Promo Terbatas! ⚠️

Cetak buku diskon 35%, bonus tambahan eksemplar dan gratis ongkir se-Indonesia, MAU? Ambil diskon di sini!

4 Kaidah Kebahasaan Teks Editorial yang Wajib Diterapkan

kaidah kebahasaan teks editorial

Bagi siapa saja yang menjadi redaksi di sebuah media massa seperti surat kabar, tentu perlu memahami kaidah kebahasaan teks editorial. Aspek ini cukup penting karena mempengaruhi kualitas dan ketajaman isi teks editorial yang disusun. 

Bagi pembaca, kehadiran teks editorial bisa membantu memahami suatu isu dan mendapat sudut pandang berbeda. Selain itu, bisa pula menambah wawasan dan membantu menentukan sikap. Misalnya, memilih pro atau kontra atau justru bersikap netral. 

Supaya bisa menyampaikan suatu isu dan dilengkapi beberapa data penunjang yang meyakinkan pembaca. Maka, teks editorial perlu disusun mengikuti kaidah kebahasaan yang berlaku secara umum. Berikut informasinya. 

Apa Itu Teks Editorial?

Dalam e-Modul Bahasa Indonesia Kemendikbud RI, teks editorial adalah sebuah artikel dalam surat kabar yang merupakan pendapat atau pandangan redaksi terhadap suatu peristiwa yang aktual atau sedang menjadi perbincangan hangat saat itu.

Isu yang diangkat dalam teks editorial pada dasarnya di semua bidang. Terutama bidang-bidang yang menjadi bahan berita di media massa tempat teks editorial tersebut disusun. 

Teks editorial diketahui disusun secara berkala oleh redaksi suatu media massa, terutama surat kabar atau koran. Isinya akan memaparkan opini, pandangan, dan sikap yang dimiliki media massa terkait isu yang dibahas. 

Teks jenis ini disusun secara rutin untuk dibaca oleh publik luas karena dipandang memiliki efek yang signifikan dalam mempengaruhi pembaca. Informasi yang tersaji bisa memberi sudut pandang berbeda dan penjelasan lebih rinci mengenai suatu isu yang sedang hangat.

Pahami lebih dalam Teks Editorial : Ciri-Ciri, Struktur, Contoh Lengkap

Perbedaan Teks Editorial dengan Teks Opini 

Jika membaca teks editorial di suatu surat kabar, maka akan mengira isinya sama seperti teks opini atau artikel opini. Hal ini lumrah karena kaidah kebahasaan teks editorial dan opini nyaris sama. Apalagi isinya juga menyampaikan pendapat dan pandangan penyusun. 

Namun, kedua jenis teks yang umum menghiasi salah satu halaman di surat kabar tersebut berbeda. Perbedaan paling mencolok terletak pada penyusun atau penulis teks. Seperti penjelasan di awal, teks editorial disusun redaksi media massa yang bersangkutan. 

Sehingga, teks jenis ini disusun pihak internal surat kabar atau media massa tersebut. Isinya akan menjelaskan pandangan media massa tersebut terhadap suatu isu. Lain halnya dengan teks opini yang biasanya disusun penulis tunggal. 

Jika mengacu di surat kabar, mayoritas teks opini disusun oleh akademisi, baik dosen maupun mahasiswa. Isinya sama-sama membahas suatu isu yang sedang hangat dan dijelaskan pendapat penulis serta detail lainnya. Sehingga penyusunnya adalah penulis eksternal media massa. 

Namun jika dilihat dari aspek isi, keduanya bisa dikatakan sama. Sama-sama menjelaskan suatu pandangan atau pendapat (opini). Hanya saja opini yang disampaikan harus dijelaskan dasarnya sehingga tetap logis, ilmiah, dan bisa dipertanggung jawabkan. 

Kaidah Kebahasaan Teks Editorial 

Secara umum, kaidah kebahasaan teks editorial ada empat. Kaidah kebahasaan ini penting untuk dipahami dan diterapkan agar teks editorial yang disusun bisa lebih kuat dan lugas. Berikut empat kaidah kebahasaan yang dimaksud: 

1. Menggunakan Kalimat Retoris

Kaidah kebahasaan yang pertama di dalam teks editorial adalah menggunakan kalimat retoris. Baik sebagai pembuka maupun diletakan di bagian lain dalam teks tersebut. 

Kalimat retoris sendiri adalah kalimat tanya yang pada dasarnya tidak membutuhkan jawaban atau tidak perlu dijawab. Kalimat ini umumnya digunakan untuk menyindir sampai mengejek yang menyebutkan suatu fakta yang tidak bisa ditampik. 

Dalam teks editorial, penggunaan kalimat retoris bermaksud untuk menggugah minat atau perhatian pembaca sekaligus mengajak mereka merenungi maksud dari kalimat tersebut dan memahami bahwa apa yang diungkap (dikemas dalam pertanyaan) ada benarnya. 

Membantu lebih memahami apa dan kenapa kalimat retoris masuk dalam teks editorial. Berikut adalah beberapa contoh kalimat retoris: 

  • Apakah kita harus mengalami kesusahan terlebih dahulu agar kita dapat memahami kesusahan yang mereka alami? 
  • Benarkah pemerintah sudah menaruh perhatian pada kesejahteraan rakyat Indonesia? 

2. Menggunakan Kata Populer 

Kaidah kebahasaan teks editorial yang kedua adalah menggunakan kata populer. Kata populer sendiri adalah kata-kata yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari dan mudah dipahami oleh masyarakat.

Secara sederhana, kata populer adalah ragam kata yang sudah dikenal pembaca dan sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Tujuan dari penggunaan kata populer adalah memastikan isi atau makna teks editorial dipahami pembaca. 

Surat kabar tentunya memiliki pembaca yang luas dan dari berbagai kalangan. Menggunakan kosakata yang tidak umum seperti istilah asing, istilah ilmiah, dan sejenisnya. Tentu bisa mencegah pembaca dengan berbagai latar belakang memahami inti pembahasan. 

Maka, istilah-istilah yang tidak familiar tersebut tidak digunakan atau sengaja dihindari kemudian digantikan dengan pemilihan kosakata dan istilah yang memang umum digunakan dalam keseharian. Tentunya dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 

3. Menggunakan Kata Ganti Penunjuk 

Kaidah kebahasaan teks editorial berikutnya adalah menggunakan kata ganti penunjuk. Kata ganti penunjuk adalah kata ganti yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu, seperti orang, hewan, atau benda. 

Kata ganti penunjuk digunakan untuk menunjukkan waktu, tempat, peristiwa, maupun hal tertentu yang menjadi fokus utama ulasan. Penggunaan kata ganti jenis ini membuat pembaca tetap fokus pada topik utama dalam teks editorial. 

Tak hanya itu, kata ganti penunjuk juga mencegah tim redaksi yang menyusunnya melakukan pemborosan kata. Sehingga, semua kalimat dalam teks dipastikan merupakan kalimat efektif yang enak dibaca dan mudah dipahami. 

Beberapa contoh kata ganti penunjuk adalah Ini, Itu, Yang mana, Satu ini, Satu itu, Hal Ini, dan lain sebagainya. Membantu lebih memahami bagaimana penggunaan kata ganti penunjuk dalam teks editorial. Berikut beberapa contohnya: 

  • Betapapun pemerintah sudah berusaha mengentaskan kemiskinan, namun ternyata hal itu belum dapat dilakukan.
  • Berdasarkan kenyataan tersebut, diperlukan langkah bijak untuk menangani pengangguran di Indonesia.

4. Menggunakan Kata Hubung atau Konjungsi 

Poin terakhir yang menjadi kaidah kebahasaan teks editorial adalah menggunakan kata hubung atau konjungsi. Kata hubung adalah kata penghubung atau kata sambung yang berfungsi untuk menghubungkan kata, frasa, klausa, dan kalimat. 

Kata hubung sangat umum dijumpai dan digunakan dalam menyusun teks jenis apapun. Fungsinya jelas, yakni untuk menghubungkan dua hal yang berbeda posisi atau letak dalam naskah sehingga pembaca memahami hubungan keduanya. 

Dalam teks editorial, penggunaan kata hubung memiliki beberapa tujuan yang khas, diantaranya:

a. Digunakan untuk Menata Argumentasi 

Tujuan yang pertama dari penggunaan kata hubung dalam teks editorial adalah untuk menata argumentasi. Hal ini dilakukan jika ada pandangan yang sifatnya ada beberapa. 

Sehingga beberapa pandangan tersebut perlu dijelaskan berurutan. Mencegah pembaca bingung dengan urutan pandangan tersebut, maka digunakan konjungsi. 

Konjungsi untuk tujuan ini biasanya dalam bentuk kata hubung kronologis (konjungsi kronologis), yakni kata pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya sesuai jumlah pandangan yang ingin disampaikan ke pembaca. Kemudian juga kata hubung setelah, sebelumnya, kemudian, dll. 

b. Digunakan untuk Memperkuat Argumentasi 

Tujuan kedua dari penggunaan kata hubung di dalam teks editorial adalah untuk memperkuat argumentasi. Argumen atau pandangan yang disampaikan tentu perlu diperkuat dengan data dan fakta di lapangan. 

Maka untuk menyatakan hal tersebut, redaksi media massa menggunakan kata hubung penegas (konjungsi penegas). Misalnya kata bahkan, padahal, justru, lagipula, dan lain sebagainya. 

c. Digunakan untuk Menyatakan Hubungan Sebab-Akibat 

Tujuan ketiga kenapa dalam kaidah kebahasan teks editorial menggunakan kata hubung adalah untuk menyatakan sebab-akibat. Misalnya, saat teks editorial menjelaskan suatu kebijakan baru dari pemerintah. 

Maka, kebijakan tersebut dijelaskan sebagai “sebab” atau penyebab. Baru disusul dengan menjelaskan akibat (dampak) yang ditimbulkan kebijakan tersebut. Baik itu dampak positif maupun negatif. 

Kata hubung sebab-akibat memiliki bentuk sangat beragam. Paling sering digunakan dalam teks editorial adalah kata Sehingga, Karena, Sebab, Akibatnya, Oleh Sebab Itu, Oleh Karena Itu, dan sebagainya. 

d. Digunakan untuk Menyatakan Harapan Redaksi 

Tujuan yang keempat dan yang terakhir dari penggunaan kata hubung dalam teks editorial adalah untuk menyatakan harapan. Dalam hal ini digunakan kata hubung atau konjungsi subordinatif dan konjungsi tujuan. 

Kosakata yang termasuk kata hubung ini seperti Agar, Supaya, Sehingga, dan lain sebagainya. Sehingga sangat mudah menemukan kosakata ini yang berfungsi sebagai kata hubung dalam teks editorial. 

Penyampaian harapan dalam teks editorial biasanya pada saat menyampaikan solusi atas suatu masalah. Bisa juga menyampaikan saran atau masukan yang sesuai dengan topik dalam teks tersebut. 

Baca juga kaidah kebahasaan teks yang lain:

Tips Menyusun Teks Editorial yang Kuat dan Lugas 

Dalam menyusun teks editorial sangat penting untuk menerapkan beberapa kaidah kebahasaan teks editorial yang dijelaskan di atas. Selain itu, penting pula untuk memaksimalkan kualitas pembahasan. 

Berikut adalah beberapa tips yang bisa dilakukan untuk menyusun teks editorial yang kuat dan lugas serta memiliki pengaruh signifikan kepada pembaca: 

1. Memilih Topik dari Berita Terkini 

Tips yang pertama adalah memilih atau menentukan topik berdasarkan berita terkini. Idealnya, teks editorial membahas isu yang tengah hangat diperbincangkan. Sekaligus menjadi fenomena baru yang asing bagi masyarakat luas. 

Oleh sebab itu, topik ditentukan dari berita terkini. Sehingga bisa dipastikan topik tersebut menarik bagi pembaca. Jika ada beberapa topik yang menarik maka bisa mengecek mana yang paling menarik dan berdampak paling signifikan sehingga tidak melulu memilih topik paling populer. 

2. Mengumpulkan Informasi Sebanyak Mungkin 

Tips yang kedua adalah mengumpulkan informasi sebanyak mungkin. Teks editorial sama seperti teks opini. Meski isinya suatu pendapat personal atau pendapat suatu redaksi media massa. Namun, pendapat tersebut wajib punya dasar yang kuat. 

Misalnya, jika membahas mengenai gaya hedon dari pejabat publik. Maka perlu dijelaskan kenapa hal tersebut tidak etis dilakukan para pejabat. Jika ada landasan hukum dan peraturan yang berkaitan, maka bisa dicantumkan. 

Oleh sebab itu, teks editorial tidak cukup hanya mengatakan keberatan atau mendukung suatu isu. Melainkan menjelaskan dasar kenapa pernyataan tersebut dimiliki agar punya pengaruh dan bisa mengajak pembaca memiliki pandangan serupa. 

3. Menyampaikan Pendapat Secara Singkat 

Tips selanjutnya adalah menyampaikan pendapat secara singkat. Teks editorial bukan novel maupun cerbung. Umumnya dibuat ringkas dengan kebutuhan membaca di satu kali waktu saja. Oleh sebab itu, pendapat yang disampaikan dan dasar yang menjadi landasannya perlu disampaikan dengan singkat dan jelas. 

4. Menjelaskan Suatu Masalah Secara Objektif 

Tips berikutnya adalah menjelaskan suatu isu atau masalah secara objektif. Artinya, pandangan yang disampaikan suatu hal yang didasarkan pada fakta dan tidak dipengaruhi oleh pendapat atau pandangan pribadi.

5. Memberikan Solusi atau Saran 

Tips yang terakhir adalah memberikan solusi atau saran. Isu yang dibahas tidak cukup hanya menjelaskan sebab dan akibatnya tetapi juga diimbangi dengan menyarankan suatu solusi. Sehingga, pembaca bisa mendapat informasi yang lengkap. 

Contoh Teks Editorial 

Membantu lebih mudah dalam menerapkan berbagai tips dan kaidah kebahasaan teks editorial. Maka berikut beberapa contoh teks editorial yang bisa dipelajari: 

Contoh Teks Editorial 1

Menjual Sembari Menjaga Nirwana

Pernyataan Pendapat (Tesis)

Indonesia adalah surga sekaligus kisah nyata, bukan isapan jempol belaka atau romantisme dari masa lalu. Ada begitu banyak tempat indah yang tersembunyi dan masih belum tersentuh. Sayangnya, tempat-tempat itu belum digarap serius sebagai tujuan wisata. Jangankan membuat program wisata yang kreatif, membangun prasarananya saja kerap tidak dilakukan pemerintah. Dalam beberapa tahun terakhir, bahkan keindahan sejumlah tempat terancam oleh eksploitasi alam yang salah

Dalam beberapa tahun terakhir, bahkan keindahan sejumlah tempat terancam oleh eksploitasi alam yang salah dan serakah. Padahal, dengan pariwisata, daerah bisa mendapatkan penghasilan sekaligus memelihara alam selingkungannya. Di kepulauan Togean, Sulawesi Tengah, ironi itu terpampang nyata. Kepulauan itu memiliki pantai- pantai indah, laut yang bening dan tenang, serta ikan berwarna-warni yang menyelinap di antara terumbu karang indah. Menjelang senja, matahari menjadi bola merah yang ditelan laut jingga.

Namun, di sana juga berlangsung perusakan alam yang kerap didukung para politikus. Mereka dating hanya pada saat kampanye untuk memancing suara, bahkan mempersilahkan para nelayan mengebom terumbu karang. Keinginan pemerintah pusat menjadikannya sebagai taman nasional ditentang justru oleh pemerintah daerah. Di Mentawai, Sumatera Barat, lain lagi yang terjadi.

Argumentasi

Kepulauan ini memiliki ombak terbaik untuk berselancar. Di dunia ini hanya ada tiga tempat yang memiliki barrel-ombak berbentuk terowongan yang dapat ditemui sepanjang waktu: Hawaii, Haiti, dan Mentawai.

Namun, pemerintah daerah seolah-olah tidak berdaya di sana. Resor tumbuh menjamur, tetapi kontribusi mereka kepada ekonomi daerah amat minimal. Mungkin ini merupakan bentuk “protes” mereka kepada pemerintah daerah yang tidak serius membangun prasarana wisata di sana. Dengan ribuan “surga yang tersembunyi” itu, pemerintah seharusnya bisa menaikkan jumlah wisatawan asing yang datang ke negeri ini.

Pernyataan Ulang Pendapat

Indonesia memang surga sekaligus kisah nyata. Di tangan para pemangku kepentingan terletak tanggung jawab merayakannya.

Contoh Teks Editorial 2

Kenaikan Harga Elpiji Tabung 12 kg

Pernyataan Pendapat (Tesis)

Pertamina mengirim kado Tahun Baru 2014 yang pahit kepada masyarakat. Menaikkan harga elpiji tabung 12 kg lebih dari 50 persen. Akibatnya sampai di tingkat konsumen harganya menjadi Rp 125.000,00 hingga Rp 130.000,00. Bahkan di lokasi yang relatif jauh dari pangkalan, mencapai Rp 150.000,00-Rp 200.000,00.

Argumentasi

Sungguh, kenaikan harga itu merupakan kado yang tidak simpatik, tidak bijak, dan tidak logis. Masyarakat sebagai konsumen menjadi terkaget-kaget karena kenaikan tanpa didahului sosialisasi. Pertamina memutuskan secara sepihak seraya mengiringinya dengan alasan yang terkesan logis. Merugi Rp22 triliun selama 6 tahun sebagai dampak kenaikan harga di pasar internasional serta melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Kenaikan harga itu mengharuskan Presiden Republik Indonesia yang sedang melakukan kunjungan kerja di Jawa Timur meminta Wakil Presiden Republik Indonesia menggelar rapat mendadak dengan para menteri terkait. Mendengarkan penjelasan Direksi Pertamina dan pandangan Menko Ekuin, yang kesimpulannya dilaporkan kepada Presiden. Berdasar kesimpulan rapat itulah, Presiden kemudian membuat keputusan harga elpiji 12 kg yang diumumkan pada Minggu kemarin.

Kita mengapresiasi langkah cekatan pemerintah dalam mengapresiasi kenaikan harga elpiji non-subsidi 12 kg itu seraya mengiringinya dengan pertanyaan. Benarkah pemerintah tidak tahu atau tidak diberitahu mengenai rencana Pertamina menaikkan secara sewenang-wenang. Pertamina merupakan perusahaan negara yang diamanatkan undang-undang sebagai pengelola minyak dan gas bumi untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Rasanya mustahil kalau pemerintah, dalam hal ini Menko Ekuin dan Menteri BUMN tidak tahu, tidak diberi tahu serta tidak dimintai pandangan, pendapat, dan pertimbangannya.

Kalau dugaan kita yang seperti itu benar adanya, bisa saja di antara kita menengarai langkah pemerintah itu sebagai reaksi semu. Reaksi yang muncul sebagai bentuk kekagetan atas reaksi keras yang ditunjukkan pimpinan DPR RI, DPD RI, dan masyarakat luas. Malah boleh jadi ada politisi yang mengategorikannya sebagai reaksi yang cenderung bersifat pencitraan sehingga terbangun kesan bahwa pemerintah memperhatikan kesulitan sekaligus melindungi kebutuhan rakyat.

Pernyataan Ulang Pendapat

Kita tidak bisa menerima sepenuhnya alasan merugi Rp22 triliun selama 6 tahun menjadi regulator elpiji sehingga serta-merta Pertamina menaikkan harga elpiji? Dalam peran dan tugasnya yang mulia inilah Pertamina tidak bisa semata-mata menjadikan harga pasar dunia sebagai kiblat dalam membuat keputusan. Sebab di sisi lain perusahaan memperoleh keuntungan besar atas hasil tambang minyak dan gas yang dieksploitasi dari perut bumi Indonesia. Keuntungan besar itulah yang seharusnya digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Caranya dengan mengambil atau menyisihkan sepersekian persen keuntungan untuk mensubsidi kebutuhan bahan bakar kalangan masyarakat menengah ke bawah.

Selain beberapa contoh di atas, Anda bisa membaca teks editorial lain yang dimuat di berbagai media massa. Semakin banyak dan semakin sering membaca teks editorial. Maka semakin mudah memahami dan menerapkan kaidah kebahasaan teks editorial yang sudah dijelaskan. 

Jika memiliki pertanyaan atau ingin sharing pengalaman berkaitan dengan topik dalam artikel ini. Jangan ragu menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share agar informasi dalam artikel ini tidak berhenti di Anda saja. Semoga bermanfaat. 

Mau menulis tapi waktu Anda terbatas?

Gunakan saja Layanan Parafrase Konversi!

Cukup siapkan naskah penelitian (skripsi, tesis, disertasi, artikel ilmiah atau naskah lainnya), kami akan mengonversikan jadi buku yang berpeluang memperoleh nomor ISBN!

Komentar ditutup.