Skala Rasio dalam Kegiatan Penelitian

Dalam kegiatan penelitian terdapat sejumlah skala pengukuran data, salah satunya skala rasio. Jenis skala pengukuran ini paling sering digunakan dalam penelitian terutama penelitian kuantitatif. 

Data yang dihasilkan adalah data numerik, yang tentu perlu dihitung. Ketika peneliti menggunakan skala pengukuran berbasis rasio maka data bisa dihitung dengan sistem matematika apapun. Hal ini akan memudahkan pengolahan dan analisis data penelitian. 

Bagi beberapa orang, istilah skala pengukuran berbasis rasio masih asing di telinga. Termasuk juga bagi kalangan peneliti muda atau pemula. Jika masih bingung mengenai definisi sampai penerapannya seperti apa, maka bisa menyimak penjelasan berikut. 

Apa Itu Skala Rasio?

Dikutip melalui Repository Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah (UIN SATU), skala rasio adalah suatu skala pengukuran yang mempunyai nilai nol mutlak dan mempunyai jarak yang sama.

Artinya, skala pengukuran satu ini memiliki nilai dari angka 0 dan angka seterusnya yang membentuk bilangan angka. Sehingga angka-angka tersebut terukur dan bisa dihitung. Apapun jenis data yang melatarbelakangi kemunculan angka tersebut. 

Dalam kegiatan penelitian, skala pengukuran bukan hanya berbasis rasio. Dikutip melalui Kumparan.com, setidaknya ada empat jenis skala pengukuran. Dimulai dari skala berbasis rasio, skala interval, skala ordinal, dan skala nominal. 

Skala berbasis rasio digunakan untuk data yang sifatnya bisa dan perlu diukur sekaligus perlu dihitung. Misalnya data berat badan, data jumlah penduduk, data suhu tubuh, data tingkat pendapatan, usia, dan sebagainya. 

Dalam penelitian, memang tidak semua data perlu dan bisa diukur serta dihitung. Misalnya data jenis kelamin atau gender. Data seperti ini hanya bisa dihitung akan tetapi tidak bisa diukur. Sehingga perhitungannya tidak memakai skala berbasis rasio melainkan skala nominal. 

Contoh Skala Rasio Dalam Penelitian

Dalam menerapkan skala rasio pada kegiatan penelitian, angka 0 tidak dibaca atau diabaikan. Sebab angka 0 dalam skala pengukuran ini dipandang sebagai kondisi ketiadaan atribut untuk diukur atau dihitung. 

Misalnya, ketika mendata berat badan bayi di posyandu X. Jika ada berat badan 0 kg, maka artinya tidak ada berat badan. Bukan disebut berat badan ada 0 kg. Semetara data selain angka 0 akan dipandang sebagai atribut data dan masuk ke proses pendataan. 

Berikut adalah beberapa contoh penggunaan skala rasio dalam kegiatan penelitian: 

Contoh Skala Rasio 1

Penelitian tentang Pengaruh Jam Belajar terhadap Nilai Ujian

Seorang peneliti ingin mengetahui apakah semakin lama seseorang belajar, semakin tinggi nilai ujiannya. Ia mengukur waktu belajar siswa dalam jam dan mencatat nilai ujian mereka. 

Hasilnya menunjukkan bahwa siswa yang belajar lebih lama cenderung mendapatkan nilai lebih baik. Karena waktu belajar bisa dihitung, dibandingkan, dan memiliki nol absolut (0 jam berarti tidak belajar sama sekali), maka variabel ini termasuk dalam skala rasio.

Contoh Skala Rasio 2

Penelitian tentang Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga

Sebuah penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah pendapatan mempengaruhi jumlah pengeluaran rumah tangga. Peneliti mencatat pendapatan keluarga dalam rupiah serta berapa banyak uang yang mereka keluarkan setiap bulan. 

Hasilnya menunjukkan bahwa keluarga dengan pendapatan lebih tinggi biasanya mengeluarkan lebih banyak uang. Berhubung pendapatan memiliki nol absolut (Rp0 berarti tidak memiliki uang) dan bisa dihitung rata-ratanya, variabel ini masuk dalam skala rasio.

Contoh Skala Rasio 3

Penelitian tentang Olahraga dan Hubungannya dengan Penurunan Berat Badan

Seorang peneliti ingin mengetahui apakah olahraga bisa membantu menurunkan berat badan. Peneliti ini mencatat waktu olahraga setiap peserta dalam menit dan mencatat perubahan berat badan mereka dalam kilogram. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama seseorang berolahraga setiap minggu, semakin banyak berat badan yang berkurang. Karena waktu olahraga dan berat badan bisa diukur, dibandingkan, dan memiliki nol absolut (0 menit berarti tidak olahraga), kedua variabel ini termasuk dalam skala rasio.

Ciri-Ciri Skala Rasio

Seperti penjelasan sebelumnya, skala pengukuran dalam penelitian bukan hanya skala rasio. Skala yang bisa digunakan total ada empat dan disesuaikan dengan karakteristik data penelitian yang didapatkan. 

Data tertentu akan cocok dihitung dan diukur atau ditulis dengan skala berbasis rasio. Secara umum, berikut adalah ciri-ciri khas dari skala berbasis rasio tersebut: 

1. Memiliki Nol (0) Absolut

Ciri yang pertama adalah sesuai dengan definisinya, yakni memiliki angka 0 yang sifatnya absolut. Disebut absolut artinya adalah angka 0 dalam skala pengukuran ini dianggap tidak ada nilainya. 

Misalnya, jika ada data badan 0 kg berarti seseorang tidak memiliki berat badan sama sekali. Contoh lain, jika ada data pendapatan adalah Rp0 berarti seseorang tidak memiliki penghasilan atau tidak berpenghasilan, sebab 0 adalah absolut. 

2. Jarak Antar Nilai Konsisten dan Memiliki Makna 

Ciri yang kedua adalah jarak antara satu nilai atau angka dengan nilai yang lain adalah konsisten. Jarak ini kemudian memiliki makna, yang kemudian bisa dipahami oleh masyarakat luas. 

Misalnya, terdapat data dengan selisih berat badan antara 60 kg dan 50 kg adalah 10 kg, yang memiliki arti nyata. Yakni terpaut atau berjarak 10 kg. Sama halnya dengan perbedaan pendapatan Rp5 juta dan Rp10 juta yang menunjukkan selisih Rp5 juta. Selisih ini memiliki makna dan dipahami siapa saja. 

3. Dapat Dihitung dengan Berbagai Operasi Matematika 

Ciri yang ketiga dari skala rasio adalah nilainya bisa dihitung dengan berbagai bentuk operasi matematika. Baik itu penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan bahkan dihitung perbandingannya apakah dua kali lipat, tiga kali lipat, dan sebagainya.  

Bahkan untuk data angka 0 yang sifatnya absolut. Misalnya data berat badan 0 kg, jika ada yang datanya 10 kg, maka ada 10x dari data berat badan yang pertama. Data dengan skala pengukuran ini pada intinya bisa dihitung. 

Misalnya, seseorang memiliki pendapatan Rp10 juta dan orang lain Rp5 juta, bisa dikatakan bahwa pendapatan pertama dua kali lebih besar. Pendapatan per bulan kemudian dijumlahkan, maka menjadi pendapatan kotor per tahun. 

4. Bisa untuk Analisis Statistik yang Kuat 

Ciri yang keempat dari skala rasio adalah bisa dianalisis dengan statistik atau rumus statistika untuk hasil analisis yang lebih kuat. Analisis ini sangat mungkin dilakukan karena karakter skala pengukuran yang membuat 0 bersifat absolut. 

Sekaligus bisa dihitung dengan operasi matematika bentuk apapun. Sehingga data dengan skala pengukuran ini bisa dianalisis dengan metode statistik seperti rata-rata, standar deviasi, regresi, dan uji hipotesis.

5. Relevan untuk Pengukuran Kuantitatif 

Ciri yang terakhir dari skala berbasis rasio adalah relevan untuk pengukuran kuantitatif. Artinya, pengukuran data yang sifatnya numerik atau angka. Maka sangat cocok diukur dengan skala pengukuran ini. 

Hal ini terjadi, karena skala rasio membuat angka 0 absolut, bisa dioperasikan dengan operasi matematika, dan juga bisa diukur atau dihitung perbandingannya. Sehingga hasil pengukuran dan perhitungan akurat serta mudah dipahami. 

Contohnya, dalam sebuah penelitian medis, berat badan pasien, tekanan darah, dan kadar gula darah. Semua data tersebut sering diukur dengan skala berbasis rasio untuk memastikan hasil yang akurat dan dapat dibandingkan antarindividu.

Perbedaan Skala Rasio dengan Skala Lainnya

Jika membahas mengenai skala rasio maka sudah tentu akan membahas skala pengukuran lain yang umum digunakan dalam penelitian. Seperti penjelasan sebelumnya, skala pengukuran dalam penelitian terdapat empat jenis. 

Dimulai dari skala berbasis rasio, skala interval, skala nominal, dan kemudian disusul skala ordinal. Terdapat beberapa aspek yang bisa menunjukan perbedaan dari empat jenis skala pengukuran tersebut. Berikut rinciannya: 

1. Definisi 

Membantu memahami perbedaan dari keempat skala pengukuran tersebut, maka bisa dimulai dari aspek definisi. Sebab pada definisi inilah bisa dipahami perbedaan paling mendasar dari keempat skala pengukuran tersebut. Berikut penjelasannya: 

  • Skala rasio: Memiliki jarak antar nilai yang sama dan nol absolut. Contohnya adalah data berat badan, tinggi badan, tekanan darah, jumlah penduduk, jumlah pendapatan bulanan, dan sebagainya.
  • Skala interval: Memiliki jarak antar nilai yang sama, tetapi tidak memiliki nol absolut. Contohnya adalah data suhu dalam derajat Celcius, Fahrenheit, dan skor untuk IQ. 
  • Skala ordinal: Menyusun data dalam urutan, tetapi selisih antar nilai tidak pasti. Contohnya adalah data peringkat lomba, tingkat pendidikan, tingkat kepuasan, dan lain sebagainya. 
  • Skala nominal: Mengelompokkan data tanpa urutan atau perbedaan nilai. Contohnya adalah data jenis kelamin, warna rambut, kota kelahiran, dan lain sebagainya. 

2. Makna Angka Nol (0) 

Perbedaan yang kedua adalah dari makna angka 0 di masing-masing skala pengukuran. Pada skala rasio, sesuai penjelasan di atas, angka 0 bersifat absolut. Sehingga dimaknai sebagai angka yang tidak memiliki atribut yang diukur (dihitung). 

Sementara pada skala interval, makna angka 0 adalah titik referensi buatan, bukan ketiadaan nilai. Titik referensi buatan sendiri adalah tidak menunjukkan ketiadaan atribut yang diukur, tetapi hanya sebagai titik acuan atau referensi yang ditentukan secara arbitrer.

Misalnya pada data pengukuran suhu 0 derajat Celcius. Angka 0 dalam suhu ini bukan berarti tidak ada suhu, melainkan suhu suatu zat atau ruangan ada di titik beku. Contoh lain, jika hasil tes IQ menunjukan 0 maka bukan berarti tidak memiliki kecerdasan. 

Makna angka 0 pada skala nominal dan skala ordinal adalah sama, yakni tidak memiliki makna atau makna khusus. Pada skala nominal, angka 0 hanya sebagai kategori. Sementara pada skala ordinal menunjukan pangkat atau tingkatan paling rendah. 

3. Pengurutan Data 

Perbedaan yang ketiga adalah dari aspek pengurutan data. Pada skala rasio, skala interval, dan skala ordinal seluruh data bisa diurutkan. Misalnya pada skala ordinal yang menunjukan tingkat juara dalam lomba. Maka data bisa diurutkan dari juara ketiga, kedua, sampai juara pertama. 

Namun, tidak demikian dengan skala nominal dimana seluruh data tidak bisa diurutkan. Misalnya, data mengenai jenis kelamin. Maka data ini tidak bisa diurutkan, karena memang laki-laki tidak memiliki nilai lebih rendah dari perempuan. Begitu juga sebaliknya. 

4. Dihitung dengan Operasi Matematika

Perbedaan berikutnya adalah pada bisa tidaknya dihitung dengan operasi matematika. Dari empat jenis skala pengukuran, hanya skala rasio yang bisa dihitung dengan operasi matematika jenis apapun. 

Baik itu dijumlahkan, dikalikan, dikurangi, dan bahkan dibandingkan nilainya untuk mengetahui mana yang lebih besar dan sebaliknya. Sementara untuk skala pengukuran jenis lainnya, tidak bisa dihitung dengan operasi matematika bentuk apapun. 

Misalnya data suhu badan dalam skala interval. Jika data suhu ada dua, maka tidak bisa dijumlahkan. Sebab satu data suhu menunjukan suhu suatu zat atau ruangan saja. Data ini tidak bisa ditambah, dikurangi, apalagi dikalikan karena membuat data menjadi bias. 

Contoh lain adalah pada skala nominal, data jenis kelamin dari populasi penelitian tentunya tidak bisa dijumlah,dikurangi, dan sebagainya. Data ini hanya bisa ditulis apa adanya tanpa bisa dihitung dengan operasi matematika jenis apapun. 

Melalui penjelasan di atas, agar lebih mudah memahami perbedaan keempat jenis skala pengukuran tersebut. Maka berikut disajikan dalam bentuk tabel: 

Aspek Skala Nominal Skala OrdinalSkala Interval Skala Rasio 
Definisi Mengelompokkan data tanpa urutan atau perbedaan nilai.Menyusun data dalam urutan, tetapi selisih antar nilai tidak pasti.Memiliki jarak antar nilai yang sama, tetapi tidak memiliki nol absolut.Memiliki jarak antar nilai yang sama dan nol absolut.
Makna Nol (0)Tidak memiliki makna khusus, hanya sebagai kategori.Tidak memiliki makna khusus, hanya menunjukkan peringkat terendah.Nol adalah titik referensi buatan, bukan ketiadaan nilai.Nol berarti benar-benar tidak ada atribut yang diukur.
Bisa Diurutkan?Tidak BisaBisa Bisa 
Bisa Dijumlahkan atau Dikurangi?Tidak Tidak TidakBisa 
Bisa Dikalikan atau Dibagi?Tidak Tidak Tidak Bisa 
ContohJenis kelamin, warna rambut, kota kelahiran, dllPeringkat lomba, tingkat pendidikan, tingkat kepuasan, dllSuhu dalam Celcius atau Fahrenheit dan skor IQ.Berat badan, tinggi badan, pendapatan, jumlah kendaraan, dll. 

Uji untuk Data Skala Rasio

Dikutip melalui artikel ilmiah berjudul “Variabel Dan Skala Pengukuran Statistik” karya Nilda Miftahul Janna yang terbit di jurnal OSF (Open Science Framework). uji untuk data skala rasio atau perhitungannya adalah menggunakan statistik parametrik. 

Statistik parametrik sendiri adalah ilmu statistik yang mempertimbangkan jenis sebaran atau distribusi data, yaitu apakah data menyebar secara normal atau tidak. Statistik jenis ini biasanya digunakan untuk menguji hipotesis dan variabel yang terukur.

Sehingga data numerik yang termasuk dalam skala berbasis rasio bisa diukur atau diuji dengan statistik parametrik ini. Adapun jenis statistik parametrik yang bisa digunakan antara lain: 

  1. Uji-t (t-test): Untuk membandingkan rata-rata dua kelompok.
  2. ANOVA (Analysis of Variance): Untuk membandingkan rata-rata lebih dari dua kelompok.
  3. Regresi Linear: Untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen.
  4. Uji Korelasi Pearson: Untuk mengukur hubungan linear antara dua variabel kuantitatif.

Contohnya, seorang peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara jumlah jam belajar dan nilai ujian siswa. Data yang dikumpulkan berupa skala rasio, yaitu jumlah jam belajar dalam jam dan nilai ujian dalam rentang 0–100. 

Menguji hubungan ini, digunakan Uji Korelasi Pearson, yang mengukur kekuatan serta arah hubungan antara dua variabel kuantitatif. Dalam analisis ini, hipotesis nol (H₀) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah jam belajar dan nilai ujian. 

Sedangkan hipotesis alternatif (H₁) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara keduanya. Rumus Uji Korelasi Pearson: 

Data jam belajar dan nilai ujian siswa: 

SiswaJam Belajar (X)Nilai Ujian (Y) 
1250
2465
3680
4885
51095

Setelah mengumpulkan data dari lima siswa, perhitungan menggunakan rumus korelasi Pearson menghasilkan r = 0.98, yang menunjukkan hubungan yang sangat kuat dan positif. Artinya, semakin lama siswa belajar, semakin tinggi nilai ujian yang mereka peroleh.

Artikel Penulisan Buku Pendidikan