Dosen dalam menerbitkan buku wajib memastikan sudah memenuhi standar yang ditetapkan Ditjen Dikti. Salah satunya melalui jasa penerbit. Baik itu penerbit yang dijalankan sebuah badan ilmiah, organisasi, perguruan tinggi, maupun masyarakat (dikelola swasta).
Bicara mengenai penerbitan kampus, maka memaksimalkan layanannya bisa dilakukan pendampingan penerbit kampus. Artinya, penerbit kampus tersebut mendapatkan dampingan dari penerbit profesional untuk mengoptimalkan kualitas pelayanannya.
Pasalnya menyediakan jasa penerbitan ternyata tidak mudah, pihak kampus bisa menghadapi banyak kendala. Lalu, bagaimana penerbit kampus mendapatkan pendampingan tersebut? Berikut informasinya.
Perkembangan Penerbitan Kampus
Dalam menerbitkan buku, tentunya banyak penulis yang menggunakan jasa penerbitan. Khusus untuk penulis buku yang juga menekuni profesi dosen, maka sudah tentu rutin menerbitkan buku ilmiah. Buku ilmiah ini bisa diterbitkan melalui penerbit kampus atau university press.
Penerbit kampus adalah badan penerbitan yang dijalankan langsung oleh sebuah perguruan tinggi sebagai unit usaha. Sebagian penerbit kampus fokus menyediakan jasa penerbitan naskah buku, beberapa juga menyediakan jasa cetak atau percetakan buku.
Dikutip melalui Wikipedia, penerbit kampus umumnya bersifat nirlaba. Sehingga meski berbentuk unit bisnis, akan tetapi tidak fokus untuk mendapatkan profit bisnis (keuntungan bisnis).
Sebab tujuan awal dibukanya penerbit kampus adalah untuk menjadi media transfer informasi dari perguruan tinggi kepada masyarakat luas. Sehingga buku-buku yang diterbitkan adalah karya mahasiswa dan dosen yang termasuk kategori buku ilmiah.
Perkembangan perpustakaan kampus dimulai dari luar negeri, sebab pencetus dari jasa penerbitan di bawah naungan perguruan tinggi adalah Cambridge University dan Oxford University. Keduanya masih menjadi perpustakaan kampus tertua di dunia.
Memahami bahwa informasi dari perguruan tinggi perlu diakses masyarakat luas. Maka kehadiran penerbit kampus juga masuk ke Indonesia. Dikutip dari berbagai sumber, perpustakaan kampus mulai berdiri di tahun 1970-an.
Sebut saja seperti Gadjah Mada University Press atau UGM Press di bawah naungan UGM yang berdiri pada Juni 1971. Disusul dengan berdirinya Airlangga University Press di bawah naungan Universitas Airlangga (UNAIR) pada Januari 1972.
Perlahan, jumlah perpustakaan kampus terus bertambah. Bahkan saat ini nyaris tidak ada perguruan tinggi yang tidak memiliki penerbit kampus sendiri. Khususnya untuk perguruan tinggi yang sudah besar, seperti PTN dengan status PTN BH.
Keberadaan penerbit kampus juga semakin didukung dengan disahkannya Undang-undang Nomor 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan. Khusus pada Pasal 51 dijelaskan bahwa penerbitan buku untuk pendidikan tinggi dapat dikelola oleh perguruan tinggi agar menghasilkan buku bermutu, murah, dan merata.
Penerbit kampus kemudian dikenal sebagai media untuk menerbitkan buku karya dosen dan mahasiswa, terutama dosen. Sehingga terbitannya didominasi oleh buku ilmiah seperti buku ajar, monograf, referensi, dan book chapter.
Target penulisnya pun bersifat internal, yakni untuk dosen dan mahasiswa yang dinaungi perguruan tinggi. Dosen dari perguruan tinggi lain, praktis tidak memungkinkan untuk memakai jasa penerbit kampus lain yang tidak menaunginya.
Meskipun begitu, semua buku yang diterbitkan bisa diakses oleh masyarakat. Bahkan tidak sedikit penerbit kampus yang memiliki akun official di marketplace dan media sosial populer. Sebagai badan penerbit nirlaba, harga buku yang ditawarkan pun diketahui ekonomis atau terjangkau.
Kendala yang Dihadapi Penerbit Kampus
Kehadiran penerbit kampus memang sangat penting, sebab bisa menjadi media informasi bagi masyarakat luas. Sayangnya, penerbit kampus masih menjadi penerbit yang membutuhkan pendampingan penerbit kampus.
Sebab, ada banyak sekali kendala yang dihadapi oleh penerbit kampus untuk bisa berkembang. Keterbatasan dan kendala ini menjadi penghalang sampainya informasi dari kampus ke tangan masyarakat.
Dikutip dari berbagai sumber, berikut adalah beberapa kendala yang umum dihadapi oleh penerbit kampus:
1. Keterbatasan SDM
Kendala yang pertama adalah kendala dari SDM. Dikutip dari website resmi Universitas Gadjah Mada, dijelaskan dalam salah satu artikelnya jika masih banyak pegawai di penerbit kampus yang pekerjaannya rangkap.
Misalnya, satu orang di penerbit kampus diberi tugas menjadi editor naskah sekaligus desain layout naskah buku. Artinya, penerbit kampus masih sering berhadapan dengan keterbatasan jumlah SDM.
Sekalinya ada SDM, maka biasanya akan diberikan tugas rangkap sehingga memberi beban kerja yang tinggi. Beban kerja yang berlebihan bisa menimbulkan kemungkinan kualitas kerja tidak maksimal. Sehingga berdampak pada kualitas terbitan yang masih rendah.
Kendala lain dari aspek SDM, adalah masih minim SDM di penerbit kampus yang sudah berpengalaman. Sehingga masih banyak yang awam dan cenderung baru mengenal dunia penerbitan kemudian bekerja di penerbit kampus.
Kondisi ini membuat pelayanan tidak maksimal dan kinerjanya pun tidak optimal. Minimnya pengalaman, keahlian, dan keterampilan memadai menjadi pengelola penerbitan. Pada akhirnya akan mengancam kualitas dan kuantitas terbitan.
2. Kendala pada Pendanaan
Dikutip melalui salah satu artikel di blog pribadi Kundharu Saddhono, menjelaskan bahwa salah satu kendala penerbit kampus adalah kendala pendanaan. Yakni pendanaan yang minim dan tidak mendukung kegiatan operasional penerbitan.
Sebagai salah satu unit usaha sebuah perguruan tinggi, maka praktis sumber dana operasional penerbit dari perguruan tinggi tersebut. Ada kalanya, alokasi pendanaan untuk operasional penerbit kampus masih minim.
Semakin kecil skala perguruan tinggi, atau semakin sedikit pemasukan sebuah perguruan tinggi. Maka anggaran untuk pengelolaan penerbit kampus juga akan minim. Minimnya dana bisa menghalangi pelayanan penerbitan.
Sebab menerbitkan buku juga ada beberapa biaya yang harus dikeluarkan penerbit maupun penulis. Mulai dari biaya untuk editing naskah, desain layout dan cover buku, biaya cetak, biaya jilid, pengajuan ISBN, pemasaran, dan lain sebagainya.
3. Kendala pada Mesin atau Peralatan
Kendala berikutnya yang sering dihadapi penerbit kampus adalah kendala pada mesin maupun peralatan untuk proses produksi. Proses produksi disini mencakup proses desain (layout, cover, dll), proses cetak, jilid, dan sebagainya.
Kegiatan penerbitan tentu membutuhkan peralatan yang mendukung, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Setiap tahap penerbitan membutuhkan peralatan yang berbeda. Mulai dari editing naskah maka dibutuhkan perangkat komputer.
Masuk ke proses desain, juga membutuhkan perangkat komputer yang memadai. Setelahnya masuk ke proses cetak, maka membutuhkan printer yang mendukung proses cetak buku. Dimana tidak bisa mengandalkan printer biasa.
Apalagi dalam mencetak buku, membutuhkan printer khusus untuk mencetak bagian isi buku dan printer jenis lainnya untuk mencetak cover. Belum lagi dengan kebutuhan laminasi pad cover buku tersebut.
Dilanjutkan pada proses jilid, dimana jenis jilid cukup beragam dan membutuhkan mesin yang berbeda-beda. Tanpa dukungan mesin dan peralatan yang memadai maka layanan penerbitan tidak bisa berjalan atau butuh waktu sangat lama.
Sayangnya, belum semua penerbit kampus mendapat dukungan mesin dan peralatan yang memadai. Hal ini yang menyebabkan penerbit kampus sulit berkembang dan terbitannya sulit diakses oleh masyarakat.
4. Kendala pada Pengalaman
Kendala keempat yang sering penerbit kampus adalah pada pengalaman, dalam artian minim pengalaman. Sejalan dengan penjelasan sebelumnya, dimana SDM di penerbit kampus masih minim yang berpengalaman.
Maka hal ini akan berdampak pada kualitas layanan dan kemudian berdampak pula pada kualitas terbitan. Pengalaman yang minim dari pengelola akan berdampak sangat signifikan.
Minimnya pengalaman dan pemahaman di dunia penerbitan akan menjadi sandungan bagi pengelola bisa profesional. Sehingga pelayanan yang diberikan dipandang kurang profesional. Baik itu kurang cepat, kurang tepat, dan lain sebagainya.
Pengalaman yang terbatas juga bisa memicu masalah. Misalnya, pihak pengelola kurang paham standar penerbitan buku dari Dikti. Sehingga tidak bisa mendukung dosen mendapat pengakuan agar mendapat tambahan KUM maupun diakui dalam pelaporan BKD.
5. Kendala pada Dukungan Internal
Kendala selanjutnya yang juga cukup sering dialami penerbit kampus adalah minimnya dukungan internal. Salah satunya dukungan dari pimpinan perguruan tinggi atau rektor yang kurang.
Tidak sedikit penerbit kampus yang cenderung diabaikan oleh rektor di kampus itu sendiri. Kondisi ini bisa menyebabkan masalah. Mulai dari kebijakan pendanaan, penyediaan SDM, penyediaan mesin atau peralatan produksi, dan sebagainya.
Penerbit kampus akan bisa berjalan baik jika mendapat dukungan penuh, terutama dari pimpinan perguruan tinggi. Sayangnya tidak semua penerbit kampus cukup beruntung dan minimnya dukungan dari rektor menyebabkan berbagai masalah.
Selain dukungan dari rektor, dukungan dari para dosen dan pihak lain di internal kampus juga bisa memicu kendala. Misalnya, ketika dosen di kampus tersebut enggan memakai jasa penerbit kampus sendiri dan memilih penerbit luar.
Maka naskah yang diterbitkan penerbit kampus semakin terbatas. Hal ini akan menurunkan kuantitas terbitan dan menjadikan informasi yang sampai di tangan masyarakat lebih terbatas dari seharusnya.
Akselerasi Perkembangan Penerbitan Kampus
Memahami bahwa penerbit kampus adalah salah satu sarana bagi perguruan tinggi membagikan informasi ilmiah kepada masyarakat. Maka penting sekali untuk didukung, sehingga kualitas pelayanan terus membaik dan begitu pula dengan kualitas terbitannya.
Mendukung akselerasi perkembangan penerbit kampus tersebut, maka bisa menjalin kerjasama dengan Penerbit Deepublish. Salah satunya memberikan pendampingan penerbit kampus. Sehingga akan diberi dampingan untuk memahami seluk beluk dunia penerbitan dan tata kelolanya oleh tim ahli, berpengalaman, dan profesional.
Pendampingan ini mencakup untuk semua aspek layanan penerbit kampus tersebut. Mulai dari pendampingan layanan pracetak, layanan cetak, sampai pada layanan pemasaran untuk semua buku yang diterbitkan secara efektif dan efisien.
Bentuk pendampingan bisa disesuaikan dengan kebutuhan pihak penerbit kampus. Sebab memang kendala di masing-masing penerbit tentu berbeda. Sehingga bisa disesuaikan dengan kebutuhan untuk efektivitas pendampingan yang diberikan Penerbit Deepublish.
Cara Kerja Sama Pendampingan Penerbitan Kampus
Tertarik untuk mendapatkan pendampingan penerbit kampus dari Penerbit Deepublish? Maka bisa segera mengajukan usulan kerjasama. Yakni dengan menghubungi kontak Aruming Sekar Sukrani C.D, S.E. (Aruming) bagian kerjasama institusi melalui WhatsApp 0811-2941-473 di hari dan jam kerja.
Jangan menunggu sampai penerbit kampus yang Anda kelola mati suri untuk melakukan perbaikan. Gunakan layanan pendampingan dari Penerbit Deepublish ini untuk berbenah dan mendapat perubahan positif. Sehingga tujuan dibukanya penerbit kampus sebagai media informasi kepada masyarakat luas bisa segera tercapai.
Jika memiliki pertanyaan atau ingin sharing pengalaman mengenai topik pendampingan penerbit kampus dalam artikel ini. Jangan ragu menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share untuk membagikan artikel ini ke orang terdekat Anda. Semoga bermanfaat.