimat jenis ini…
Salah satu teknik penentuan sampel penelitian adalah cluster random sampling. Sesuai namanya, teknik ini masuk…
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menjadi perbincangan hangat usai menerbitkan surat pengumuman berisi penolakan dicantumkan sebagai…
Dalam penelitian, peneliti perlu memahami cara menghitung sampel penelitian yang tepat. Sebab, sampel penelitian menjadi…