Dalam dunia kepenulisan, terdapat beberapa aturan yang harus diikuti penulis. Salah satunya aturan mengenai penulisan “saya” yang benar seperti apa.
Dalam menulis karya berbahasa Indonesia, penulisan kata “saya” tentu perlu disesuaikan dengan ketentuan yang mengacu pada EYD. Menariknya, kata “saya” yang merupakan salah satu bentuk kata ganti persona atau orang memiliki aturan khas.
Sering menimbulkan kebingungan penulis, apalagi berhadapan dengan aturan penulisan kata “Anda”. Apakah Anda berada di situasi seperti ini? Jika masih bingung atau belum menemukan jawaban pasti mengenai tata aturan penulisan “saya”, silakan menyimak penjelasan berikut sampai habis.
Sebelum membahas lebih dalam mengenai tata aturan penulisan “saya” yang benar seperti apa. Maka dibahas dulu mengenai beberapa hal mendasar, misalnya dari segi definisi kata “saya” itu sendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “saya” memiliki definisi sebagai orang pertama yang lebih takzim daripada aku. Sementara dalam KBBI sendiri, kata “aku” memiliki definisi sebagai pronomina pertama tunggal, biasanya dipakai di percakapan yang akrab.
Percakapan akrab di sini adalah untuk ragam kondisi yang membentuk suasana akrab dan tidak formal. Misalnya percakapan antara orang tua dengan anaknya, percakapan antara pimpinan kepada bawahannya, dan sebaliknya. Umumnya, orang-orang memakai kata “aku”.
Sebaliknya, saat percakapan dilakukan dengan kebutuhan mengedepankan kesopanan dan menunjukan rasa hormat, pemakaian kata “saya” lah yang dipilih. Misalnya percakapan antara bawahan ke pimpinan.
Jadi, secara makna antara kata “saya” dengan kata “aku” adalah sama. Keduanya menyebutkan pronomina pertama tunggal. Secara sederhana, keduanya sama-sama menyebutkan orang pertama yang menjadi pembicara atau penulis.
Ketika menuliskannya dalam kalimat, kata “saya” akan menjadi kalimat baku yang sesuai EYD sebab “saya” dan “aku” merupakan kata baku menurut EYD. Namun, perbedaan keduanya terletak dari segi nilai rasa.
Artinya, kata “saya” dirasa lebih formal dan lebih sopan dibanding kata “aku”. Misalnya saat menulis surat formal seperti surat ke perusahaan, mayoritas memilih memakai kata “saya” dibanding kata “aku”. Memahami hal ini, menulis kata “saya” yang baik dan benar sesuai ketentuan menjadi penting.
Menggunakan kata “saya” akan lebih sering dilakukan jika Anda cukup sering menyusun karya tulis ilmiah maupun dokumen resmi. Maka berikut adalah beberapa aturan untuk penulisan kata “saya” yang benar sesuai dengan EYD:
Aturan yang pertama untuk penulisan kata “saya” adalah ketika ditempatkan di awal kalimat. Sesuai dengan aturan tata penulisan kalimat yang baik dan benar, huruf pertama pada kalimat ditulis secara kapital.
Kata “saya” yang ditempatkan sebagai kata pertama suatu kalimat akan diawali dengan huruf kapital. Berikut contohnya:
Aturan kedua terkait penulisan “saya” yang benar adalah ketika ditempatkan di tengah kalimat. Setiap kata “saya” yang ada di tengah kalimat tidak perlu diawali dengan huruf kapital.
Semua huruf dari kata “saya” ditulis dengan huruf kecil secara keseluruhan. Hal ini yang membedakan aturan penulisan kata “saya” dengan “Anda”. Sebab kata “Anda” menjadi satu-satunya pronomina persona yang wajib diawali dengan huruf kapital, dimanapun posisi kata tersebut dalam kalimat.
Berikut adalah beberapa contoh penulisan kata “saya” yang berada di tengah kalimat sesuai ketentuan EYD:
Lalu, seperti apa aturan penulisan “saya” yang benar jika berada di akhir kalimat? Aturan penulisan jika ditempatkan di akhir kalimat adalah sama seperti di poin sebelumnya, yaitu ditulis dengan huruf kecil secara keseluruhan.
Sebab sekali lagi, satu-satunya jenis pronomina persona yang wajib diawali dengan huruf kapital adalah kata “Anda”. Baik itu ketika ditempatkan di awal, tengah, maupun akhir kalimat. Sementara itu, kata “saya” memiliki aturan berbeda.
Oleh sebab itu, setiap kali kata “saya” berada di bagian akhir kalimat maka akan ditulis dengan huruf kecil semuanya. Supaya tidak bingung, berikut beberapa contoh dalam kalimat:
Setelah memahami seluruh aturan penulisan “saya” yang benar seperti apa, maka penting untuk membahas mengenai aturan penggunaannya dalam karya tulis ilmiah. Mayoritas karya tulis ilmiah bisa disebut tidak pernah menggunakan kata ganti “saya”.
Kata ganti ini digunakan untuk menggantikan nama penulis, nama peneliti, dan sebagainya. Pada dasarnya, penggunaan kata “saya” di dalam karya tulis ilmiah seperti skripsi maupun tesis dan disertasi tidak dilarang.
Kata ganti tersebut adalah kata baku yang memiliki makna jelas di dalam KBBI dan baku menurut EYD. Namun, mayoritas akademisi dan peneliti menghindari penggunaan kata “saya” dan diganti dengan kata “penulis” maupun “peneliti”.
Mengapa penyebutan kata “saya” dihindari? Berikut beberapa alasan kenapa penulisan “saya” dihindari dalam karya tulis ilmiah:
Alasan yang pertama kenapa kata “saya” dalam penulisan karya tulis ilmiah perlu diminimalkan bahkan tidak digunakan sama sekali adalah karena adanya kultural wajib (sebuah budaya internal suatu perguruan tinggi yang menjadikan hal ini wajib diikuti).
Contohnya, setiap perguruan tinggi biasanya merilis buku panduan dalam menyusun skripsi, tesis, dan disertasi. Dalam buku panduan tersebut biasanya akan mencantumkan aturan penggunaan kata ganti, yakni dengan “penulis” atau “peneliti”.
Setiap perguruan tinggi memiliki kebijakan berbeda untuk menentukan kata ganti kata “saya”. Kebijakan ini tentu saja menjadikan penulisan “saya” dilarang digunakan dalam menyusun tugas akhir tersebut.
Inilah yang membuat karya tulis berupa skripsi maupun tesis dan disertasi tidak pernah dijumpai menggunakan kata “saya”.
Alasan kedua kenapa penulisan “saya” yang benar sekalipun tidak dianjurkan untuk tercantum di karya tulis ilmiah adalah untuk menunjukkan objektivitas. Seperti yang diketahui, karya ilmiah bersumber dari penelitian yang sifatnya ilmiah.
Segala sesuatu maupun karya yang bersifat ilmiah diwajibkan bersifat objektif dalam artian netral dan tidak mengedepankan asumsi pribadi peneliti dan penulisnya. Objektivitas ini dipandang bisa disampaikan ke pembaca karya ilmiah ketika menggunakan kata ganti bukan “saya” apalagi “aku”.
Misalnya diganti dengan kata “peneliti” yang dipandang menunjukan objektivitas dari kegiatan penelitian dan isi naskah karya ilmiah tersebut. Lain halnya jika memakai kata “saya” yang akan menunjukan jika kalimat dalam naskah adalah asumsi pribadi penulisnya.
Menghindari dugaan tersebut, perguruan tinggi hingga pengelola jurnal mewajibkan penggunaan kata ganti selain “saya” sehingga objektivitas bisa ditunjukkan dan disadari oleh para pembaca.
Alasan berikutnya karena ada saran dari berbagai pihak untuk mengganti kata “saya” dengan kata “peneliti”. Terutama untuk karya ilmiah yang dipublikasikan untuk diakses oleh masyarakat luas.
Misalnya artikel ilmiah untuk prosiding maupun jurnal ilmiah, dan juga dalam bentuk penerbitan buku. Dengan demikian, penggunaan kata “saya” menjadi tidak pernah dilakukan dan dijumpai. Penulis kemudian lebih mengutamakan pemakaian kata “peneliti”.
Pada tugas akhir seperti skripsi, tesis, dan disertasi biasanya oleh perguruan tinggi disarankan untuk mengganti kata “saya” dengan “penulis”. Meskipun begitu, beberapa perguruan tinggi bisa saja memiliki kebijakan berbeda.
Sebagai catatan tambahan, penggunaan kata “saya” dalam penulisan karya tulis ilmiah tidak dilarang secara mutlak. Sesuai penjelasan sebelumnya, kata ini hanya perlu jarang dipakai bukan tidak boleh dipakai sehingga tidak mutlak semua karya ilmiah bebas dari kata “saya”.
Namun, saat mencantumkan kutipan langsung dan ada kata “saya”, silakan dibuat apa adanya tanpa perlu diubah menjadi “penulis” maupun “peneliti”. Jika diubah maka ada kekhawatiran akan menjadikan makna kalimat rancu dan memicu kesalahpahaman.
Dalam menyusun karya ilmiah, Anda tak jarang perlu menuliskan suatu satuan atau ukuran. Penulisan satuan…
Kegiatan penelitian yang dilakukan para dosen dan peneliti tentunya tidak terlepas dari tahap analisis tren…
Mempelajari tips visualisasi data penelitian tentu penting bagi seorang dosen dalam mengurus publikasi ilmiah. Sebab…
Penulisan pasal dan ayat yang benar di dalam bahasa Indonesia ternyata diatur sedemikian rupa. Artinya,…
Kegiatan penelitian diketahui memiliki banyak teknik, salah satunya adalah teknik grounded theory. Teknik penelitian ini…
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) resmi mengumumkan pembukaan program Bantuan Akreditasi Program Studi…