Menerbitkan sebuah tulisan tanpa adanya penerbit buku adalah sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Artinya pihak penerbit memegang peranan penting dalam proses tersebut. Bahkan kita juga harus memastikan apakah penerbit yang kita tunjuk untuk menerbitkan tulisan kita memang sudah legal secara hukum atau belum. Penerbit buku yang legal adalah mereka yang bisa memberikan nomor seri yang nantinya dicantumkan di dalam buku kita. Nomor tersebut secara tidak langsung juga melindungi diri kita sendiri sebagai seorang penulis yang memiliki hak cipta. Berangkat dari kondisi tersebut, kita perlu berhati-hati ketika memilih sebuah penerbit yang nantinya akan menjadi partner ketika akan menerbitkan buku. Hubungan yang dibangun tersebut pada dasarnya tidak hanya sebatas beberapa bulan saja, tetapi hingga bertahun-tahun atau selamanya. Apabila hubungan yang kita jalin cenderung berjalan lancar dan baik, maka peluang tulisan kita untuk kembali diterbitkan oleh penerbit yang sama juga akan semakin besar. Oleh karena itu, seorang penulis juga perlu untuk menjaga etika dalam menjalin hubungan dengan penerbit.
Ada beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan ketika kita ingin memilih sebuah penerbit buku yang nantinya akan menerbitkan tulisan yang sudah kita buat. Tidak hanya pertimbangan pasar, tetapi juga pertimbangan kualitas yang menjadi acuan sebuah penerbit. Kedua hal tersebut nantinya juga bergantung pada tipe penerbit yang ada. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa setidaknya ada 3 tipe penerbit yaitu idealis, pragmatis, dan campuran. Idealis adalah penerbit yang lebih mementingkan kualitas daripada keuntungan yang akan didapatkan kelak. Pragmatis adalah tipe penerbit yang lebih mementingkan keuntungan daripada kualitas buku yang diterbitkan. Terakhir, campuran adalah tipe penerbit yang mementingkan kedua aspek yang sebelumnya sudah disebutkan. Berangkat dari kondisi tersebut, kita perlu mempertimbangkan dan meneliti terlebih dahulu penerbit yang kita tuju satu per satu. Tipe campuran dinilai menjadi tipe yang tepat karena mempertimbangkan dua aspek sekaligus. Pada sisi yang lain, kita juga perlu menilai naskah kita sendiri apakah secara pasar bisa diterima oleh masyarakat tanpa mengesampingkan aspek kualitas dari tulisan yang kita buat.
Selanjutnya, ketika kita mulai menjalin hubungan dengan sebuah penerbit, ada beberapa aspek penting yang perlu kita ketahui. Aspek tersebut adalah kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh pihak penerbit buku dalam rangka menerbitkan dan memasarkan tulisan yang sudah kita buat. Berikut beberapa kewajiban penerbit yang perlu kita ketahui.
Salah satu kewajiban pihak penerbit buku yang perlu kita ketahui yaitu terkait dengan jumlah cetakan (oplah). Jumlah cetakan yang dihasilkan sebuah penerbit harus berpedoman pada kontrak yang sudah dibuatnya dengan pihak penulis. Apabila dalam kontrak tersebut tertuang 1000 cetakan, maka pihak penerbit harus mematuhi aturan tersebut. Untuk jumlah yang tercantum di dalam kontrak tentu berdasarkan kesepakatan antara pihak penerbit dengan penulis. Selanjutnya, untuk menghindari berbagai kemungkinan yang timbul, maka perlu juga disusun sebuah kesepakatan bersama yang terkait dengan jumlah perubahan oplah. Artinya ketika pihak penerbit ingin mengurangi atau menambah jumlah tersebut, penulis harus mengetahui rencana tersebut. Penulis memiliki hak untuk mendapatkan konsultasi dari pihak penerbit terkait dengan jumlah cetakan atau oplah yang akan dikeluarkan. Tanpa adanya persetujuan dari pihak penulis, maka pihak penerbit tersebut dianggap telah melanggar etika dalam dunia penerbitan buku.
Kewajiban selanjutnya yang perlu kita pahami yaitu terkait dengan royalti. Penerbit buku berkewajiban untuk memberikan royalti 10% dari harga jual sebelum ditambah PPN atas setiap buku yang terjual. Dari royalti tersebut, penulis nantinya akan mendapatkan tambahan penghasilan. Oleh karena itu, pihak penerbit juga berkewajiban untuk bersikap transparan terhadap jumlah buku yang berhasil terjual di pasaran. Pada sisi yang lain, kita sebagai seorang penulis juga perlu mengetahui perkembangan buku kita sendiri di pasaran. Caranya adalah dengan membangun komunikasi yang baik dengan pihak penerbit sehingga kita selalu mendapatkan informasi terbaru dari pihak tersebut. Selain itu, kita juga harus memiliki catatan sendiri terkait dengan jumlah buku yang berada di pasara. Dengan demikian, kita memiliki rekapan data yang bisa menjelaskan perkembangan buku yang kita terbitkan sendiri. Hasil rekapan tersebut nantinya juga bisa digunakan untuk menghitung jumlah royalti yang seharusnya kita dapatkan dari pihak penerbit.
Sebagai hal yang penting, kita harus memastikan bahwa royalti yang diberikan oleh pihak penerbit buku kepada kita memang sudah benar jumlahnya. Kita perlu memahami bahwa royalti adalah hak yang harus kita dapatkan. Di sisi lain, royalti adalah sebuah kewajiban bagi pihak penerbit terhadap penulis yang tulisannya diterbitkan oleh penerbit yang bersangkutan. Apabila royalti yang diberikan oleh penerbit tidak sesuai dengan yang tertulis di kontrak, maka penulis bisa melakukan penuntutan secara hukum. Pada kondisi yang lain, apabila ada perubahan terkait dengan jumlah royalti yang akan didapatkan oleh penulis, maka hal tersebut perlu dikomunikasikan bersama. Artinya ada kesepakatan bersama antara pihak penerbit dan penulis sehingga nantinya tidak menimbulkan kesalahpahaman terkait dengan hal tersebt. Kondisi tersebut nantinya juga menghindarkan kedua pihak tersebut dari permasalahan hukum atau perselisihan.
Hal terakhir yang perlu kita ketahui terkait dengan kewajiban penerbit buku adalah adanya komunikasi yang dibangun dengan pihak penulis. Penerbit berkewajiban memberi informasi kepada penulis apabila tulisannya akan dicetak ulang. Pencetakan tersebut mengandung dua makna sekaligus. Makna yang pertama bahwa pencetakan tersebut berarti menerbitkan kembali buku yang sama dengan beberapa hasil revisi. Tidak sedikit buku yang ada di pasaran adalah buku hasil revisi yang dilakukan bersama oleh pihak penerbit atau penulis. Revisi tersebut dilakukan setelah adanya penilaian dari pihak penerbit, penulis, atau pihak luar terkait dengan tulisan yang kita buat. Kondisi tersebut setidaknya bisa dalam bentuk pengurangan atau penambahan substansi dari tulisan yang sudah kita buat sebelumnya. Oleh karena itu, tidak heran ketika di pasaran ada beberapa jumlah cetakan seperti cetakan pertama, kedua, atau ketiga yang mungkin dari setiap cetakan tersebut ada penambahan konten.
Pada aspek yang lebih sempit, pencetakan ulang juga berarti menerbitkan buku yang sama tanpa adanya perubahan yang ada di dalamnya. Sebagai contohnya yaitu ketika buku yang dicetak di pasaran habis seluruhnya sehingga buku kita masuk dalam kategori buku best seller. Ketika permintaan di pasar masih tinggi, tetapi jumlah stok buku yang dimiliki oleh penerbit sudah habis, maka pencetakan ulang menjadi solusi yang jitu. Pada kasus tersebut, pihak penerbit perlu memberikan informasi kepada penulis. Apabila penulis menyetujui hal tersebut, maka penerbit buku akan mencetak kembali tulisan kita dalam jumlah yang sudah ditentukan untuk merespon permintaan pasar. Komunikasi tersebut tentu diharapkan akan berjalan seterusnya sehingga juga bisa saling memberikan manfaat satu dengan yang lainnya.
Referensi:
Arifin, Syamsul dan Kusrianto, Adi, 2009, Sukses Menulis Buku Ajar dan Referensi, Jakarta: PT Grasindo.
[Bastian Widyatama]
Dalam suatu penelitian kualitatif, bagian atau tahapan yang umumnya dipandang sulit oleh peneliti adalah analisis…
Melakukan studi literatur dalam kegiatan penelitian adalah hal penting, salah satu teknik dalam hal tersebut…
Dalam menyusun suatu kalimat, seorang penulis tentu perlu menghindari kalimat tidak padu. Kalimat jenis ini…
Salah satu teknik penentuan sampel penelitian adalah cluster random sampling. Sesuai namanya, teknik ini masuk…
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menjadi perbincangan hangat usai menerbitkan surat pengumuman berisi penolakan dicantumkan sebagai…
Dalam penelitian, peneliti perlu memahami cara menghitung sampel penelitian yang tepat. Sebab, sampel penelitian menjadi…