Teknik menulis terhambat bisa saja karena sisi kelemahan penulis itu sendiri. Meskipun berbakat sekalipun, penulis pemula akan selalu memilki kelemahan yang lebih besar daripada penulis senior. Sudah menjadi hukum alam. Jurang pembeda antara pemula dengan senior, tidak lain dan tidak bukan, adalah pengalaman. Maka dari itu, bakat saja tidaklah cukup jika ingin sukses dalam teknik menulis buku. Pengalaman itu penting!
Ada beberapa kelemahan yang dimiliki oleh penulis dalam melakukan teknik menulis buku, sehingga penulis senior juga dapat terjatuh dalam kesuksesan yang penuh dengan fana. Seperti kata pepatah, “semakin tinggi sebuah pohon, maka akan semakin kencang angin yang bertiup.” – yang mengajarkan bahwa semakin sukses seseorang, maka akan semakin susah rintangan yang harus dihadapi. Karier menjalankan teknik menulis buku juga mempunyai hukum alam yang sama. Penulis senior juga pun dapat terjatuh karena sudah merasa ‘mapan’. Kemapanan tersebut mengakibatkan penulis senior cendurung tidak mengeksplorasi kemampuan menulisnya dan cara menerbitkan lagi, mengulang-ulang topik, dan merasa sudah aman dan nyaman di penerbit buku langgananya. Padahal, menulis buku dan menerbitkan di penerbit buku adalah pekerjaan yang siklusnya selalu berubah-ubah sesuai permintaan pangsa pasar pembaca.
Selanjutnya, kepada penulis pemula, tentunya pengalaman adalah kelemahan utama dalam meniti kariernya. Namun, pengalaman itu sifatnya dapat diperoleh dengan melakukan trial and error alias dapat mudah diperoleh dengan hanya menjalankan aktivitas utamanya saja – yang dalam kasus ini adalah teknik menulis buku. Walaupun besar, kelemahan tersebut adalah hal yang paling mudah diatasi oleh penulis pemula.
Lalu, masih adakah kelemahan yang patut diwaspadai oleh pemula? Jawabanya ADA. Penulis pemula akan selalu memiliki kelemahan yang signifikan sebelum mereka naik pangkat sebagai penulis senior. Berdasarkan hal itu pula, berikut ini adalah kelemahan-kelemahan signifikan yang akan selalu ada dalam diri seorang penulis berkategori ‘pemula’.
Penulis pemula biasanya kurang tekun mengkikuti perkembangan isu-isu terkini yang ada di dalam masyarakat. Kalaupun mengetahui isu-isu tersebut, penulis pemula biasanya masi lemah dalam menangkap esensi di dalamnya. Maksudnya, penulis pemula masih belum dapat berpikir secara kritis dan logis dalam suatu masalah. Sehingga kelemahan berpikir aktual inilah yang sering menghambat proses teknik menulis si penulis, karena tidak memahami penyusunan kerangka pokok masalah.
Hal ini lebih kerap terjadi kepada penulis pemula yang masih kurang membaca. Penulis semacam ini cenderung memilki hasrat yang menggebu-gebu dalam teknik menulis buku, namun beraksi dalam spekulasi (baca: bertaruh kepada hal yang tak pasti). Miskinnya literatur adalah masalah pokok bagi penulis pemula karena apa yang ditulis hanya berdasarkan pengalaman semata dan omongan yang belum jelas sumbernya.
Cerita tambahan yang disisipkan kedalam plot cerita utama disebut filler. Istilah filler mulai nge-trend digunakan saat sebuah program seri animasi asal Jepang yang ditayangkan di sebuah stasiun televisi swasta, muncull di layar kaca kita. Banyak sekali penggemar yang tidak suka dengan konsep plot tersebut karena akan memperpanjang cerita, serta membuat kesan pokok dari cerita utama tersebut menjadi luntur. Hingga pada akhirnya, rating seri animasi tersebut semakin bulannya semakin anjlok.
Maksud dari kasus tersebut adalah memberikan gambaran jelas tentang apa yang dimaksud pembahasan yang melebar. Dalam teknik menulis buku, penulis pemula biasanya belum begitu paham dengan alur cerita (bagi tulisan fiksi) atau alur gagasan (bagi tulisan nonfiksi), sehingga menambahkan bahasan-bahasan yang sebenarnya tidak perlu. Satu masalah diangkat dan belum diperdalam, tiba-tiba sudah mengangkat masalah lainnya. Begitu terus berulang-ulang, sehingga terlihat sekali banyak jalan yang harus ditempuh. Ketika sudah sampai pada ending-nya, malah lupa tentang kaitan solusi dengan segala masalah yang telah dipaparkan.
Penulis pemula biasanya masih terlalu ‘polos’ dalam mengambil sudut pandang penulisan. Penulis pemula cenderung tidak berani mengambil resiko dalam memgambil sudut pandang penulisan, karena takut jika tulisannya dapat menjustifikasi pembaca. Misalkan, dalam penggunaan kata ganti orang ke-2 ‘Anda’. Menuliskan Anda atau tidak dalam suatu tulisan tidak serta merta menjurus kepada justifikasi. Justru dengan kata tersebut, penulis dapat mengajak pembaca tulisan seakan-akan berbicara langsung kepada penulis itu sendiri.
Berikutnya, sudut pandang yang lebih dalam maknanya adalah sudut pandang pikiran. Penulis pemula biasanya terlihat bersahaja jika di dalam tulisannya sendiri. Sifat bersahaja ini baik, namun seringkali tidak pada tempatnya. Hal ini pula yang sering mengakibatkan tulisan menjadi tidak punya sudut pandang khusus, karena penulis ‘main aman’. Kelemahan inilah yang juga mengakibatkan kebanyakan tulisan dari penulis pemula cenderung monoton. Padahal, dengan mengambil banyak sudut pandang, warna dalam isi buku dapat lebih beragam.
Perbedaan eksplanatif dan deskriptif adalah esensi yang tekandung didalam gagasan pokok yang tertulis. Eksplanatif adalah penjelasan yang bersumber kepada referensi yang jelas dan disambungkan dengan realita yang ada dilapangan. Penjelasan eksplanatif selalu memberikan satu-dua contoh kepada pembaca. Sedangkan deskriptif adalah penjelasan yang bersumber kepada suatu referensi valid, namun hanya terhenti di saat itu juga. Ibaratnya, deskriptif adalah penjelasan yang berdasarkan teori semata, sehingga tidak akan memberikan contoh kasus. Maka dari itu, yang membedakan keduanya adalah kolerasi referensi dengan realita yang ada di lapangan.
Penulis pemula cendurung deskriptif dan tidak eksplanatif dalam penguraian permasalahan. Tidak dapat dipungkiri, hal itu disebabkan oleh cakupan ilmu yang belum begitu luas. Padahal tulisan yang berkualitas adalah tulisan yang menjembatani antara gagasan/teori dengan realita/praktek yang ada di lapangan secara nonverbal.
Kesimpulannya, mengenali kelemahan diri sendiri adalah wajib hukumnya jika berbicara tentang mencapai kesuksesan – termasuk dalam menulis buku. Lakukanlah! Kelemahan yang kita punyai bukan untuk diratapi dan disesali, namun untuk diatasi! Semoga artikel ini bermanfaat dan selamat menulis buku!
[Mas Aji Gustiawan]
Referensi:
Djuroto, Totok dan Bambang Suprijadi. 2009. Menulis Artikel & Karya Ilmiah. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA
Anda TAK HARUS PUNYA NASKAH siap cetak untuk mendaftarkan diri Jadi Penulis di penerbit buku kami. Dengan mendaftarkan diri, Anda bisa konsultasi dengan Customer Care yang siap membantu Anda dalam menulis sampai menerbitkan buku. Maka, Anda tak perlu ragu untuk segera MENDAFTAR. Silakan isi form di laman ini. 🙂
Jika Anda menginginkan EBOOK GRATIS tentang CARA PRAKTIS MENULIS BUKU, silakan download.
Pada saat menerbitkan buku, penerbit yang dipilih sering menambahkan halaman prancis atau half title dalam…
Menggunakan tools pendeteksi AI tentu menjadi langkah tepat bagi guru dan dosen. Tools ini bisa…
Proses menulis biasanya diawali dengan menulis draft dan disebut sebagai draft pertama. Penulisan draft menjadi…
Salah satu tahapan penting dalam proses menulis adalah swasunting atau self editing. Melakukan swasunting membantu…
Menggunakan AI untuk parafrase memang menjadi pilihan banyak akademisi saat ini, baik itu dosen maupun…
Menggunakan AI untuk membuat mind mapping atau peta konsep, tentunya menjadi alternatif yang banyak dipilih.…