Daftar Isi
Publikasi ilmiah dalam bentuk jurnal internasional membuat dosen harus memperhatikan jurnal yang akan dipilih dengan seksama, sebab ada kemungkinan discontinued dari Scopus. Lalu, apa alasan jurnal terindeks Scopus di-discontinued?
Pertanyaan ini tentu saja melintas di dalam pikiran, baik dosen senior maupun dosen muda. Sebab masih ada kemungkinan dihapus alias di discontinued pihak Scopus. Maka penting untuk mengetahui ciri-ciri jurnal yang bisa dihapus tersebut, sehingga bisa dihindari sejak dini.
Jurnal discontinued dari Scopus merupakan jurnal yang sempat masuk ke database Scopus yang kemudian karena satu dan lain hal dihapus. Jurnal tersebut lantas tidak lagi berada di database Scopus dan tidak bisa lagi disebut jurnal internasional bereputasi.
Sejauh ini, alasan jurnal terindeks Scopus di-discontinued sangat beragam dan dimulai dengan proses penilaian kinerja. Secara berkala pihak Scopus akan memeriksa kredibilitas jurnal-jurnal yang sudah terindeks di dalam databasenya.
Per tahun, ada saja jurnal yang pada akhirnya discontinued. Bahkan di tahun 2020 lalu, Scopus sampai 4 kali menghapus jurnal dari database miliknya. Hal ini tentu perlu dijadikan perhatian oleh dosen di Indonesia agar teliti dalam memilih jurnal internasional bereputasi.
Sebab, kekeliruan dalam memilih berakibat pada jurnal discontinued yang tentu membuat publikasi artikel ilmiah tidak diakui. Dosen pun kehilangan kesempatan memenuhi BKD karena publikasi tidak bisa masuk Laporan BKD. Begitu juga dengan penilaian angka kredit saat dosen mengajukan kenaikan jabatan fungsional.
Adapun jurnal terbaru yang dinyatakan di discontinued oleh Scopus pada Februari 2023 adalah:
Meskipun di awal tahun baru ada 2 jurnal yang discontinued oleh Scopus, akan tetapi jumlah ini bisa terus bertambah. Bahkan satu jurnal internasional yang memuat puluhan artikel tentu membuat puluhan dosen dan peneliti di dalamnya ikut terkena imbas. Anda bisa mengecek secara berkala jurnal yang di-discontinued pada laman Scopus.
Baca Juga : Cara Mengetahui Jurnal Discontinued Scopus
Kemudian, adakah alasan jurnal terindeks Scopus di-discontinued? Tentu saja ada, intinya adalah ketika sebuah jurnal yang tadinya kredibel kemudian memiliki tanda-tanda menjadi jurnal predator. Maka pihak Scopus akan menghapusnya dari database.
Menurut Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. yang merupakan dosen Sastra Inggris di Universitas Semarang. Dalam salah satu kontennya di Instagram pribadinya menjelaskan salah satu penyebab jurnal bisa discontinued di Scopus.
Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A. menjelaskan bahwa jurnal yang tadinya dikelola sebuah perusahaan secara profesional kemudian pada suatu ketika akan diambil alih perusahaan lain. Perusahaan yang melakukan akuisisi ini kemudian bisa hanya fokus pada profit.
Pada akhirnya hanya akan berfokus menjaring penulis ilmiah sebanyak-banyaknya dan tanpa sadar sudah menjadi jurnal predator. Dampaknya, jurnal yang tadinya kredibel dan masuk ke database Scopus akhirnya di discontinued.
Meskipun sudah discontinued tapi perusahaan yang melakukan akuisisi sudah mendapat untung dan kemudian mencari jurnal bereputasi lain untuk dibeli. Sedangkan Scopus sendiri melakukan penilaian pada beberapa aspek.
Baca Juga : Predatory Journals – Kenali 6 Ciri-Ciri Berikut Supaya Tidak Salah
Hasil penilaian ini yang menentukan sekaligus menjadi alasan jurnal terindeks Scopus di discontinued, yaitu:
Aspek pertama yang akan dinilai dan menjadi alasan sebuah jurnal bisa di continued di Scopus adalah Matrik. Dalam aspek ini akan dilakukan 4 penilaian dan jika jumlahnya terlalu tinggi atau terlalu rendah, dimana menunjukan kualitas.
Kemudian berlangsung selama 2 tahun berturut-turut, maka jurnal akan diputuskan Scopus untuk masuk daftar discontinued. Berikut 4 penilaian dari aspek Matrik yang dimaksudkan:
Alasan jurnal terindeks Scopus di-discontinued berikutnya adalah publication concern atau terjadi Masalah Publikasi. Misalnya berhubungan dengan kebijakan perusahaan pengelola jurnal dan adanya protes dari reviewer.
Belajar dari beberapa jurnal yang discontinued, sempat ada jurnal yang kebijakannya berubah dan mengakibatkan aliran protes dari para reviewer. Hasilnya, para reviewer membuat laporan ke Scopus.
Baru kemudian pihak Scopus melakukan tindak lanjut dan diputuskan jurnal tersebut dikhawatirkan menjadi jurnal predator, lalu dihapus dari database Scopus. Sehingga, saat ada masalah di perusahaan pengelola jurnal maka bisa menjadi penyebab discontinued.
Alasan lain jurnal terindeks Scopus di-discontinued juga karena hasil Radar. Radar adalah sebuah algoritma analisis yang dirilis pihak Scopus di tahun 2017 lalu. Analisis ini dilakukan pada kinerja jurnal dalam publikasi.
Ketika Radar bekerja dan mendeteksi adanya peningkatan jumlah artikel yang dipublikasikan sebuah jurnal, kemudian jumlah ini terkesan tidak lumrah dan menyalahi proses review yang membutuhkan waktu antara 3-9 bulan.
Maka dengan publikasi artikel sampai beberapa dalam setahun akan memunculkan sinyal di Radar. Jika memang terbukti maka akan otomatis masuk daftar discontinued.
Misalnya jurnal A dalam setahun biasanya mempublikasikan 2 artikel ilmiah. Namun di tahun ini baru pertengahan tahun sudah mempublikasikan 6 artikel ilmiah. Peningkatan yang kelewat tajam diduga menyalahi proses publikasi jurnal dan kredibilitasnya diragukan.
Alasan yang terakhir adalah continuous curation atau kurasi berkelanjutan. Analisis jurnal-jurnal di Scopus dilakukan oleh CSAB yang berdiri sejak tahun 2010 lalu. CSAB akan melakukan analisis pada kualitas konten yang terpublikasi.
Jika dalam proses analisis ini ditemukan konten bermasalah. Misalnya dari kinerja yang buruk (IF yang rendah), data yang dipaparkan tidak akurat (manipulatif), dan penyimpangan lainnya. Maka jurnal rentan masuk daftar discontinued.
Baca Juga : 13 Ciri-Ciri Jurnal yang Kredibel
Setelah memahami apa saja alasan jurnal terindeks Scopus di discontinued maka bisa memahami pula nasib jurnal tersebut bagaimana. Dalam contoh kasus, jurnal kredibel dibeli oleh perusahaan pengelola yang fokus melakukan monetisasi.
Maka jurnal akan discontinued, pihak perusahaan selaku pengelola baru akan menentukan apakah website jurnal masih diaktifkan atau dihapus. Jika diputuskan website dihapus maka seluruh artikel di dalamnya juga akan terhapus.
Maka solusi untuk para penulis artikel yang menerbitkan jurnal di jurnal discontinued adalah melakukan transfer artikel ke jurnal lain. Terkait kapan jangka waktu transfer jurnal dilakukan bisa berkonsultasi dulu dengan dosen lebih senior.
Sebab ada kalanya kebijakan institusi berbeda-beda terkait jangka waktu transfer ke jurnal lain. Ada yang menunggu beberapa bulan dari pengumuman jurnal di discontinued oleh Scopus ada yang sampai satu tahun.
Adakah cara untuk memprediksi jurnal terindeks Scopus di masa mendatang menjadi discontinued? Pada saat mempublikasikan artikel ilmiah ke jurnal internasional bereputasi dijamin sudah mengecek masuk tidaknya ke database Scopus.
Hanya saja karena ada kemungkinan discontinued maka ada beberapa hal bisa dilakukan sebagai upaya memprediksi jurnal tersebut akan discontinued atau tidak. Yakni dengan memperhatikan kualitas layanan pihak jurnal, seperti:
Biasanya jurnal kredibel yang mendadak melakukan monetisasi akan fokus pada peningkatan biaya jasa publikasi. Jika mendapati biaya publikasi kelewat tinggi dibanding jurnal terindeks Scopus lain di satu bidang keilmuan.
Maka wajib curiga. Apalagi sampai ada tawaran bisa menjadi prioritas dengan membayar dua kali lipat. Oleh seba itu, fokus melakukan publikasi sesuai prosedur agar aman, jangan ketrigger secepatnya terpublikasi.
Secara umum, jurnal kredibel yang memiliki karakter jurnal predator diprediksi akan segera dihapus oleh Scopus. Selain masalah biaya yang tinggi, biasanya juga menyebabkan mis leading dengan penulis.
Salah satunya dengan menjelaskan besaran biaya publikasi setelah penulis melakukan submit artikel ilmiahnya. Hal ini jelas-jelas menyalahi aturan dan sebaiknya beralih ke jurnal lain.
selanjutnya adalah memperhatikan jumlah publikasi artikel per volume. Jurnal secara umum melakukan publikasi berkala, satu volume berkisar antara 1-2 artikel saja. Jika ada perubahan bisa sampai 5 atau bahkan 8 artikel. Sebaiknya mundur.
Sebab hal ini akan mempengaruhi Radar di dalam Scopus, yang mendeteksi adanya peningkatan jumlah artikel yang naik drastis per volume. Akibatnya, resiko discontinued cukup tinggi karena memenuhi alasan jurnal terindeks Scopus di discontinued.
Cara memprediksi jurnal terindeks Scopus masuk daftar discontinued adalah dari ada tidaknya listing palsu. Mulai dari listing reviewer yang jumlahnya banyak dan tidak bisa ditelusuri siapa saja profil yang mengisinya.
Selanjutnya ada kemungkinan jurnal kredibel dan bereputasi menjadi discontinued jika menunjukan adanya pemberian informasi palsu. Bisa berkaitan dengan daftar reviewer ahli yang berada di belakang jurnal tersebut.
Bisa juga dari informasi lainnya seperti alamat pengelola jurnal yang jika ditelusuri ternyata tidak ada. Intinya, setelah menemukan website jurnal bereputasi jangan langsung submit. Melainkan diajak komunikasi dulu.
Selanjutnya, silahkan mencari informasi sebanyak mungkin dan mengecek seluruh informasi di situsnya apakah valid atau tidak. Baca juga berbagai artikel pemberitaan di dunia akademik dan penelitian internasional. Sehingga bisa tahu, mana penerbit jurnal yang sedang bermasalah atau yang baik-baik saja.
Bagi dosen muda atau mungkin mahasiswa yang baru pertama kali melakukan publikasi jurnal internasional bereputasi. Memang wajib aktif berkonsultasi dengan dosen senior, sehingga bisa tahu karakter layanan jurnal yang kredibel seperti apa.
Sebab dengan adanya beragam alasan jurnal terindeks Scopus di discontinued maka meskipun sudah terindeks kapan saja bisa dihapus dari database. Maka penting untuk mencari tahu bagaimana karakter jurnal yang baik dan bukan jurnal predator maupun calon jurnal predator.
Baca Juga :
Jurnal Nasional Terakreditasi Dikti: Daftar, Ciri, dan Definisinya
Pada saat menerbitkan buku, penerbit yang dipilih sering menambahkan halaman prancis atau half title dalam…
Menggunakan tools pendeteksi AI tentu menjadi langkah tepat bagi guru dan dosen. Tools ini bisa…
Proses menulis biasanya diawali dengan menulis draft dan disebut sebagai draft pertama. Penulisan draft menjadi…
Salah satu tahapan penting dalam proses menulis adalah swasunting atau self editing. Melakukan swasunting membantu…
Menggunakan AI untuk parafrase memang menjadi pilihan banyak akademisi saat ini, baik itu dosen maupun…
Menggunakan AI untuk membuat mind mapping atau peta konsep, tentunya menjadi alternatif yang banyak dipilih.…