Penggunaan dan pemilihan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca menjadi hal yang tidak dapat dikesampingkan dalam menulis buku ajar.
Mengingat pembaca buku ajar adalah mahasiswa, sehingga untuk bisa menuis buku ajar yang baik perlu memperhatikan tata permainan bahasa yang jelas dan komunikatif melalui gaya ilmiah populer. Ilmiah populer dapat disimpulkan sebagai upaya penulis menyajikan tulisannya keluar dari kesan membuat dahi para pembacanya berkerut, dipenuhi istilah teknis, dan jargon keilmuan yang berat-berat. Walaupun demikian, ciri keilmiahan yang dikandung KTI populer tidaklah hilang. Ilmiah populer menjadi lebih komunikatif karena mengandung ciri emansipatoris, singkat, jelas, tepat, mencerahkan, dan objektif (Wibowo, 2013: 5). Pasalnya, buku ajar mesti mampu menciptakan daya imajinasi dalam diri mahasiswa pembacanya.
Mau menulis buku ajar tapi takut salah? Jadikan panduan ini pedoman dan Anda bisa mulai menulis buku ajar sekarang dengan benar!
EBOOK GRATIS! : Panduan Menulis Buku Ajar (Versi Cepat Paham)
Imajinasi tersebut tentu harus terkonteks dengan tata cara permainan bahasa buku ajar itu sendiri. Oleh karena itu, agar keterbacaan buku ajar bersifat komunikatif dan emansipatori, sehingga menciptakan daya imajinasi bagi mahasiwa pembacanya perlu memahami tata permainan bahasa buku ajar sebagaimana yang diuraikan dalam buku “Penulisan Buku Ajar Perguruan Tinggi: Hakikat, Formulasi, dan Problem Etisnya”, yaitu:
Dalam dunia kepenulisan, pada umumnya koherensi dinyatakan sebagai kejelasan hubungan antarunsur pembentuk kalimat atau alinea, yakni bagaimana hubungan antara subjek dan predikat, antara predikat dan objek, serta keterangan-keterangan yang menjelaskan tiap-tiap unsur itu. Koherensi menekankan segi struktur atau interrelasi antara kata-kata yang menduduki sebuah tugas dalam kalimat. Akan tetapi, di dalam perspektif Filsafat Bahasa Biasa, koherensi tidak semata-mata berhubungan dengan kejelasan hubungan antarunsur pembentuk kalimat, melainkan bagaimana ungkapan bahasa yang digunakan si penulisnya mampu merepresentasikan pikirannya secara satu dan utuh. Dengan demikian, buku harus disusun melalui ungkapan bahasa yang mengandung kesatuan dan keutuhan makna (bdk. Wibowo, 2011).
Berikut adalah contoh kutipan bab tentang “belanja daerah” dari naskah buku ajar berjudul, “Manajemen Belanja Daerah ” (Sylvia, STIE Nobel Indonesia, Makassar, 2010). Naskah pemenang Hibah Penulisan Naskah Buku Ajar DP2M Dikti Tahun 2010 ini dibangun melalui koherensi pokok-pokok pikirannya di sepanjang paragrafnya, sehingga imajinasi pembacanya dapat terfokus pada apa yang dimaksudkan si penulisnya tentang “belanja daerah” (perhatikan kata-kata yang digaris bawah)
_____________________________________
Belanja Daerah adalah belanja yang tertuang dalam APBD yang diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, dan pembinaan masyarakat. Belanja Daerah merupakan komponen dari APBD dan dilaporkan dalam proses akuntansi keuangan daerah pada Laporan Realisasi Anggaran.
Dalam pelaksanaan anggaran, belanja yang tertuang dalam APBD merupakan batas tertinggi dana yang dapat dibelanjakan oleh SKPD. Sejak menggunakan anggaran berbasis kinerja, maka dana yang oleh SKPD untuk belanja harus memerhatikan konsep value for money, yaitu efektif, efisien, dan ekonomis. Kasus-kasus penyelewengan dana APBD yang sering kita dapati banyak bersumber dari penggunaan dana yang tidak memerhatikan konsep value for money.
_____________________________________
Koherensi, atau “terintegrasi” dan “terpadu” juga bertalian dengan proses berpikir jernih, selaras dengan perspektif seorang penulis dalam menimbang segala sesuatunya secara objektif dan logis. Dengan berpikir jernih, berarti penulis mampu menjaga kesatuan dan keutuhan pelbagai pikiran yang muncul dalam tulisannya.
Konsistensi dapat berarti “ajek”, “taat asas”, dan “konsekuen”, di dalam buku ajar yang berkaitandengan sikap penulisnya dalam mengungkapkan masalah dan pemecahannya secara ilmiah. Implikasi dari hal ini adalah penulis harus memiliki rasa tanggung jawab dalam artian apa yang disajikan dalam buku ajar adalah berdasarkan penelitian yang sesuai dengan kaidah ilmiah. Oleh karena itu, buku ajar yang konsisten adalah buku yang berpijak pada tanggung jawab ilmiah. Konsistensi ini akan tampak pada dukungan fakta atau data yang cukup dan terpercaya. Suatu pendapat yang tidak didukung oleh fakta yang cukup dan terpercaya akan memunculkan analisis yang cenderung bersifat opini yang tidak konsisten. Sehingga perlu diperhatikan dalam menyusun kalimat harus runtut dan konsisten, jangan sampai melakukan peloncatan ide.
Konseptual yang dimaksud di sini adalah, suatu gagasan yang digunakan dalam penulisan buku ajar, prosedur atau urutan yang teratur dan runtut harus dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan yang konseptual dan terarah. Hal ini tentu saja dilakukan di dalam penelitian, melalui uji hipotetsis atau perumusan masalah, pengategorian data, dan kemudian menganalisis data. Hal ini patut digarisbawahi mengingat buku ajar pada hakikatnya cerminan penulisnya ketika berpijak dari “pundak” peneliti sebelumnya. Artinya, seorang penulis tidak mungkin menemukan suatu penemuan baru atau suatu teori baru secara tiba-tiba, mengingat adanya ungkapan “tidak ada yang baru di bawah matahari”. Oleh karena itu, kepiawaian seorang penulis buku, atau keilmiahan suatu buku, memang sangat ditentukan oleh hasil penelitian peneliti sebelumnya.
Buku ajar yang jelas, komunikatif, dan emansipatoris juga harus ditulis secara komprehensif, yakni lengkap, rinci, tuntas, dan menyeluruh. Hal ini agaknya berkelindan dengan prinsip koherensi. Tema yang jelas di dalam dunia kepenulisan justru akan tercermin hanya sebagai topik (gagasan utama keseluruhan tulisan). Ibarat pintu gerbang, gagasan topik akan membawa pembacanya ke keseluruhan isi tulisan. Ketika penulis menyuguhkan topik yang jelas berarti penulis juga menghargai pembacanya. Dengan menghargai pembacanya, berarti penulis memberdayakan daya empatinya (merasakan diri sendiri ke dalam sesuatu hal). Di dalam dunia kepenulisan, daya empati tersebut merujuk pada situasi bagaimana seorang penulis memproyeksikan dirinya sendiri ke dalam subjek tulisannya. Oleh karena itu, agar daya empati penulis dapat dimaksimalkan, penulis buku ajar mesti berpikir cermat dengan cara melihat segala sesuatu secara komprehensif, yakni hati-hati, teliti, seksama, ekstensif, atau menyeluruh. Dengan begitu, buku yang ditulis akan menimbulkan simpati pembaca.
Kelogisan cara berpikir seorang penulis buku harus tercermin dalam tulisannya. Berpikir logis adalah proses dalam menghubungkan tulisan (bahasa) dan logika (rasio). Dalam konteks penulisan buku ajar, proses berpikir logis dicerminkan dari: (1) definisi atau proses pembatasan makna yang dibuat oleh penulis buku ajar terhadap masalah penelitiannya. Sebuah buku ajar dikatakan memiliki pijakan logika yang kuat jika mengandung batasan-batasan yang jelas; (2) generalisasi, yaitu proses pemahaman penulis buku ajar terhadap sesuatu yang semula bersifat sempit menjadi bersifat umum atau sebaliknya. Generalisasi merupakan proses yang hakiki dalam berpikir logis, karena tanpa generalisasi tidak akan pernah ada evaluasi terhadap pengalaman-pengalaman. Dimana dengan kedua proses berpikir logis tersebut, maka kita akan terhindari dari kekeliruan epistomologis. Selamat Menulis !!
Referensi:
[Ulin Nafiah]
Pada saat menerbitkan buku, penerbit yang dipilih sering menambahkan halaman prancis atau half title dalam…
Menggunakan tools pendeteksi AI tentu menjadi langkah tepat bagi guru dan dosen. Tools ini bisa…
Proses menulis biasanya diawali dengan menulis draft dan disebut sebagai draft pertama. Penulisan draft menjadi…
Salah satu tahapan penting dalam proses menulis adalah swasunting atau self editing. Melakukan swasunting membantu…
Menggunakan AI untuk parafrase memang menjadi pilihan banyak akademisi saat ini, baik itu dosen maupun…
Menggunakan AI untuk membuat mind mapping atau peta konsep, tentunya menjadi alternatif yang banyak dipilih.…