Membantu mendapatkan data penelitian yang lengkap dan kredibel, maka peneliti perlu teliti dalam memilih sampel penelitian. Penentuan sampel akan menentukan juga kualitas sampai kuantitas data yang berhasil didapatkan.
Setiap penelitian, baik kualitatif maupun kuantitatif membutuhkan sampel. Sampel sendiri adalah bagian dari populasi penelitian. Pada beberapa peneliti pemula, kadang kala masih menganggap antara sampel dan populasi adalah sama. Padahal keduanya berbeda.
Jadi, penting sekali untuk memahami apa itu sampel dalam penelitian dan jenis-jenisnya. Sekaligus paham pula bagaimana kriteria sampel yang baik untuk menunjang kualitas data dan hasil penelitian itu sendiri.
Apa Itu Sampel Penelitian?
Dikutip melalui Repository STIE, sampel penelitian menurut Sugiyono (2016:118) adalah bagian dari populasi yang menjadi sumber data dalam penelitian, dimana populasi merupakan bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
Sampel ini nantinya akan menjadi sumber data penelitian. Sehingga perlu ditentukan dengan benar untuk memastikan data yang didapatkan berkualitas dan relevan. Selain itu, dari definisi tersebut juga dipahami sangat lumrah ada yang menyamakannya dengan populasi.
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari Chat GPT versi 4, yang diakses pada 5 Desember 2024. Ada berbagai perbedaan antara sampel dengan populasi penelitian. Berikut detailnya dalam tabel:
Aspek | Populasi | Sampel |
Definisi | Keseluruhan subjek atau individu yang menjadi objek penelitian. | Sebagian kecil dari populasi yang dipilih untuk diteliti. |
Cakupan | Luas, mencakup semua elemen yang sesuai dengan kriteria penelitian. | Terbatas, hanya sebagian dari populasi yang diambil secara representatif. |
Jumlah | Biasanya sangat besar, tergantung pada objek penelitian. Jika objek penelitian sebuah sekolah, maka jumlah lebih kecil dibanding objek penelitian di suatu kota. (jumlah siswa lebih sedikit dari jumlah warga di kota X). | Lebih kecil, dipilih untuk efisiensi waktu dan biaya. Dipilih dengan teliti agar sampel bisa merepresentasikan karakteristik populasi penelitian. |
Tujuan | Menjadi dasar untuk memahami fenomena secara keseluruhan. | Digunakan untuk mewakili populasi dan membuat generalisasi. |
Proses Penentuan | Tidak memerlukan proses pengambilan karena mencakup seluruh elemen. | Memerlukan metode pengambilan sampel agar representatif. |
Contoh | Semua mahasiswa di universitas Y. | 200 mahasiswa yang dipilih dari universitas Y. |
Penentuan populasi biasanya disesuaikan dengan topik yang diteliti. Sedangkan penentuan sampel harus menggunakan metode khusus agar hasilnya merepresentasikan populasi. Misalnya dengan teknik simple random sampling, cluster random sampling, dll.
Jenis Sampel Penelitian
Jika didasarkan pada cara atau teknik penentuan sampel penelitian. Maka jenis dari sampel ini terbagi menjadi dua kategori utama. Yakni sampel probabilitas dan nonprobalitas. Berikut penjelasan detailnya:
1. Sampel Probabilitas
Secara umum, sampel probabilitas adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama kepada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Sehingga dalam menentukan sampel, peneliti akan memilih secara acak. Hanya saja tetap dengan pola tertentu. Pola ini yang membuat pemilihan sampel bisa tetap acak, akan tetapi bisa memilih sampel mana saja. Sehingga semua populasi punya peluang sama besar menjadi sampel.
Pada jenis ini, sampel dalam penelitian kemudian terbagi lagi menjadi beberapa jenis. Jenis-jenis ini memiliki perbedaan dari segi pola dalam menentukan sampel pertama, kedua, dan seterusnya. Berikut rinciannya:
a. Simple Random Sampling (Sampel Acak Sederhana)
Dikutip melalui kumparan.com, simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang menggunakan kaidah peluang dalam proses penentuan sampel. Sehingga penentuan murni acak sejak awal.
Contohnya, peneliti ingin mengetahui tingkat kepuasan pengunjung swalayan X. Maka peneliti memilih sampel acak ketika sampai di swalayan tersebut. Siapapun yang datang di hari yang sama dengan peneliti maka dipilih sebagai sampel. Tidak peduli usianya, latar belakang pendidikannya, dll.
b. Systematic Sampling (Sampel Sistematis)
Systematic sampling adalah metode pengambilan sampel dengan unsur pertama saja yang dipilih secara acak. Misalnya, peneliti ingin mengetahui tingkat kepuasan pasien di rumah sakit Y.
Peneliti kemudian masuk ke ruang perawatan dan memilih sampel pertama dari ranjang pertama. Kemudian sampel berikutnya adalah pasien yang ada jeda satu ranjang dengan pasien kedua. Begitu seterusnya sampai jumlah sudah sesuai kebutuhan.
c. Cluster Sampling (Sampel Klaster)
Cluster sampling adalah teknik penentuan sampel penelitian dengan membagi populasi menjadi beberapa kelompok atau cluster (klaster). Teknik ini cocok untuk penelitian yang populasinya berbasis wilayah.
Contohnya, peneliti ingin mengetahui efektivitas digitalisasi literatur di sekolah tingkat SMA pada kota Semarang. Kemudian ada 100 SMA dan dibagi menjadi beberapa klaster berdasarkan pembagian wilayah administratif kota Semarang. Sampel kemudian dipilih 5 siswa di 2 SMA per klaster.
d. Stratified Sampling (Sampel Berstrata)
Stratified sampling adalah teknik penentuan sampel dengan cara memisahkan populasi menjadi kelompok yang saling eksklusif berdasarkan karakteristik tertentu.
Contohnya, seorang peneliti ingin mengetahui tingkat kepuasan pelanggan di sebuah bank dengan mempertimbangkan jenis tabungan yang dimiliki. Bank tersebut memiliki tiga jenis tabungan:
- Tabungan Reguler (60% dari total pelanggan).
- Tabungan Bisnis (30% dari total pelanggan).
- Tabungan Premium (10% dari total pelanggan).
Berdasarkan jenis tabungan tersebut, peneliti mengambil 50 sampel dari Tabungan Reguler. Kemudian 30 sampel dari Tabungan Bisnis dan 20 sampel dari Tabungan Premium. Sehingga total sampel keseluruhan adalah 100 nasabah.
2. Sampel Nonprobabilitas
Jenis sampel penelitian yang kedua adalah sampel nonprobabilitas. Yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Jika menerapkan teknik nonprobabilitas, maka sampel dari penelitian harus memenuhi kriteria lebih spesifik. Sehingga tidak bisa ditentukan secara acak. Jenis ini juga terbagi lagi menjadi beberapa jenis. Yaitu:
a. Convenience Sampling (Sampel Kemudahan)
Convenience sampling adalah teknik penentuan sampel dengan cara sampel dipilih berdasarkan kemudahan akses atau ketersediaan subjek. Misalnya, peneliti memilih sampel yang rumahnya berjarak maksimal 100 meter dari universitas X.
b. Purposive Sampling (Sampel Bertujuan)
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan cara sampel dipilih berdasarkan karakteristik tertentu yang relevan dengan tujuan penelitian. Contohnya, peneliti hanya memilih siswa yang mendapat nilai matematika tinggi untuk penelitian tentang metode belajar.
c. Quota Sampling (Sampel Kuota)
Quota sampling adalah penentuan sampel dengan didasarkan pada jumlah tertentu dalam kategori tertentu. Contohnya, peneliti 50 pria dan 50 wanita sebagai responden.
d. Snowball Sampling (Sampel Bola Salju)
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan rekomendasi dari rekan peneliti atau pihak terkait. Misalnya dosen mendapat rekomendasi responden dari perguruan tinggi yang menaunginya.
Umumnya, teknik ini diterapkan untuk pemilihan sampel yang tertutup dan susah dijangkau oleh sembarang orang. Misalnya, peneliti ingin mendapatkan sampel dengan kriteria pecandu narkoba, pekerja seks komersial, dll.
e. Judgmental Sampling (Sampel Penilaian)
Judgmental sampling adalah pemilihan sampel yang berdasarkan penilaian subjektif tentang siapa yang paling relevan untuk penelitian. Misalnya, peneliti memilih narasumber yang dipandang merupakan ahli di bidang ilmu komputer. Penilaian ahli ini adalah hasil penilaian subjektif peneliti.
Kriteria Sampel Penelitian
Dalam menentukan sampel penelitian, seorang peneliti juga harus menetapkan kriteria. Sehingga sampel tersebut sesuai dengan tujuan penelitian atau relevan dengan topik yang diteliti.
Misalnya, peneliti ingin mengetahui efektivitas terapi X untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Maka idealnya peneliti menetapkan kriteria sampel adalah pasien hipertensi dengan tekanan darah minimal 140/90 mmHg. Jika sampel adalah penderita diabetes, maka tidak relevan dengan topik dan data yang didapatkan menjadi bias.
Secara umum ada 5 jenis kriteria yang bisa digunakan peneliti untuk mendapatkan sampel yang tepat dan sesuai tujuan maupun topik penelitian. Berikut penjelasannya:
1. Kriteria Inklusi
Kriteria yang pertama adalah kriteria inklusi, yaitu kriteria apa saja yang bisa membuat seseorang atau sesuatu bisa menjadi sampel dalam penelitian. Sehingga ada kriteria yang detail, jelas, dan spesifik untuk menjadi kriteria inklusi.
Contohnya, peneliti ingin mengambil sampel dari pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit Y. Ada total 200 pasien dan peneliti menetapkan kriteria inklusi pasien berusia antara 20-30 tahun. Jika kriteria ini sesuai, maka seorang pasien bisa menjadi sampel.
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah kriteria yang membuat sampel harus dikeluarkan dari daftar sampel penelitian. Jadi, awalnya sampel ini diketahui memenuhi kriteria inklusi. Hanya saja, setelah di cek mendetail ternyata belum memenuhi kriteria inklusi tersebut.
Secara sederhana, peneliti perlu menentukan apa saja yang menyebabkan sampel harus dikeluarkan dari daftar sampel. Contohnya, peneliti menetapkan kriteria eksklusi sebagai berikut:
- Responden yang memiliki penyakit lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
- Responden yang tidak mampu berkomunikasi dengan baik (misalnya, karena gangguan kognitif).
- Pengguna yang baru menggunakan aplikasi kurang dari 1 bulan.
3. Kriteria Demografis
Kriteria yang ketiga adalah kriteria demografis, yaitu karakteristik atau atribut penduduk yang digunakan untuk mengelompokkan atau mengkategorikan individu dalam suatu populasi.
Kriteria jenis ini ditetapkan untuk penelitian yang tujuannya mengetahui atau mempelajari perilaku kelompok masyarakat tertentu yang menjadi populasi penelitian. Faktor demografis bisa berdasarkan usia, latar belakang pendidikan, gender atau jenis kelamin, status pernikahan, dll.
Contohnya, peneliti ingin memahami kebutuhan rumah tangga atau pola konsumsi keluarga. Sehingga menetapkan kriteria demografis berdasarkan status pernikahan. Mencakup belum menikah, menikah, dan janda atau duda.
4. Kriteria Klinis
Kriteria yang keempat adalah kriteria klinis, yakni kriteria dalam menetapkan sampel penelitian yang didasarkan pada kondisi medis maupun riwayat kesehatan seseorang (individu). Sehingga kriteria ini umum digunakan dalam penelitian di bidang kesehatan.
Contohnya, peneliti ingin mengetahui efektivitas herbal stevia dalam membantu mengontrol kadar gula dalam darah. Maka kriteria klinis yang ditetapkan adalah sampel merupakan penderita diabetes.
5. Kriteria Perilaku atau Pengalaman
Terakhir adalah kriteria perilaku atau pengalaman. Yaitu cara menentukan sampel dalam penelitian yang mengacu pada perilaku, pengalaman, atau kebiasaan tertentu yang relevan dengan penelitian.
Contohnya, peneliti ingin mengetahui tingkat kepuasan konsumen air minum dalam kemasan merek A. Maka kriteria perilaku yang ditetapkan adalah sampel merupakan konsumen merek A tersebut dan sudah berlangganan selama minimal 6 bulan.
Penentuan kriteria sampel sangat penting. Salah satu tujuannya adalah memastikan data yang didapatkan valid dan relevan dengan topik maupun tujuan penelitian. Jika sampel yang dipilih salah, maka data yang didapatkan tentu tidak valid. Begitu pula jika sebaliknya.
Contoh Sampel Penelitian
Membantu lebih memahami apa dan bagaimana menentukan sampel penelitian. Maka berikut adalah beberapa contoh yang bisa dipelajari:
Penelitian pada Siswa Sekolah Menengah
Sampel: 100 siswa kelas XI SMA di Kota Bandung.
Contoh penyajian di karya tulis ilmiah:
“Sampel penelitian ini terdiri atas 100 siswa kelas XI dari lima sekolah menengah atas di Kota Bandung yang dipilih menggunakan metode simple random sampling. Pemilihan sampel dilakukan untuk memastikan bahwa setiap siswa memiliki peluang yang sama untuk terpilih.”
Sebagai catatan tambahan, penjelasan mengenai apa dan siapa sampel penelitian dalam karya tulis ilmiah biasanya masuk di bab II. Yakni bab mengenai Metode Penelitian. Sehingga ada penjelasan mengenai apa itu sampel, teknik penentuan, dan sampel apa dan siapa yang akhirnya dipilih. Detail cara penulisannya seperti contoh-contoh di atas.
Dalam menuliskan sampel dari penelitian yang dilakukan. Maka penulis perlu memastikan sudah menyebutkan jumlah sampel, metode pengambilan sampel, kriteria baik inklusi maupun eksklusi, dan alasan kenapa memilih metode pengambilan sampel tersebut.
Selain itu, bisa juga menjelaskan dasar yang membantu menentukan sampel. Misalnya mengutip pendapat ahli. Sehingga ada penjelasan lebih dalam dan menegaskan dasar ilmiah penentuan sampel. Contohnya sebagai berikut:
“Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu menurut Sugiyono (2018:85). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh nasabah Bank Rakyat Indonesia yang melakukan transaksi di teller dengan asumsi waktu pelayanan teller sama. Sampel yang diambil adalah jumlah nasabah yang terdapat dalam antrian teller hingga lima hari kedepan dimulai dari Senin- Jumat pada pukul 08.00-15.00 WIB.”
Jika memiliki pertanyaan, opini, atau ingin sharing pengalaman berkaitan dengan topik dalam artikel ini. Jangan ragu menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share agar informasi dalam artikel ini tidak berhenti di Anda saja. Semoga bermanfaat.