Bagi seorang penulis, proses penyuntingan atau editing adalah salah satu tahapan penting yang nantinya harus dihadapi. Dalam teknik menulis buku, proses tersebut akan dilewati ketika semua tulisan kita sudah selesai disusun. Artinya tulisan dalam bentuk draft sudah selesai kita kerjakan dan selanjutnya akan masuk ke dalam proses penyuntingan. Seperti diketahui bersama bahwa proses tersebut bisa dilakukan berulang-ulang. Bisa lebih dari dua kali, bahkan tiga kali supaya tulisan yang kita buat memang benar-benar berkualitas. Penyuntingan pada dasarnya dilakukan untuk meminimalisir kesalahan yang kita lakukan ketika menyusun sebuah buku, baik secara substantif ataupun teknis. Bahkan proses tersebut bisa dilakukan oleh diri kita sendiri sebagai seorang penulis ataupun oleh pihak penerbit. Pihak penerbit biasanya juga memiliki editor khusus yang berperan penting untuk memperbaiki tulisan yang kita sudah buat tersebut sebelum siap untuk diterbitkan.
Proses penyuntingan tersebut pada dasarnya harus dilakukan setelah tulisan yang kita buat selesai secara keseluruhan. Nantinya editor akan melihat atau mengoreksi tulisan kita dari awal hingga akhir sehingga akan dengan mudah terlihat titik kelemahan dari tulisan yang kita buat. Melakukan proses penyuntingan di tengah-tengah tahapan penulisan tentu bukanlah menjadi hal yang biasa dilakukan. Terlebih lagi hal tersebut sebisa mungkin harus dihindari karena akan membawa dampak yang tidak baik bagi kualitas tulisan yang kita buat. Oleh karena itu, jarang sekali penulis yang melakukan proses editing sebelum tulisan yang mereka buat selesai secara keseluruhan. Apabila hal tersebut dilakukan, maka akan terdapat kebingungan yang terjadi di dalam diri penulis sendiri. Ada beberapa hal yang membuat proses penyuntingan tidak disarankan untuk dilakukan sebelum tulisan kita selesai secara keseluruhan.
Berikut ini beberapa kerugian yang akan kita dapatkan jikalau mengoreksi tulisan ketika tulisan itu belum selesai, versi Penerbit Buku Deepublish.
Ketika kita sedang menulis buku, maka melakukan koreksi terhadap tulisan kita secara keseluruhan menjadi sesuatu yang sangat disarankan. Apabila hal tersebut kita lakukan, maka secara otomatis proses penulisan yang kita lakukan akan berhenti. Sebagai contohnya ketika kita sudah menyelesaikan sebanyak 3 bab, kita terpancing untuk melakukan koreksi terhadap tiga bab yang sudah kita buat tersebut. Padahal masih ada 2 bab lagi yang seharusnya kita selesaikan sebelum melakukan proses penyuntingan. Ketika kita melakukan proses koreksi tersebut, maka kita seolah-olah telah berada pada titik akhir dari proses penulisan buku. Artinya kita akan merasa berat untuk kembali melakukan proses penulisan setelah melakukan koreksi. Hal tersebut menjadi wajar karena menulis buku memerlukan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Oleh karena itu, sebaiknya kita tidak perlu melakukan koreksi sebelum tulisan kita benar-benar selesai dikerjakan.
Ketika melakukan proses pengeditan, kita perlu menyadari bahwa otak kiri kita sedang bekerja sehingga mendorong diri kita sendiri untuk mengeluarkan berbagai pendapat terkait dengan tulisan yang sedang kita baca. Akhirnya kita memunculkan perdebatan sendiri terkait dengan tulisan yang kita buat, kurang bagus, kurang pas, dan banyak kekurangan lain yang akan kita temukan. Kondisi tersebut secara tidak langsung akan memancing perhatian kita untuk membenahi tulisan yang kita pikir belum sesuai tersebut. Apabila hal tersebut membutuhkan waktu yang relatif lama, maka kita seolah-olah akan membuang banyak waktu karena masih ada bagian lain yang belum kita selesaikan. Artinya waktu kita akan tersita untuk memikirkan tulisan yang baik dan sesuai dengan keinginan kita sendiri sebelum tulisan tersebut selesai secara sempurna. Adapun kekurangan yang dimaksud tersebut bisa bersifat substantif ataupun teknis. Akan menjadi sesuatu yang sulit untuk diselesaikan apabila kesalahan yang kita temukan adalah kesalahan substantif karena kita akan memikirkan kembali gagasan yang ingin kita sampaikan.
Ketika belum selesai menulis buku, tetapi kita memaksakan diri untuk melakukan proses editing, maka ada satu konsekuensi yang harus kita tanggung. Konsekuensi tersebut adalah hilangnya ide atau gagasan pokok yang ingin kita sampaikan melalui tulisan kita sendiri. Hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari proses koreksi itu sendiri yang terkadang harus menghapus beberapa hal yang justru sebenarnya penting bagi kita. Pada saat penyuntingan, tentu kita membutuhkan kefokusan dan ketelitian tingkat tinggi, baik dari segi substantif ataupun teknis. Ketika kita tidak dalam kondisi yang baik, termasuk belum terselesaikannya tulisan kita secara penuh, maka akan berdampak nyata pada kualitas tulisan yang sudah kita buat sendiri. Bisa jadi secara tidak sadar karena adanya pengaruh dari faktor internal ataupun eksternal, bagian yang seharusnya menjadi penting bagi tulisan kita justru bisa terhapus oleh diri kita sendiri. Kondisi tersebut tentu akan merugikan diri kita sendiri sebagai seorang penulis.
Salah satu resiko besar yang mungkin kita dapatkan ketika memaksakan diri untuk melakukan proses koreksi sebelum tulisan kita selesai secara tuntas adalah tulisan kita yang tidak kunjung jadi. Artinya tulisan kita terlambat untuk diterbitkan. Mungkin waktu yang kita butuhkan untuk menulis buku bisa selesai dalam waktu 9 bulan, justru bisa molor hingga 1 tahun lebih. Hal tersebut bisa terjadi karena kita terlalu sibuk terhadap hal-hal kecil yang ingin kita perbaiki di beberapa bagian dari buku kita. Selain itu, fokus kita untuk kembali menulis bagian yang belum terselesaikan seperti hilang karena berpindahnya fokus kita tersebut. Bahkan apabila kita terlalu sering fokus pada kelemahan dari tulisan yang kita buat, maka ditakutkan mental kita pribadi akan cenderung menurun atau down. Apabila hal tersebut terjadi, maka komitmen kita untuk kembali menulis bisa saja terhenti dan hanya menjadi wacana belaka. Oleh karena itu, kita harus menyelesaikan seluruh bagian tulisan kita sebelum melakukan koreksi.
Tulisan yang sudah kita buat sampai selesai harus dianggap sebagai bahan baku dan bukan tulisan akhir. Dengan adanya anggapan tersebut, maka hasil tulisan pertama tidak perlu diperdebatkan kembali. Artinya tulisan yang kita buat harus dirombak atau diedit belakangan. Apabila anggapan tersebut tidak kita tanamkan sejak awal, maka kita akan kembali disibukkan dengan proses koreksi sebelum tulisan kita selesai secara keseluruhan. Dampaknya adalah banyaknya waktu yang tersita karena fokus kita untuk memperbaiki tulisan. Akan menjadi lebih mudah ketika proses koreksi tersebut dilakukan setelah tulisan kita selesai secara keseluruhan. Hal tersebut menjadi penting supaya kita menemukan alur yang sama ketika mengoreksi. Tidak ada hal-hal yang berbeda-beda ketika kita mengoreksi. Artinya kita bisa menemukan alur yang searah dan sejalan. Hal itu pula yang nantinya juga akan dinikmati oleh pembaca dimana mereka bisa menikmati tulisan kita secara runtun dan jelas.
Semoga artikel ini bermanfaat!
uka artikel ini? Ayo pelajari lebih banyak lagi!!
[Bastian Widyatama][/mag]
Referensi
Mawardi, Dodi, 2009, Cara Mudah Menulis Buku dengan Metode 12 Pas, Jakarta: Raih Asa Sukses.
Pada saat menerbitkan buku, penerbit yang dipilih sering menambahkan halaman prancis atau half title dalam…
Menggunakan tools pendeteksi AI tentu menjadi langkah tepat bagi guru dan dosen. Tools ini bisa…
Proses menulis biasanya diawali dengan menulis draft dan disebut sebagai draft pertama. Penulisan draft menjadi…
Salah satu tahapan penting dalam proses menulis adalah swasunting atau self editing. Melakukan swasunting membantu…
Menggunakan AI untuk parafrase memang menjadi pilihan banyak akademisi saat ini, baik itu dosen maupun…
Menggunakan AI untuk membuat mind mapping atau peta konsep, tentunya menjadi alternatif yang banyak dipilih.…