Daftar Isi
Bagi para dosen, tentu penting untuk memperhatikan impact factor atau IF ketika mengembangkan publikasi ilmiah. Sebab IF sendiri diperhitungkan dan menjadi syarat ketika dosen hendak naik jabatan fungsional menuju Guru Besar.
Tak sekedar melakukan publikasi ilmiah, dosen pun perlu memaksimalkan kualitas publikasi agar mendapatkan skor IF maksimal. Setidaknya memenuhi ketentuan untuk bisa mengajukan diri menjadi Guru Besar di masa mendatang. Lalu, apa sebenarnya IF?
Impact factor atau IF merupakan standar penilaian yg dibuat oleh The Institute of Scientific Information (ISI) yang digunakan untuk mengukur kualitas publikasi jurnal berdasarkan jumlah sitasi dalam kurun waktu tertentu, biasanya 2 tahun.
Secara sederhana, IF merupakan salah satu bentuk penilaian yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar dampak publikasi dosen di dunia akademik dan di berbagai bidang kehidupan.
IF mengacu pada hasil atau jumlah sitasi, yakni suatu publikasi dosen dijadikan rujukan atau referensi. Semakin banyak yang menjadikan publikasi dosen tersebut sebagai rujukan maka skor IF yang didapat juga semakin maksimal.
Perlu diketahui bahwa penilaian impact factor dihitung berdasarkan jumlah indeks sitasi dari jurnal-jurnal yang telah di indeks di database bereputasi. Yakni oleh The Institute of Scientific Information (ISI) yang dilaporkan setiap tahun dalam Journal Citation Report (JCR).
Terkait hal ini, pemerintah sudah sejak lama mencoba mendorong para dosen di Indonesia untuk mengembangkan publikasi ilmiah. Khususnya publikasi dalam bentuk jurnal untuk mendorong peningkatan skor IF yang kemudian dijadikan syarat naik jabatan fungsional.
IF dihitung berdasarkan jumlah sitasi terhadap sebuah jurnal yang berisi artikel-artikel ilmiah hasil penelitian. Semakin berkualitas sebuah jurnal maka semakin banyak yang menjadikannya sebagai rujukan.
Baik rujukan untuk kegiatan penelitian, penulisan KTI, mengerjakan tugas dari dosen, dan lain sebagainya. Sehingga angka impact factor disebut-sebut menjadi salah satu petunjuk jika sebuah jurnal memiliki kualitas yang baik.
Tingginya sitasi terhadap sebuah publikasi juga menunjukan pengaruh isi jurnal tersebut yang cukup besar. Sebab isinya bisa dijadikan pegangan untuk melaksanakan kegiatan penelitian lanjutan dan mendorong perkembangan IPTEK di seluruh dunia.
Meskipun begitu, penilaian kualitas publikasi ilmiah berdasarkan IF masih memiliki kekurangan. IF belum bisa dijadikan acuan 100% bahwa sebuah publikasi dalam bentuk jurnal memiliki kualitas yang tinggi.
Kenapa? Sebab, ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai impact factor tersebut. Misalnya artikel ilmiah dipublikasikan ke jurnal yang sudah populer, maka IF cenderung tinggi dibanding jurnal baru dan kurang populer.
Selain itu, masih banyak jurnal-jurnal yang pada dasarnya berkualitas hanya saja terbatas karena publikasi yang terbatas juga (misal jurnal nasional). Sehingga akses masyarakat ilmiah kurang dan membuat skor IF rendah, padahal kualitasnya sangat baik.
Lalu,bagaimana cara menghitung impact factor? Prinsipnya adalah menjumlahkan seluruh publikasi dosen kemudian menjumlahkan juga seluruh sitasi dalam kurun waktu 2 tahun. Hasilnya, jumlah artikel yang dipublikasikan dibagi jumlah sitasi.
Maka akan didapatkan nilai IF dari rumus tersebut. Jika masih bingung, berikut adalah contoh soal untuk membantu memahami cara menghitung IF jurnal:
Seorang dosen dalam kurun waktu 2 tahun sudah mempublikasikan 20 jurnal internasional bereputasi. Dalam 2 tahun tersebut diketahui sudah ada sitasi sebanyak 50 kali. Maka perhitungan IF adalah sebagai berikut:
Jumlah publikasi: 20
Jumlah sitasi: 50
IF: 20/50 = 0,4 poin.
Dari contoh tersebut, maka bisa diketahui bahwa dosen dalam contoh soal memiliki IF 0.4 poin. Perhitungannya sederhana dan untuk memperoleh data sitasi maka perlu ditarik data dari sejumlah situs tempat dosen melakukan publikasi.
Dosen yang ingin meraih IF dalam angka tinggi maka bisa produktif melakukan publikasi ke jurnal. Khususnya jurnal internasional bereputasi yang masuk ke database Scopus maupun World of Science (WoS). Sehingga memperbesar peluang memperoleh sitasi tinggi.
Bicara mengenai publikasi ilmiah akan berkaitan dengan impact factor. Selanjutnya, IF ini nantinya akan berhubungan juga dengan proses pengembangan karir akademik dosen. Hal ini sesuai dengan PO PAK 2019 + Suplemen + Penyesuaian.
Dalam PO PAK terbaru tersebut, dijelaskan mengenai beberapa penyesuaian di dalam pengaturan syarat kenaikan jabatan fungsional. Mencakup pelaksanaan kegiatan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, sampai tugas penunjang.
Perubahan bisa terlihat dari aspek penelitian dosen yang kemudian ikut memberikan perubahan pada ketentuan publikasi ilmiah dosen ke jurnal internasional. Detail aturan barunya sebagai berikut:
Dalam PO PAK 2019, publikasi hasil penelitian dosen bisa memposisikan diri sebagai penulis pertama maupun korespondensi. Namun, di dalam PO PAK 2019 + Suplemen + Penyesuaian wajib penulis pertama.
Syarat ini berlaku untuk publikasi dalam bentuk jurnal nasional maupun jurnal internasional. Sehingga semua dosen di Indonesia diharapkan bisa menjadi penulis pertama dalam publikasi ilmiah yang dilakukan.
Adapun detail kriteria publikasi ke dalam jurnal ilmiah yang bisa membantu dosen memenuhi syarat kenaikan jabatan fungsional secara reguler adalah sebagai berikut:
Jabatan Akademik | Jurnal Nasional | Jurnal Nasional Terakreditasi | Jurnal Internasional | Jurnal Internasional Bereputasi |
---|---|---|---|---|
Asisten Ahli | W | S | S | S |
Lektor | W | S | S | S |
Lektor Kepala (Magister) | S | S | W | S |
Lektor Kepala (Doktor) | S | W | S | S |
Guru Besar (Profesor) | S | S | S | W |
Keterangan :
Khusus untuk jurnal nasional pada tabel di atas terdiri dari jurnal nasional terakreditasi peringkat 3, peringkat 4, peringkat 5, atau peringkat 6. Sedangkan untuk jurnal nasional terakreditasi adalah jurnal peringkat 1 dan peringkat 2.
Aturan baru yang kedua terkait kenaikan jabatan fungsional dosen adalah jika secara loncat jabatan. Loncat jabatan adalah kenaikan jabatan fungsional dosen melewati satu tingkatan di atasnya.
Misalnya dari Asisten Ahli loncat ke Lektor Kepala tanpa harus menjadi Lektor terlebih dahulu. Atau dari Lektor loncat menjadi Guru Besar tanpa harus menjadi Lektor Kepala.
Bagi dosen yang ingin loncat jabatan, maka ada syarat khusus terkait publikasi jurnal internasional yang harus dipenuhi, yaitu:
Jabatan Akademik | Jurnal Internasional Bereputasi |
---|---|
Asisten Ahli ke Lektor Kepala | W (wajib), minimal 2 buah |
Lektor ke Guru Besar (Profesor) | W, minimal 4 buah. |
Tak hanya itu, di dalam PO PAK 2019 + Suplemen + Penyesuaian 2022 juga dibuat tambahan aturan untuk memperhatikan impact factor publikasi jurnal ilmiah dosen. Detailnya adalah sebagai berikut:
Bidang Keilmuan | IF Scopus | IF WoS |
---|---|---|
Art & Humanities | 0,25 | 0,50 |
Social | 0,40 | 0,80 |
Science | 0,50 | 1,00 |
Bagi dosen yang berencana loncat jabatan, maka bisa memaksimalkan sitasi dari sekarang sehingga skor impact factor bisa memenuhi. Selain itu, perlu semakin produktif menulis dan melakukan publikasi jurnal internasional.
Baca informasi seputar indeks jurnal yang penting Anda ketahui:
Dalam menyusun karya ilmiah, Anda tak jarang perlu menuliskan suatu satuan atau ukuran. Penulisan satuan…
Kegiatan penelitian yang dilakukan para dosen dan peneliti tentunya tidak terlepas dari tahap analisis tren…
Mempelajari tips visualisasi data penelitian tentu penting bagi seorang dosen dalam mengurus publikasi ilmiah. Sebab…
Penulisan pasal dan ayat yang benar di dalam bahasa Indonesia ternyata diatur sedemikian rupa. Artinya,…
Kegiatan penelitian diketahui memiliki banyak teknik, salah satunya adalah teknik grounded theory. Teknik penelitian ini…
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) resmi mengumumkan pembukaan program Bantuan Akreditasi Program Studi…
View Comments
Memberikan pengetahuan dan informasi perhitungan dan pembagian IF