Daftar Isi
Mengubah hasil penelitian menjadi buku tentu bisa dipertimbangkan oleh para dosen. Sebab lewat cara ini dosen bisa memaksimalkan publikasi dari hasil penelitian yang sudah dilakukan.
Selain itu, bisa meningkatkan manfaat penelitian dosen baik bagi personal dosen tersebut maupun bagi karir akademiknya. Hanya saja, proses mengubah hasil penelitian ke dalam naskah buku memang sedikit rumit. Apalagi jika belum terbiasa.
Dalam tri dharma perguruan tinggi, dosen memiliki tiga tugas pokok, yaitu tugas pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam kegiatan penelitian, dosen diwajibkan melakukan publikasi.
Publikasi apa? Publikasi hasil penelitian yang dilakukan dosen tersebut. Bentuk publikasi sangat beragam. Mulai dari artikel ilmiah yang dipresentasikan dalam prosiding, dipublikasikan ke jurnal ilmiah. Sampai publikasi dalam bentuk buku hasil penelitian.
Dalam menyusun dan menerbitkan buku, dosen tidak harus melakukan penelitian terpisah. Sebab bisa mengubah hasil penelitian menjadi buku. Kebanyakan dosen, mempublikasikan hasil penelitian dalam bentuk artikel ilmiah.
Padahal, satu hasil penelitian bisa dipublikasikan dosen menjadi dua bentuk. Pertama, menjadi artikel ilmiah yang terbit di jurnal nasional maupun jurnal internasional. Kedua, dalam bentuk buku.
Terkait menerbitkan buku, dosen juga bisa mengubah skripsi, tesis, maupun disertasi menjadi naskah buku dan kemudian diterbitkan. Terbitan dalam bentuk buku bisa disebut sebagai salah satu dari beberapa bentuk luaran kegiatan penelitian dosen.
Dalam dunia akademik, buku terbitan dosen ini bisa dalam bentuk buku ajar, buku referensi, buku monograf, dan juga bunga rampai atau book chapter. Jika menerbitkan salah satunya maka dosen bisa melaporkannya dalam laporan BKD dan mendapat tambahan angka kredit.
Baca Juga : Mengubah Karya Ilmiah Menjadi Buku di Deepublish, Tertarik?
Melaksanakan penelitian adalah kewajiban dosen, begitu juga mempublikasikan hasilnya. Keduanya wajib dilakukan dosen dan kemudian juga menjadi kebutuhan. Disebut demikian karena bermanfaat untuk pengembangan diri dan karir akademik.
Publikasi memang tidak melulu harus dalam bentuk jurnal maupun prosiding. Hasil penelitian juga bisa diterbitkan dalam bentuk buku. Bahkan ada banyak alasan kenapa publikasi dalam bentuk buku ini perlu dipertimbangkan dan diprioritaskan. Yaitu:
Dalam satu semester, setiap dosen wajib menyusun laporan BKD dan memenuhi batas beban kerja minimal. Yaki di kisaran 12-16 SKS. Jumlah SKS ini ternyata lebih mudah dipenuhi dosen jika menerbitkan buku.
Misalnya, menerbitkan buku monograf membantu dosen mendapatkan 5 SKS sementara untuk referensi bisa mencapai 10 SKS. Per tahun dosen maksimal menerbitkan satu judul buku.
Bandingkan dengan menjadi pembimbing skripsi yang hanya 1 SKS. Namun, meskipun begitu dosen harus melaksanakan seluruh tugas dalam komposisi yang sesuai ketentuan. Publikasi buku bisa dianggap sebagai booster memenuhi BKD.
Tak hanya beban SKS, menerbitkan buku diketahui juga memberikan tambahan KUM atau angka kredit yang cukup besar. Misalnya untuk buku monograf maka dosen mendapatkan 20 poin KUM sehingga bisa mempercepat kenaikan jabfung.
Menerbitkan hasil penelitian dalam bentuk artikel ilmiah, baik ke prosiding maupun jurnal memiliki jumlah pembaca terbatas. Sebab target pembacanya adalah masyarakat ilmiah.
Berbeda dengan menerbitkan ke bentuk buku, dimana target pembaca adalah masyarakat luas. Baik masyarakat ilmiah maupun masyarakat non ilmiah atau awam. Sehingga, target pembaca lebih luas dan hasil penelitian memberi manfaat ke lebih banyak orang.
Buku yang diterbitkan dari hasil penelitian, misalnya dari proses mengubah hasil penelitian menjadi buku. Maka bisa difungsikan sebagai kartu nama. Misalnya dibawa ke acara seminar.
Alih-alih memperkenalkan diri ke dosen lain dengan kartu nama konvensional. Dosen bisa memberikan buku cetak sebagai pengganti kartu nama yang tentu lebih berkesan dan lebih prestisius.
Alasan berikutnya kenapa mengubah hasil penelitian menjadi buku adalah untuk mendapatkan royalti. Jika dosen menerbitkan ke jurnal maka dosen tidak mendapatkan royalti. Berbeda dengan buku, dimana bisa memberi pemasukan pasif.
Jika diperhatikan, biaya publikasi ke jurnal dengan publikasi ke dalam bentuk buku bisa dijumpai perbedaan nominal yang jauh. Publikasi dalam bentuk buku lebih ekonomis, padahal kedepan memberikan royalti. Sehingga bisa dipertimbangkan.
Baca Juga : 7 Cara Mengubah Artikel Ilmiah Menjadi Buku dengan Mudah
Lalu, bagaimana cara mengubah hasil penelitian menjadi buku? Proses mengubah suatu karya tulis ilmiah menjadi naskah buku dikenal dengan istilah parafrase konversi. Dalam prosesnya akan dilakukan perubahan struktur bab, gaya bahasa, dan lain sebagainya.
Proses parafrase ini kemudian melewati setidaknya empat tahapan, berikut penjelasan detailnya:
Tahap pertama adalah mengubah atau melakukan penyesuaian anatomi, dimana ada perbedaan signifikan antara anatomi artikel ilmiah dengan naskah buku. Pada buku anatomi ini mencakup 4 bagian.
Yakni cover, bagian preliminaries, text matter, sampai postliminaries. Dalam mengubah hasil penelitian menjadi buku maka perlu menyusun bagian demi bagian. Nantinya akan ada halaman baru dan ada halaman yang isinya dibuat sama.
Selain itu, akan ada beberapa halaman di dalam KTI yang akan dihapus. Misalnya di artikel ilmiah biasanya ada abstrak sementara di naskah buku tidak. Jadi, akan ada proses penyesuaian agar anatomi naskah sesuai karakter khas buku.
Tahap kedua dalam mengubah judul. Judul di dalam KTI cenderung kaku dan kadang kala sangat panjang. Karakter judul di dalam naskah buku berbeda, dimana perlu ditambahkan kata yang menarik dan tidak harus kata baku.
Hanya saja dalam buku terbitan dosen, setiap kata di dalam judul wajib kata baku. Kemudian disusun dengan menggunakan pilihan kata yang dinilai lebih menarik. Sekaligus ditambahkan kata yang mengundang rasa penasaran.
Contohnya, menyusun artikel ilmiah dengan judul “Perawatan Kaki pada Penderita Diabetes Melitus di Rumah”. Judul ini untuk buku tentu kelewat kaku dan bisa diubah menjadi “Kiat Merawat Kaki Penderita Diabetes yang Bisa Dilakukan Sendiri di Rumah”.
Tahap berikutnya adalah penyuntingan yang dilakukan secara mandiri. Yakni dimulai dengan membaca ulang naskah. Jika dirasa ada kesalahan susunan kalimat, maka bisa diperbaiki segera. Begitu juga dengan proses merapikan naskah.
Tahap akhir adalah mengirimkan naskah dari proses mengubah hasil penelitian menjadi buku yang sudah diselesaikan ke penerbit. Lebih baik mengirim naskah ke penerbit yang memang fokus pada penerbitan buku ilmiah agar kredibilitas terjamin.
Download Ebook Panduan Ringkas Menulis Buku Monograf agar proses menulis buku monograf menjadi mudah.
Tertarik untuk mengubah hasil penelitian menjadi buku? Jika terlalu sibuk atau mungkin mengalami kesulitan alias tidak paham caranya. Maka tidak perlu cemas, karena bisa memakai layanan parafrase dari Penerbit Deepublish.
Kabar baiknya, saat ini sedang digelar Promo Parafrase Konversi 2023 yang memberikan diskon parafrase sampai 10% dan diskon cetak sampai 30%. Manfaatkan promo yang dibuka dari 10 Maret 2023 sampai 10 April 2023 ini untuk efisiensi proses konversi. Ambil promonya sekarang juga!
Baca Juga :
11 Tips Mengubah Skripsi/Tesis/Disertasi Menjadi Buku
Webinar Strategi Mengubah Hasil Penelitian Menjadi Buku Monograf
Dalam suatu penelitian kualitatif, bagian atau tahapan yang umumnya dipandang sulit oleh peneliti adalah analisis…
Melakukan studi literatur dalam kegiatan penelitian adalah hal penting, salah satu teknik dalam hal tersebut…
Dalam menyusun suatu kalimat, seorang penulis tentu perlu menghindari kalimat tidak padu. Kalimat jenis ini…
Salah satu teknik penentuan sampel penelitian adalah cluster random sampling. Sesuai namanya, teknik ini masuk…
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menjadi perbincangan hangat usai menerbitkan surat pengumuman berisi penolakan dicantumkan sebagai…
Dalam penelitian, peneliti perlu memahami cara menghitung sampel penelitian yang tepat. Sebab, sampel penelitian menjadi…