Daftar Isi
Tahukah Anda, bahwa terdapat banyak kata serapan dari bahasa Sunda? Kata serapan yang memperkaya daftar kosakata di dalam bahasa Indonesia tidak selalu berasal dari bahasa asing. Akan tetapi juga berasal dari bahasa daerah, termasuk bahasa Sunda.
Beberapa kata serapan yang berasal dari bahasa Sunda bahkan sudah masuk dalam KBBI. Sehingga menjadi kosakata baku yang bisa digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Lalu, apa saja daftar kata serapan tersebut? Berikut informasinya.
Sekilas Tentang Kata Serapan
Sebelum membahas lebih dalam mengenai apa saja kata serapan dari bahasa Sunda. Maka tentu perlu membahas dulu mengenai apa itu kata serapan. Kemudian bagaimana bahasa Sunda yang merupakan salah satu bahasa daerah bisa menjadi bagian dari bahasa Indonesia.
Dikutip melalui salah satu artikel ilmiah yang terbit di jurnal Lokabasa, menjelaskan bahwa kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing atau pun bahasa daerah kemudian digunakan dalam bahasa Indonesia disebut kata serapan bahasa Indonesia.
Sehingga, ragam kosakata dalam bahasa Indonesia yang masuk ke dalam kategori kata serapan berasal dari bahasa lain. Selain dari bahasa asing seperti bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Inggris, dan sebagainya. Juga dari berbagai bahasa daerah di Indonesia.
Salah satunya adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Sunda. Banyak diantaranya yang kemudian masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Sehingga menjadi bagian dari bahasa Indonesia sendiri. Bukan lagi hanya bagian dari bahasa Sunda yang umum digunakan masyarakat suku Sunda di Jawa Barat.
Asal Kata Serapan Bahasa Sunda
Hasil dari sebuah penelitian, didapatkan bahwa bahasa Sunda sendiri memiliki sejumlah kata serapan yang diambil dari berbagai bahasa di dunia. Mulai dari bahasa Arab, bahasa Baduy, bahasa Inggris, bahasa Jawa, bahasa Kawi, bahasa Melayu, bahasa Latin, dan bahkan bahasa Indonesia.
Kata serapan dalam bahasa Sunda sendiri paling banyak dari bahasa Arab, yakni mencapai 29,05%. Jadi, dari hasil penelitian ini bisa dipahami bahwa asal muasal bahasa Sunda adalah dari berbagai bahasa yang digunakan di beberapa negara di dunia.
Disebut sebagai bahasa Sunda, karena memang menjadi bahasa yang umum digunakan berkomunikasi oleh suku Sunda di Indonesia. Mayoritas suku Sunda tinggal di Jawa Barat dan sampai di Banten.
Bahasa Sunda kemudian secara perlahan ikut terserap ke dalam bahasa Indonesia. Sehingga ada banyak kata dari bahasa Sunda yang umum digunakan ketika berkomunikasi dengan bahasa Indonesia.
Contohnya, seperti kata aa yang dalam bahasa Sunda artinya adalah abang atau panggilan untuk kakak laki-laki yang secara usia dipandang lebih tua. Awalnya kosakata dari bahasa Sunda ini untuk komunikasi sehari-hari dalam konteks santai atau nonformal. Kemudian terus berkembang, hingga akhirnya resmi menjadi bagian dari bahasa Indonesia.
Bentuk-Bentuk Kata Serapan dari Bahasa Sunda
Membahas mengenai kata serapan dari bahasa Sunda, tentu perlu ikut membahas juga bentuk-bentuknya. Secara umum, kata serapan dalam bahasa Indonesia memang terserap dalam berbagai bentuk. Inilah alasan kenapa kata serapan tertentu penulisannya sama persis dengan bahasa asalnya. Namun ada pula yang sebaliknya.
Begitu pula kata serapan yang berasal dari bahasa Sunda, dimana bentuknya sangat beragam. Secara umum bentuk-bentuknya ada 5, berikut penjelasannya:
1. Kata Dasar
Bentuk kata serapan pertama dari bahasa Sunda adalah kata dasar yang disebut juga dengan istilah kata utuh. Kata dasar adalah kata yang tidak mengalami proses morfologis (perubahan bentuk).
Secara sederhana, kata dasar adalah kata dari bahasa Sunda yang masuk secara apa adanya ke dalam bahasa Indonesia. Sehingga tidak ada perubahan ejaan, perubahan bentuk penulisan, dan sebagainya. Misalnya kata aa, bager, bangor, dll.
2. Kata Abreviasi (Kecap Wancahan)
Bentuk kata serapan kedua dari bahasa Sunda adalah kata abreviasi yang disebut dengan istilah kecap wancahan. Kata abreviasi adalah kata yang disebutkan sebagian dari kata dasar namun jika disebutkan sebagian tidak mengubah arti kata tersebut.
Secara sederhana, kata serapan berbentuk kata abreviasi adalah kata serapan yang terbentuk dari hasil memperpendek (menyingkat) kata dasar sehingga membentuk kata baru akan tetapi makna tidak berubah (masih sama seperti makna bentuk kata dasarnya).
Contohnya adalah kata moal bakal yang dalam bahasa Indonesia artinya tidak akan. Kemudian kosakata dalam bahasa Sunda ini diperpendek menjadi moal yang artinya tetap tidak akan. Hanya saja dalam versi lebih pendek dan lebih praktis saat digunakan dalam berkomunikasi.
3. Kata Berimbuhan
Bentuk kata serapan dari bahasa Sunda berikutnya adalah berbentuk kata berimbuhan. Kata berimbuhan adalah kata dasar yang mendapatkan tambahan berupa imbuhan (awalan, akhiran, sisipan, atau gabungan keduanya) sehingga membentuk kata baru yang maknanya juga baru.
Kosakata dari bahasa Sunda beberapa ditambahkan imbuhan untuk kemudian masuk ke dalam daftar kata serapan di dalam bahasa Indonesia. Ciri khas imbuhan dalam bahasa Sunda juga cukup beragam, salah satunya imbuhan ka-. Seperti pada kata kabukti, kapaksa, dan kawilang.
Imbuhan lain, adalah akhiran -na seperti pada kata antukna, daérahna, gerakan, ijinna, dan lain sebagainya. Dimana kata berimbuhan dari bahasa Sunda ini kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia.
4. Kata Ulang
Bentuk yang keempat adalah kata serapan dari bahasa Sunda berbentuk kata ulang. Kata ulang disini adalah kosakata Sunda yang masuk ke bahasa Indonesia dan dipakai dalam bentuk reduplikasi (pengulangan kata).
Misalnya pada kata rampak-rampak dari kata bahasa Sunda rampak yang dalam bahasa Indonesia artinya bersama-sama atau berbarengan. Contoh lain adalah kata ciri yang kemudian berubah menjadi ciri-ciri dalam bahasa Indonesia.
5. Kata Gabung
Bentuk kata serapan terakhir dari bahasa Sunda adalah kata gabung. Kata gabung disini adalah kosakata dari bahasa Sunda yang masuk ke bahasa Indonesia dengan cara diberi imbuhan dan diulang (kata ulang).
Misalnya pada kata dicita-citakeun yang dalam bahasa Sunda, bentuk kata dasarnya adalah cita. Masuk ke bahasa Indonesia menjadi cita-cita dan kemudian diberi imbuhan di akhir (akhiran) -keun menjadi dicita-citakeun.
Daftar Kata Serapan dari Bahasa Sunda
Setelah mengenal apa itu kata serapan dari bahasa Sunda dan bentuk-bentuknya. Maka tentu perlu memahami juga daftar kata serapan tersebut. Secara umum, jumlah kata serapan di bahasa Indonesia tidak terlalu banyak. Berikut beberapa diantaranya:
- aa : akang (panggilan kepada laki-laki yang lebi tua atau kakak laki-laki), abang
- adu bagong : kegiatan mengadu babi hutan dengan anjing yang digelar di dalam sebuah arena
- ajengan : orang terkemuka, terutama guru agama Islam; kiai
- akang : kakak (laki-laki); abang; aa
- aki : kakek; datuk
- asup : masukÂ
- ambek : ambekan; cepat marah; pemarah
- babakan : dusun yang baru
- bakul : wadah atau tempat yang terbuat dari anyaman bambu atau rotan dengan mulut berbentuk lingkaran, sedangkan bagian bawahnya berbentuk segi empat yang ukurannya lebih kecil daripada ukuran bagian mulutnya
- balong : kolam untuk membudidayakan ikan
- bedog : golok
- bebegig : orang-orangan sawah ; kesenian tradisional Kabupaten Ciamis, berupa orang yang memakai topeng berwajah menyeramkan, biasa ditampilkan dalam bentuk karnaval yang diiringi musik tradisional
- bager : baik
- batagor : makanan khas Bandung yang dibuat dari tahu berisi adonan bakso kemudian digoreng, diberi kuah kacang atau kuah bakso; bakso tahu goreng
- bangor : nakal; suka usil (mengganggu)
- bajing : mamalia pengerat, memiliki badan relatif panjang, rambut halus, mata relatif besar, kaki belakang berjari empat, sedangkan kaki depan berjari tiga, rambut ekor lebat dan halus
- baraya : kerabat dekat
- berseka : senang memperhatikan kebersihan, terutama badan
- bibi : adik perempuan dr ayah atau ibu; makcik
- bobotoh : sebutan untuk pendukung sepak bola
- bodor : lucu; jenaka
- budak : anak; kanak-kanak:
- cager : sehat
- cempor : lampu minyak yang tidak memakai semprong (biasanya dibuat dari kaleng bekas yang dilubangi untuk tempat sumbu)
- cengek : cabai kecil yang rasanya sangat pedas; cabai rawit
- cileuncang : genangan air akibat hujan (karena tidak terserap tanah, saluran mampet, dan sebagainya)
- cucuk : duri
- cunihin : suka menggoda atau berbuat kurang sopan kepada lawan jenis (tentang laki-laki)
- coplok : tidak melekat lagi; tanggal; terlepas (seperti permata dari ikatannya); copot
- dahar : makan, santap.Â
- dampal : telapak; kaki
- dawuan : bendungan kecil
- dalu : ranum; terlampau masak (tentang buah-buahan)
- demplon : cantik dan montok
- doger : pertunjukan tari (tandak)
- emang : paman
- eneng : kata sapaan kepada anak perempuan atau gadis dari golongan menengah; neng
- gantar : galah
- ganteng : elok dan gagah (tentang perawakan dan wajah, khusus untuk laki-laki); tampan:
- gelis : indah; cantik; elok; bagus
- gelo : gilaÂ
- gemah ripah repeh rapih : subur, makmur, aman, dan damai; semboyan Pemerintah Provinsi Jawa Barat
- giung : rasa tidak enak di lidah karena terlalu manis atau terlalu banyak makan makanan yang manis-manis
- goyobod : campuran hunkwe dan santan encer yang direbus dan didiamkan hingga mengeras, merupakan bahan utama minuman es goyobod
- hawu : tungku dari tanah dengan lubang di atas untuk tempat peralatan masak dan lubang di depan untuk memasukkan kayu bakar
- hinyai : berminyak
- indung : mak; induk
- ipis : tipis
- janari : waktu yang menunjukkan sekitar pukul 4 pagi
- jukut : rumput
- kabita : tertarik dan menginginkan sesuatu yang dimiliki atau yang dialami orang lain
- kacapuri : pangkal kuku yang berwarna merah muda
- kalamangsa : perkawinan yang dianggap kurang baik karena tidak mengikuti perhitungan hari baik
- karuhun : nenek moyang; leluhur
- kasep : tampan (untuk laki-laki); cakap
- kawih :lagu tradisional dalam bahasa Sunda yang iramanya tidak teratur, dinyanyikan sambil bersajak: lagu — biasa dinyanyikan orang untuk mengiringi kecapi
- kembang : bunga (dipakai juga untuk menyebut berbagai macam bunga)
- kedul : malas
- kendi : tempat air bercerat (dibuat dari tanah)
- kiwari : zaman yang sedang dijalani saat ini; zaman kontemporer
- kolot : tidak modern; kuno; tua
- kuring : saya; aku
- kujang : senjata tajam khas suku Sunda, berbentuk melengkung setengah lingkaran, berujung runcing, tajam pada kedua matanya, biasanya bagian mata dan punggung pisaunya memiliki satu sampai sembilan lubang, lebih banyak digunakan untuk simbol dan azimat
- lasut : gagal atau tidak berhasil (tentang permainan tradisional)
- layung : kuning kemerah-merahan di langit pada saat matahari akan terbenam; mambang kuning
- lauk : daging, ikan, dan sebagainya (selain sayur) yang dimakan sebagai teman nasi
- lembur : bagian kampung yang merupakan kesatuan
- lesehan / berlesehan : duduk di lantai dengan beralaskan tikar dan sebagainya untuk suatu pertemuan, makan, minum, dan sebagainya
- leunca : tanaman sayuran, bercabang banyak, tinggi mencapai 1,5 m, bunganya berwarna putih, buahnya berupa buah buni, bulat dan berbiji banyak berwarna hijau, jika tua berwarna hitam, dimakan sebagai sayuran atau sebagai lalap; terung hitam
- liwet : memasak (nasi) dengan direbus
- lumpang : lesung; perkakas yang dibuat dari kayu atau batu yang berlekuk di tengahnya untuk menumbuk beras dan sebagainya
- mabal : memakai jalan yang tidak biasa ; tersesat dari kepercayaan yang benar ke kepercayaan yang salah ; membolos sekolah.
- marema : keramaian di pasar atau pusat perbelanjaan menjelang hari raya
- mamang : pamanÂ
- menyawer : menyebarkan uang, beras, dan sebagainya kepada undangan oleh pengantin
- mengulik : mengusut; menyelidiki
- maung : harimau
- manuk : burung; ayam
- mojang : perawan; gadis
- motekar : mampu menjalankan berbagai usaha untuk menambah pengetahuan atau untuk meningkatkan kehidupan
- munggahan : tradisi berkumpul dan makan bersama dengan keluarga atau teman untuk menyambut bulan Ramadan
- neng : kata sapaan kepada anak perempuan (yang orang tuanya patut dihormati)
- nini : nenek; kata sapaan kepada perempuan tua
- ontohod : sebutan untuk orang yang tidak tahu malu
- pameget : sapaan pembantu terhadap majikan laki-laki; tuan, laki-laki
- pantun : puisi tradisional Sunda berpola oktosilabik yang berisi kisah sejarah
- ponyo : lahap, nikmat (tentang makan makanan yang lezat)
- pundung : pergi atau berhenti melakukan sesuatu karena merajuk
- punten : permisi; maaf
- reog : seni tradisional sebagai hiburan rakyat (masyarakat) dengan lagu-lagu segar yang diiringi calung, diselingi sindiran atau pujian dalam bentuk humor
- ratu : sebutan untuk anak perempuan sultan Cirebon
- rampak : bergabung, dikumpulkan bersama, berbondong-bondong, dalam barisan rapat
- riung : (duduk) berkumpul
- sakakala : prasasti yang dikeluarkan oleh seorang raja atau pejabat untuk memperingati atau mengenang jasa dan karya raja sebelumnya ; asal-usul sebuah tempat
- salatri : sakit atau pingsan karena terlalu lapar atau terlambat makan
- sangu : apa yang dibawa dalam perjalanan (uang, makanan, dan lain-lain), bekal; bekal, biasanya berupa uang; pesangon.Â
- sampurasun : permisi: Sapaan khas Sunda, artinya salam penghormatan (dijawab: rampes).
- seeng : dandang penyangga asepan, terbuat dari tembaga
- situ: danau; telaga
- someah : ramah
- teteh : panggilan kepada kakak perempuan
- ujug-ujug : tiba-tiba
- ulukutek : masakan yang terbuat dari sayur-sayuran (biasanya leunca) dan oncom
- urang: orangÂ
- utun : kata sapaan kepada laki-laki yang disayangi
- uyut : buyut; generasi keempat di atas ego (urutannya: bapak/ibu, datuk/nenek, moyang, buyut)
- ujang : kata sapaan kepada anak laki-laki; buyung
- walini : sawah yang terletak lebih tinggi dari permukiman
- wadul : mengadu pada seseorang
- wulanjar : janda yang tidak memiliki anak
Selain beberapa daftar kata serapan dari bahasa Sunda tersebut, tentunya masih ada kata serapan lainnya. Kemudian, jumlahnya bisa saja terus bertambah karena kosakata dalam bahasa Indonesia bisa terus berkembang. Tidak tertutup kemungkinan ada lebih banyak kosakata dari bahasa Sunda masuk ke bahasa Indonesia.
Mengenal berbagai kata serapan tersebut tentu penting. Sehingga bisa menambah kosakata untuk menunjang kegiatan komunikasi. Baik komunikasi lewat lisan maupun melalui tulisan. Terutama bagi penulis, menguasai lebih banyak kosakata akan bermanfaat dalam mengmbangkan tulisan yang dibuat.
Jadi, tidak akan rugi mempelajari lebih banyak kata serapan dari bahasa Sunda maupun dari bahasa daerah lain. Sehingga proses merealisasikan ide abstrak menjadi tulisan bisa lebih mudah dan lancar. Memahami maknanya juga penting, agar penggunaan kata serapan sudah sesuai dengan konteks.