Kriteria Konsistensi Sudut Pandang dalam Paragraf yang Baik

Kriteria Konsistensi Sudut Pandang dalam Paragraf yang Baik

Menyusun paragraf memang tidak selalu mudah. Sebab ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar paragraf tersebut bisa disebut baik dan benar. Salah satu syaratnya adalah memiliki konsistensi sudut pandang paragraf. 

Sudut pandang menjadi aspek yang penting dalam menyusun karya tulis. Khususnya pada tulisan fiksi seperti cerpen sampai novel. Namun, sudut pandang idealnya ditentukan di awal dan konsisten dari bab pembuka sampai penutup. Berikut informasinya. 

Apa Itu Sudut Pandang?

Sebelum membahas mengenai syarat konsistensi sudut pandang paragraf, maka perlu memahami dulu apa itu sudut pandang. Sudut pandang adalah posisi dan penempatan diri penulis dalam cerita serta dari mana si penulis melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat di dalam cerita tersebut.

Pada saat membaca karya tulis, terutama fiksi maka akan menjumpai tokoh yang diceritakan disebut dengan kata ganti saya, kami, mereka, dan seterusnya. Sebutan ini yang menunjukan sudut pandang yang dipilih penulis ketika membangun cerita. 

Penulis bisa memposisikan diri sebagai tokoh di dalam cerita yang dibuat. Sehingga apa yang diceritakan adalah sudut pandang pada tokoh tersebut. Namun, bisa juga penulis memposisikan diri sebagai orang ketiga yang serba tahu. 

Sehingga jalannya cerita lebih detail dilihat dari banyak sisi. Sebab penulis memposisikan diri sebagai “Tuhan” atas tulisannya. Sehingga tahu apa yang terjadi dan juga peristiwa sebelumnya (yang sudah terjadi). 

Sudut pandang dalam karya tulis idealnya ditentukan penulis di awal. Sebab akan mempengaruhi alur atau jalannya cerita dan bagaimana isi cerita tersebut. Sudut pandang ini harus konsisten karena membangun keterikatan dengan pembaca. Apalagi di dalam paragraf ada syarat konsistensi sudut pandang paragraf yang harus dipenuhi. 

Jenis-Jenis Sudut Pandang 

Membahas mengenai sudut pandang pada karya tulis, tentunya akan melihat beberapa jenis. Dikutip melalui buku berjudul Buku Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia Paragraf karya dari Suladi (2019), menjelaskan sudut pandang terbagi menjadi 4 jenis. Yaitu: 

1. Sudut Pandang Orang Pertama

Sudut pandang orang pertama adalah penulis menjadi orang pertama atau sebagai tokoh dalam cerita, baik tokoh utama maupun tokoh pembantu. Sehingga menggunakan kata ganti orang pertama. Misalnya “saya” dan juga “aku”. 

Pada sudut pandang ini, penulis memposisikan diri sebagai pelaku atau tokoh yang mengalami sendiri suatu pengalaman. Sehingga menyusun alur seolah-olah penulis tengah menceritakan pengalaman pribadinya. Berikut contohnya dalam paragraf: 

“Sejak kecil saya sudah terbiasa bangun pagi. Setiap kali matahari terbit, saya selalu bersemangat untuk memulai hari dengan berolahraga. Awalnya memang terasa berat, tetapi lama-kelamaan tubuh saya terasa lebih segar dan pikiran pun menjadi jernih. Kebiasaan ini membuat saya lebih disiplin dalam mengatur waktu dan kesehatan saya pun semakin terjaga.”

2. Sudut Pandang Orang Ketiga 

Sudut pandang orang ketiga adalah penulis berperan sebagai pengamat atau orang ketiga. Sehingga penulis akan menggunakan kata ganti orang ketika atau menyebut nama tokoh yang diceritakan. Kata ganti orang ketiga misalnya “dia”, “ia”, “beliau”,dll. 

Dalam sudut pandang ini, penulis akan memposisikan diri sebagai pengamat. Yakni sosok yang melihat tokoh utama ketika mengalami peristiwa yang dituangkan dalam tulisan. 

Sehingga tidak mengalami sendiri peristiwa tersebut, karena tidak memposisikan diri sebagai tokoh (sudut pandang orang pertama). Berikut contoh paragraf dengan sudut pandang orang ketiga: 

“Rina sangat rajin belajar setiap malam. Ia selalu meluangkan waktu setidaknya dua jam untuk membaca buku dan mengerjakan latihan soal. Karena kebiasaannya itu, prestasi Rina di sekolah semakin meningkat, dan ia sering mendapat pujian dari gurunya.”

3. Sudut Pandang Pengamat

Sudut pandang pengamat atau sudut pandang orang ketiga serba tahu (maha tahu) adalah sudut pandang di mana penulis hanya berperan sebagai pengamat luar. Sehingga penulis murni memposisikan diri sebagai pengamat, akan tetap serba tahu. 

Artinya, penulis tidak hanya menjelaskan apa yang dialami tokoh. Melainkan juga menjelaskan bagaimana perasaannya, apa yang dipikirkan, dan lain sebagainya. Sehingga berbeda dengan sudut pandang orang ketiga di poin sebelumnya. 

Pada sudut pandang pengamat, penulis bisa disebut sebagai “Tuhan” karena tahu secara detail apa yang dialami dan dipikirkan tokoh. Sementara pada sudut pandang orang ketiga, hanya mengetahui apa yang dilakukan tokoh bukan isi pikiran dan perasaannya. 

Selain itu, penulis dengan sudut pandang pengamat juga mengetahui isi pikiran dari tokoh lain atau tokoh pendukung. Misalnya, tulisan yang dibuat menceritakan tokoh utama bernama Andi. Namun, penulis bisa menjelaskan isi pikiran dan perasaan orang sekitar Andi tersebut. Berikut contohnya dalam bentuk paragraf: 

“Di ruang kelas itu, Rina duduk di bangku paling depan. Tangannya sibuk menulis, sementara matanya sesekali menatap papan tulis. Beberapa teman di belakangnya tampak berbisik dan tertawa kecil. Guru yang berdiri di depan kelas kemudian menegur mereka agar kembali memperhatikan pelajaran.” 

4. Sudut Pandang Campuran

Sudut pandang campuran adalah kombinasi antara sudut pandang orang pertama dan pengamat. Sehingga di dalam paragraf maupun satu tulisan utuh, penulis bisa menggunakan dua sudut pandang sekaligus. 

Pada sudut pandang campuran, penulis bisa membuka tulisannya dengan memakai sudut pandang orang pertama. Kemudian berubah menjadi sudut pandang pengamat atau orang ketiga yang serba tahu. Begitu seterusnya. 

Sudut pandang campuran memberi jalan cerita lebih kompleks. Pembaca bisa memahami alur cerita dan karakter semua tokoh dengan detail. Berbeda jika memakai sudut pandang jenis lain. Dimana isi cerita terbatas pada sudut pandang tersebut. Berikut contoh dalam bentuk paragraf: 

“Aku masih ingat betapa gugupnya saat pertama kali berdiri di depan kelas untuk presentasi. Tangan ini bergetar dan suara terasa bergetar. Dari bangku belakang, Rina memperhatikan dengan cermat. Ia melihat wajahku pucat, namun tetap tersenyum memberi semangat.”

Jenis sudut pandang sesuai penjelasan di atas memang cukup beragam. Setiap penulis leluasa menentukan hendak memakai sudut pandang yang mana. Kemudian konsisten menggunakan sudut pandang tersebut. Jika berubah-ubah maka akan membingungkan pembaca. 

Memahami Kriteria Konsistensi Sudut Pandang Paragraf

Membahas mengenai sudut pandang, hal ini sekaligus menjadi salah satu syarat dalam terbentuknya paragraf yang baik dan benar. Yakni konsistensi sudut pandang paragraf. Konsistensi sudut pandang sendiri adalah cara penulis atau pengarang menempatkan dirinya terhadap cerita atau karangan secara tetap atau ajek.

Dalam satu paragraf, idealnya memang menggunakan satu sudut pandang. Sebab jika ada perubahan sudut pandang di dalam satu paragraf maka akan membingungkan pembaca. Pembaca akan kesulitan memahami alur penjelasan, siapa yang diceritakan, pengalaman siapa, dan sebagainya. 

Sehingga salah satu syarat dalam menyusun paragraf yang baik adalah memiliki konsistensi sudut pandang. Jika kalimat pertama sudah menggunakan sudut pandang orang pertama. Maka begitu juga pada kalimat kedua, ketiga, dan seterusnya sampai kalimat penutup. 

Pada karya tulis utuh, dalam satu judul misalnya, memang ada kombinasi sudut pandang. Yakni menggunakan sudut pandang campuran. Namun, tentu kurang ideal diterapkan pada saat menyusun satu paragraf maupun beberapa paragraf saja. 

Konsistensi sudut pandang paragraf berlaku untuk semua jenis karya tulis. Baik itu karya tulis ilmiah maupun nonilmiah atau karya fiksi. Pada karya tulis ilmiah, secara umum menggunakan sudut pandang orang ketiga dan sifatnya objektif. 

Biasanya, penulis karya ilmiah akan menggunakan kata ganti “penulis”, “peneliti”, “tim peneliti” dan sejenisnya. Sehingga tidak memakai kata ganti orang ketiga seperti “dia”, “ia”,”mereka”, dan sejenisnya. Sebab menjadi tidak objektif, karena isi tulisan ilmiah harus didasarkan pada penelitian. 

Sehingga penulisnya memposisikan diri sebagai pelaksana penelitian tersebut. Sementara pada karya tulis ilmiah dari hasil pengabdian, karena disusun dengan gaya reflektif maka umum menggunakan kata ganti “kami” karena harus menjelaskan hasil penilaian selama pelaksanaan pengabdian. 

Arti Penting Memenuhi Syarat Konsistensi Sudut Pandang Paragraf 

Berhasil memenuhi konsistensi sudut pandang paragraf tentu bukan hanya berhasil memenuhi syarat paragraf yang baik. Namun, ada cukup banyak arti penting dari langkah ini. Diantaranya adalah: 

1. Menjaga Kejelasan 

Arti penting yang pertama adalah membantu menjaga kejelasan kepada pembaca. Kejelasan yang dimaksud disini adalah, jelas siapa yang bercerita dan tersampaikan kepada pembaca. 

Jika dalam suatu paragraf, sudut pandang tidak konsisten atau berubah-ubah. Maka tentu pembaca akan bingung, paragraf tersebut menceritakan siapa dan apa yang diceritakan di dalamnya. 

Konsistensi menjadi sangat penting, agar dari awal pembaca tahu siapa yang diceritakan. Kemudian, tahu juga apa yang dijelaskan di dalam paragraf tersebut. Maka ketika penulis memakai kata ganti “saya”, penulis perlu memakainya sampai kalimat terakhir. 

2. Membangun Keterhubungan dengan Pembaca 

Arti penting konsistensi sudut pandang paragraf adalah untuk membagun keterhubungan atau keterikatan dengan pembaca. Artinya, ketika sudut pandang sudah konsisten maka memudahkan pembaca memahami isi paragraf. 

Kemudian bisa terhubung dan terikat dengan informasi di dalam paragraf tersebut. Hal ini mendorong pembaca untuk membaca keseluruhan paragraf sampai tuntas. Sehingga memahami betul isi paragraf tanpa rasa menggantung dan memunculkan pertanyaan di akhir. 

Sebaliknya, ketika penulis gagal menjaga konsistensi sudut pandang maka keterikatan pembaca akan pudar. Pembaca yang bingung usai membaca kalimat kedua, biasanya akan berhenti karena mood atau minat membacanya sudah berkurang bahkan hilang. 

3. Menjaga Alur Kalimat Tetap Runtut 

Arti penting yang ketiga dari memenuhi konsistensi sudut pandang paragraf adalah menjaga alur kalimat tetap runtut. Sebab dengan konsisten menggunakan kata ganti dalam setiap kalimat. Maka alur menjadi jelas dan membentuk hubungan atau kaitan. 

Sebaliknya, jika ada perubahan sudut pandang pada kalimat berikutnya. Maka seketika akan menghilangkan hubungan dengan kalimat sebelumnya. Hal ini menjadikan susunan kalimat terkesan melompat-lompat. Sebab berubah siapa yang bercerita dan apa yang terjadi maupun hasil pemikiran siapa. 

Oleh sebab itu, konsisten dalam menggunakan sudut pandang dalam menyusun paragraf sangat penting. Supaya susunan setiap kalimat jelas dan dijamin runtut. Sehingga bisa sekaligus memenuhi syarat paragraf yang baik lainnya. Yakni keruntutan paragraf. 

4. Menghindari Kesan Tulisan Kurang Matang 

Arti penting berikutnya dari konsistensi sudut pandang paragraf adalah menghindari kesan negatif dari pembaca. Salah satunya, penilaian bahwa tulisan atau paragraf yang dibaca kurang matang. 

Pembaca bisa berasumsi bahwa penulis kurang riset, kekurangan referensi, minim data, dan sebagainya. Kemudian, kemungkinan juga muncul asumsi bahwa penulis masih belum terampil dalam menulis. 

Sampai bingung bagaimana menjelaskan gagasan utama dalam paragraf yang disusun. Sehingga sudut pandang setiap kalimat berubah dan penjelasan menjadi tidak tuntas. Jadi, konsistensi bisa mencegah asumsi negatif ini dan pembaca bisa mendapat kesan lebih positif. 

5. Meningkatkan Keterbacaan Tulisan 

Konsistensi sudut pandang paragraf akan membantu meningkatkan kualitas paragraf atau tulisan. Sehingga bisa ikut meningkatkan keterbacaan tulisan tersebut. Sebab, konsistensi dalam menentukan sudut pandang membuat paragraf lebih enak dibaca. 

Kemudian, isis dari paragraf juga lebih mudah dipahami pembaca. Dua kondisi ini menjadi tanda bahwa paragraf tersebut punya keterbacaan yang tinggi. Dimana pembaca tidak ada keluhan dan paham betul apa yang disampaikan tulisan tersebut. 

Sebaliknya, jika sudut pandang tidak konsisten maka akan membingungkan pembaca. Keterbacaan paragraf tersebut menjadi rendah. Sehingga berdampak pada minat baca yang menurun. Hal ini memberi penilaian negatif dari pembaca dan berdampak pada kredibilitas penulis. 

Contoh Konsistensi Sudut Pandang Paragraf 

Membantu lebih memahami lagi definisi dan juga arti penting dari konsistensi sudut pandang paragraf. Maka berikut beberapa contoh penerapannya dalam membangun paragraf yang baik dan benar: 

Contoh 1

Sudut pandang orang pertama: 

Aku sangat menyukai membaca sejak kecil. Setiap kali pulang sekolah, aku selalu menyempatkan diri untuk membuka buku cerita. Dari kebiasaan itu, aku merasa pengetahuanku bertambah dan imajinasiku semakin luas.

Contoh 2

Sudut pandang orang pertama: 

Aku selalu menikmati suasana pagi. Udara terasa segar, burung-burung berkicau, dan matahari perlahan muncul dari ufuk timur. Saat itu, aku merasa lebih bersemangat untuk memulai aktivitas sehari-hari.

Contoh 3

Sudut pandang orang ketiga: 

Rina selalu rajin belajar setiap malam. Ia menyiapkan catatan dengan rapi agar mudah dibaca kembali. Dengan kebiasaannya itu, Rina sering memperoleh nilai yang memuaskan di sekolah.

Contoh 4

Sudut pandang orang ketiga: 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode diskusi terhadap keterampilan berbicara siswa. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode diskusi mampu meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran.

Contoh 5

Sudut pandang orang ketiga: 

Andi sangat gemar bermain sepak bola. Setiap sore, ia berlatih bersama teman-temannya di lapangan dekat rumah. Berkat ketekunannya, Andi sering terpilih untuk mewakili sekolahnya dalam berbagai turnamen.

Supaya lebih mudah dalam memenuhi kriteria konsistensi sudut pandang paragraf. Maka penulis perlu menentukan sejak awal sudut pandang jenis apa yang akan digunakan. Apakah orang pertama, ketiga, atau campuran. 

Jika menyusun paragraf di dalam karya fiksi, misalnya cerpen atau novel. Maka para penulis bisa menentukan dulu siapa yang akan diceritakan dalam tulisan fiksi tersebut. Kemudian, ingin pembaca serba tahu atau tidak. 

Jika fokus di sudut pandang tokoh utama, maka isi cerita terbatas. Sebab mengacu pada apa yang diketahui tokoh utama dan dirasakan. Tidak memungkinkan untuk penulis membuat tokoh utama seperti Tuhan atau malaikat yang serba tahu. 

Misalnya pada novel Twilight. Dimana penulis menggunakan sudut pandang tokoh utama wanita, yakni Bella Swan. Dalam novel tersebut, seluruh cerita berbasis pada apa yang dialami, dirasakan, dan dipikirkan Bella. Sehingga pada bab tertentu, ketika Bella diceritakan pingsan maka cerita terhenti. 

Pada dasarnya adalah kebebasan dan hak mutlak dari penulis dalam menentukan sudut pandang. Namun, ketika sudah ditentukan maka wajib konsisten. Selain memenuhi kriteria konsistensi sudut pandang paragraf. Juga meningkatkan kualitas dan keterbacaan tulisan yang dibuat.

Artikel Penulisan Buku Pendidikan