Daftar Isi
Bagi peneliti maupun dosen, dijamin memahami betul alasan mengapa artikel ilmiah harus diubah menjadi buku. Mengubah artikel ilmiah menjadi buku memang menjadi salah satu rutinitas para dosen di Indonesia dan bahkan di dunia.
Kegiatan ini ternyata bukan sekedar mengisi waktu luang tanpa manfaat, justru manfaatnya sangat luas bagi dosen. Prosesnya memang tidak mudah, karena dibutuhkan trik dan ketelitian tersendiri untuk proses konversi tersebut. Lalu, mengapa tetap dilakukan?
Sebelum mengetahui alasan mengapa artikel ilmiah harus diubah menjadi buku, maka penting untuk memahami definisi artikel ilmiah. Pemahaman mengenai definisi ini membantu dosen mengetahui apa itu artikel ilmiah, struktur, dan contoh di sekitarnya.
Menurut Brotowidjoyo (2002), Pengertian artikel ilmiah sebagai bagian dari karya ilmiah adalah karya ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta umum dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar.
Artikel ilmiah kemudian masuk ke dalam kategori karya tulis ilmiah atau KTI. Sehingga ketika disusun akan terikat oleh sejumlah aturan mulai dari gaya bahasa, struktur isi, dan lain sebagainya.
Secara umum, struktur isi artikel ilmiah adalah berisi judul artikel, nama dan alamat email author, abstrak, pendahuluan, bahan, metode penulisan/penelitian, hasil temuan, diskusi, kesimpulan, dan daftar pustaka atau disebut juga sebagai referensi.
Baca juga :
5 Dasar Penting Mengkonversi Laporan Penelitian Menjadi Buku Referensi
11 Tips Mengubah Skripsi/Tesis/Disertasi Menjadi Buku
Pelajari 4 Dasar Menerbitkan Buku Referensi yang Bermutu dan Marketable
Sementara konversi KTI adalah proses mengubah struktur dari KTI menjadi bentuk tulisan lebih populer, misalnya buku. Proses konversi ini ternyata menjadi hal yang umum dilakukan oleh peneliti, dosen, maupun mahasiswa.
Ada banyak alasan mengapa artikel ilmiah harus diubah menjadi buku. Bentuk artikel ilmiah yang disusun dosen biasanya bersumber dari hasil penelitian. Isinya pada dasarnya adalah laporan hasil penelitian tersebut dan bentuknya ringkas.
Hal ini sejalan dengan tujuan dimana artikel ilmiah tersebut akan dipublikasikan ke jurnal ilmiah, baik jurnal nasional maupun internasional. Sehingga isinya singkat, padat, dan juga jelas.
Publikasi hasil penelitian ke dalam bentuk artikel ilmiah membantu menyediakan referensi ilmiah kredibel bagi masyarakat ilmiah di dunia. Hanya saja, proses publikasi tidak cukup hanya mengandalkan media seperti jurnal. Maka perlu dipublikasikan dalam bentuk buku.
Proses konversi pun dilakukan, yakni proses menulis ulang isi artikel ilmiah menjadi naskah buku. Struktur pun berubah, demikian halnya dengan isi karena jumlah bab di dalam buku bisa lebih dari 10 bab. Sementara artikel ilmiah umumnya hanya terdiri dari 4 bab saja.
Dalam proses konversi, banyak yang menyangsikan hasilnya akan maksimal. Sebab banyak yang menduga jika isinya akan banyak berubah, karena dari segi jumlah bab dan jumlah halaman berbeda terlalu jauh.
Pada dasarnya, poin ini menjadi tantangan bagi dosen dalam melakukan konversi dari KTI menjadi buku. Sebab wajib dipastikan isinya tidak mengalami perubahan, sehingga tidak bisa disebut mudah. Lalu mengapa artikel ilmiah harus diubah menjadi buku padahal susah?
Rupanya ada berbagai alasan kenapa konversi artikel ilmiah menjadi buku perlu dilakukan. Berikut beberapa diantaranya:
Alasan yang pertama kenapa konversi artikel ilmiah menjadi buku perlu dilakukan padahal susah. Adalah karena bisa membantu masyarakat luas untuk memahami isinya. Sebab sudah disusun memakai bahasa sederhana dan umum digunakan.
Hal ini tentu menjadikan isi buku hasil konversi ini lebih ramah untuk masyarakat luas, termasuk dosen muda dan mahasiswa. Sebab bahasa di dalamnya tidak terlalu ilmiah dan tidak terlalu kaku seperti di artikel ilmiah.
Jadi, bagi siapa saja yang merasa bingung saat membaca artikel ilmiah di sebuah jurnal ilmiah. Maka ada baiknya mencari dalam bentuk buku untuk topik yang sama. Pasalnya, gaya bahasa pada buku lebih ramah untuk masyarakat awam.
Artikel ilmiah diketahui dipublikasikan ke jurnal dengan target pembaca adalah masyarakat ilmiah. Misalnya dosen, mahasiswa, dan para peneliti di berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi.
Jumlah target pembacanya jika bersifat nasional bisa mencapai jutaan orang. Namun, jika artikel ilmiah diubah menjadi buku maka jumlah pembacanya semakin luas. Bahkan bisa seluruh masyarakat Indonesia yang mencapai 200 juta jiwa.
Alasan ketiga mengapa artikel ilmiah harus diubah menjadi buku adalah untuk memudahkan akses membaca hasil penelitian. Artikel ilmiah yang diterbitkan melalui jurnal tidak bisa ditemukan di sembarang situs dan tempat.
Hal ini membuat akses ke artikel ilmiah lebih terbatas. Berbeda dengan buku, dimana masyarakat bisa mengaksesnya di perpustakaan dan seluruh toko buku. Baik buku yang diterbitkan dalam bentuk cetak maupun elektronik.
Tujuan atau alasan berikutnya dari proses konversi artikel ilmiah ke buku adalah untuk meningkatkan dan memperluas manfaatnya. Isi di dalamnya adalah hasil penelitian yang berupa temuan baru dan solusi terkini atas suatu masalah.
Jika hanya dipublikasikan ke jurnal dengan pembaca jutaan orang, maka manfaatnya hanya dirasakan segelintir orang. Lain halnya jika sudah diterbitkan menjadi buku yang mudah ditemukan dan dibaca masyarakat, maka manfaatnya akan semakin luas.
Jika bertanya mengapa artikel ilmiah harus diubah menjadi buku oleh para dosen? Maka pada dasarnya, ada alasan penting berkaitan dengan karir akademik dosen itu sendiri. Sebab konversi ke buku bisa memberi tambahan angka kredit.
Dalam PO BKD dan PO PAK disebutkan, buku ilmiah yang berhasil diterbitkan buku sesuai ketentuan Dikti akan diganjar dengan tambahan angka kredit. Angka kredit ini membantu dosen memenuhi laporan BKD, sekaligus mengajukan jabatan fungsional.
Arti penting mengubah artikel ilmiah menjadi buku juga untuk meningkatkan keterampilan dosen. Yakni dalam hal menulis, karena keterampilan menulis sangat penting dikuasai oleh dosen. Hal ini sejalan dengan kewajiban publikasi ilmiah sepanjang karirnya.
Alasan terakhir mengapa artikel ilmiah harus diubah dosen menjadi buku adalah memberi sumber pemasukan tambahan. Disebut demikian karena publikasi ilmiah dalam bentuk buku memberi dosen royalti.
Royalti termasuk pemasukan pasif yang akan terus didapatkan dosen selama buku tersebut terjual di pasaran. Sehingga dosen bisa mendapatkan keuntungan finansial yang tidak bisa didapatkan jika hanya menerbitkan artikel ilmiah ke jurnal.
Dengan beberapa alasan mengapa artikel ilmiah harus diubah menjadi buku tersebut. Maka tidak heran jika hal ini perlu dilakukan, bukan sifatnya wajib sesuai amanah tri dharma perguruan tinggi dimana dosen wajib menyebarluaskan hasil penelitian.
Dosen bahkan dianjurkan untuk menulis dan menerbitkan minimal satu judul buku per tahun. Buku tersebut bisa dari hasil konversi KTI berbentuk artikel ilmiah menjadi buku. Sehingga bisa menulis dengan efisien karena tidak repot mencari referensi lagi.
Artikel terkait :
11 Langkah Menulis Karya Ilmiah yang Efektif
Dalam suatu penelitian kualitatif, bagian atau tahapan yang umumnya dipandang sulit oleh peneliti adalah analisis…
Melakukan studi literatur dalam kegiatan penelitian adalah hal penting, salah satu teknik dalam hal tersebut…
Dalam menyusun suatu kalimat, seorang penulis tentu perlu menghindari kalimat tidak padu. Kalimat jenis ini…
Salah satu teknik penentuan sampel penelitian adalah cluster random sampling. Sesuai namanya, teknik ini masuk…
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menjadi perbincangan hangat usai menerbitkan surat pengumuman berisi penolakan dicantumkan sebagai…
Dalam penelitian, peneliti perlu memahami cara menghitung sampel penelitian yang tepat. Sebab, sampel penelitian menjadi…