Dunia Dosen kembali berkolaborasi dengan Penerbit Deepublish menggelar webinar bertajuk “Riset Iconic dan Monumental: Kunci Novelty Riset Global Hasilkan Publikasi Berkualitas”. Sesuai judul, webinar ini secara spesifik membahas mengenai novelty riset yang dijalankan para dosen di Indonesia.
Adapun narasumber pada webinar kali ini, Dunia Dosen menggandeng Dr. Gigih Saputra, S.Kom.I, M.Ag. yang merupakan salah satu dosen di STIAMAK (Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Dan Manajemen Kepelabuhan) Barunawati. Pada webinar kali ini, menjadi kal kedua Dr. Gigih digandeng untuk menjadi narasumber.
Webinar kali ini digelar secara daring (online) melalui aplikasi Zoom Meeting dan diikuti oleh ratusan dosen dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Pada pembukaan, Dr. Gigih menjelaskan mengenai arti penting kegiatan riset yang dilakukan para dosen di Indonesia.
Disebutkan bahwa kegiatan riset adalah salah satu ciri dari pendidikan tinggi, yang membuatnya berbeda dengan pendidikan di jenjang lainnya. Seperti pada pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tingkat atas. Para pendidik tidak berkewajiban melaksanakan riset. Namun, sebaliknya pada perguruan tinggi. Maka menjadi lumrah jika dosen memiliki kewajiban menjalankan riset selama masa pengabdiannya.
“Salah satu unsur penting, ciri, pembeda perguruan tinggi adalah riset. Jadi yang membedakan dengan pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pendidikan kita, sistem riset kita mengikuti yang namanya bagaimana pemeringkatan internasional. Nanti akan mempengaruhi, bagaimana budaya riset, kiblat riset kita bagaimana,” kata Dr. Gigih.
Dr. Gigih juga menyinggung mengenai persaingan riset di dunia pendidikan tinggi tingkat dunia, atau global. Dimana setiap perguruan tinggi saling berlomba-lomba dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas riset. Disusul pula dengan publikasi terhadap hasil riset tersebut. Hasil persaingan ini bisa dilihat dari pemeringkatan perguruan tinggi tingkat dunia, dimana aspek riset dan luaran yang dicapai menjadi indikator penilaian di dalamnya.
Ikut serta dalam persaingan riset global tersebut, Dr. Gigih menuturkan pentingnya melakukan riset yang memenuhi sejumlah standar. Dimulai dari standar fundamental yang mencakup kebenaran, kebaruan (novelty) yang meningkat dan maksimal, dan juga bentuk kontribusi riset yang dilakukan dosen di Indonesia.
Standar lain yang digunakan adalah jumlah sitasi, level pengindeks sampai penerbit, dan lain sebagainya. Sehingga untuk mencapai semua standar ini dibutuhkan novelty dalam penelitian sekaligus konsistensi dalam melakukan riset yang bermutu tinggi.
Lebih lanjut, Dr. Gigih juga menjelaskan beberapa hambatan dalam kegiatan riset para dosen di Indonesia. Salah satunya masih terfokus dan sangat bergantung pada hasil pemeringkatan. Kondisi ini membuat kegiatan riset yang dilakukan fokus mengejar kuantitas dan mengesampingkan kualitas. Seperti pada jumlah publikasi di jurnal, jumlah sitasi, dan sebagainya yang berfokus pada. Hambatan ini pula yang dipandang bisa menghambat pencapaian monumental riset para dosen.
Dr. Gigih kemudian juga menjelaskan arti penting melaksanakan riset yang ikonik dan monumental. Riset dikatakan ikonik ketika riset tersebut memiliki distingsi (derajat perbedaan) yang khas dan periset menjadi ahli di ciri khas tersebut. Sementara riset dikatakan monumental ketika mampu menghasilkan karya besar yang berefek besar sepanjang masa.
Adapun beberapa strategi maupun upaya yang bisa dilakukan dosen untuk mencapai riset yang ikonik dan monumental tersebut. Menurut Dr. Gigih perlu melakukan beberapa hal. DImulai dari membangun paradigma mindset yang benar.
Pertama, berpegang pada filsafat pendidikan, dimana kegiatan pendidikan menjadi bentuk upaya manusia untuk membangun peradaban sebagai amanah dari Tuhan. Kedua, kembali pada paradigma ilmuwan yang mengajar dan mengabdi. Ketiga, menggunakan riset yang bersifat material dan menjauhi filosofis kajian metafisis. Keempat, orientasi pencapaian pada mencapai jabatan fungsional sesuai proporsional. Terakhir, adalah memiliki karya monumental khususnya teori baru untuk mencapai Guru Besar.