Dasar Menulis

Kalimat Retoris, Ciri, Fungsi, dan Contoh

Ada banyak jenis kalimat yang bisa disusun untuk menguatkan pendapat atau argumen, salah satunya kalimat retoris. Kalimat jenis ini bisa membantu mendapatkan perhatian ketika berkomunikasi lewat tulisan maupun lisan. Misalnya ketika berpidato. 

Kalimat jenis ini sangat mudah ditemukan dalam keseharian. Sebab umum digunakan dalam komunikasi lisan sehari-hari. Maupun ditemukan dalam berbagai tulisan atau karya tulis, khususnya pada karya tulis nonilmiah (fiksi). 

Bagi seorang penulis, memahami dan mampu menyusun kalimat jenis ini bisa membantu meningkatkan kualitas tulisannya. Namun, untuk bisa menyusunnya tentu perlu memahami dulu pengertian sampai fungsinya. Berikut informasinya. 

Apa Itu Kalimat Retoris?

Dikutip melalui salah satu artikel ilmiah yang terbit di jurnal Belajar bahasa: i-Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, kalimat retoris adalah kalimat yang bentuk atau susunan kalimatnya merupakan kalimat tanya tetapi tujuan dari penggunaan kalimat tersebut lebih dari sekadar mencari informasi.

Secara bentuk, kalimat jenis ini memang terlihat seperti kalimat tanya. Ketika disampaikan secara lisan, maka akan menggunakan nada bicara seperti mengajukan pertanyaan. Sebaliknya, ketika disampaikan lewat tulisan maka akan disusun menjadi kalimat tanya. Ditandai dengan tanda tanya (?) di akhir kalimat. 

Secara sederhana, kalimat retoris dipahami sebagai kalimat tanya yang tidak membutuhkan jawaban karena kalimat yang secara bentuk memberikan pertanyaan ini pada dasarnya tidak meminta jawaban. Justru menyampaikan suatu pendapat, argumen, dan sebagainya secara tegas. 

Ketika seseorang menyampaikan kalimat ini, maka biasanya untuk tujuan selain mencari jawaban. Misalnya untuk memberikan perintah, contoh kalimat retorisnya:

“Apakah kamu menunggu aku turun tangan menyapu halaman?” (tujuannya memerintahkan lawan bicara untuk menyapu bukan bertanya siapa yang harus menyapu). 

Dalam konteks tertentu, kalimat jenis ini juga bisa menyampaikan sindiran tapi dengan teknik lebih halus. Misalnya pada kalimat berikut: 

“Kalau semua diam saat ketidakadilan terjadi, siapa lagi yang perlu kita harapkan untuk berubah?” (tujuannya untuk menyampaikan sindiran pada pihak yang pasif atau pura-pura tidak peduli terhadap masalah sosial atau ketidakadilan). 

Kalimat tanya tanpa perlu jawaban ini juga bisa atau umum digunakan untuk menjelaskan kepada lawan bicara jika sedang marah. Misalnya pada kalimat berikut: 

“Jadi, kalau kita juga membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, berarti kita sebodoh keledai, bukan?” (tujuannya menjelaskan merasa marah ketika dianggap bodoh seperti keledai saat tidak memahami isi suatu buku). 

Jadi, kalimat jenis retoris meski membentuk kalimat tanya. Maksud dari penyampaianya bukan untuk bertanya. Bisa untuk menyindir, menunjukan rasa marah, memberi penegasan, menunjukan kesangsian (kurang percaya), dan sebagainya. 

Ciri-Ciri

Ada cukup banyak jenis kalimat yang bisa digunakan untuk menyampaikan apa yang dipikirkan, baik secara lisan maupun lewat tulisan. Lalu, bagaimana membedakan cara menyampaikan isi pikiran dengan kalimat retoris dan dengan kalimat jenis lainnya? 

Jawabannya adalah mengacu pada ciri-ciri dari kalimat tersebut. Semua jenis kalimat memiliki ciri tersendiri yang sifatnya khas. Adapun pada kalimat jenis retoris, ciri khasnya antara lain: 

1. Berbentuk Kalimat Tanya atau Berupa Pertanyaan

Ciri yang pertama dari kalimat jenis retoris adalah pada bentuknya. Secara umum, kalimat jenis ini berbentuk kalimat tanya atau kalimat yang mengandung pertanyaan. Ketika disampaikan secara lisan, akan terdengar sedang bertanya. 

Begitu pula ketika disampaikan secara tertulis. Pembuat pertanyaan aka menyusun kalimat tanya yang ditandai dengan adanya kata-kata yang menunjukan pertanyaan. Seperti apa, siapa, bagaimana, dan sebagainya. Disusul dengan penambahan tanda tanya (?). 

2. Kalimat Tanya yang Tidak Memerlukan Jawaban

Ciri khas kedua dari kalimat retoris adalah kalimat tanya yang tidak membutuhkan jawaban. Sebab secara umum, kalimat ini digunakan untuk menjelaskan penegasan, memberi perintah, menunjukan rasa marah atau jengkel, sampai memberi sindiran atau ejekan. 

Jadi, ketika menjumpai suatu kalimat berbentuk kalimat tanya dan tidak berisi pertanyaan yang butuh jawaban. Artinya, kalimat tanya tersebut berbentuk retoris yang memang tidak butuh jawaban. 

3. Pembuat dan Penerima Pertanyaan Tahu Jawabannya

Ciri khas yang ketiga, kalimat jenis retoris pada dasarnya berbentuk kalimat tanya yang dipahami dengan baik oleh semua pihak, yaitu pemberi pertanyaan dan penerima pertanyaan tersebut. 

Umumnya, pemberi pertanyaan akan menyampaikan kalimat tanya tanpa membutuhkan jawaban. Menariknya, lawan bicara atau pembaca yang menerima kalimat tersebut secara otomatis tahu jawabannya. Bisa dilihat dari respon yang diberikan setelah kalimat tanya disampaikan. 

Sejumlah kesalahan penulisan kalimat berikut jangan sampai Anda lakukan, terutama Anda yang sedang menulis karya. Pelajari masing-masih lebih lanjut:

Fungsi

Kalimat retoris kemudian memiliki beberapa fungsi yang membuatnya bisa digunakan untuk tujuan tertentu. Berikut fungsi-fungsi kalimat retoris:

1. Sarana Introspeksi atau Refleksi

Fungsi yang pertama dari kalimat jenis retoris adalah bisa digunakan untuk mengajak pembaca atau pendengar melakukan refleksi diri. Artinya, kalimat ini mengundang pembaca atau pendengar untuk bertanya pada diri sendiri. 

Dimana pertanyaan yang dibuat hanya bisa ditemukan jawabannya oleh penerima pertanyaan tersebut. Inilah alasan, kenapa kalimat ini sering muncul dalam pidato maupun dalam buku motivasi. 

Berikut adalah beberapa contoh kalimat jenis retoris yang bisa mendorong pendengar atau pembaca melakukan refleksi diri: 

  • “Sudah sejauh ini kita melangkah, tapi apakah hati kita masih tahu ke mana arah yang benar?” (Mengajak merenung tentang tujuan hidup dan arah yang sedang ditempuh).
  • “Kita sibuk menilai orang lain, tapi kapan terakhir kali kita menilai diri sendiri?” (Mengajak untuk berhenti menghakimi dan mulai bercermin pada diri).

2. Memberikan Sindiran Secara Halus Tapi Tegas

Fungsi yang kedua dari kalimat retoris adalah bisa digunakan untuk memberikan atau menyampaikan sindiran secara halus. Kalimat jenis ini juga bisa digunakan untuk menyampaikan ejekan. 

Hanya saja tidak secara gamblang, melainkan secara tersirat. Dengan kalimat retoris, sindiran dan ejekan ini terdengar lebih halus, lebih sopan tapi menusuk, dan tentunya lebih tegas yang akan selalu diingat oleh penerima kalimat. 

Berikut adalah beberapa contoh kalimat jenis retoris yang berisi sindiran atau ejekan: 

  • “Apa menyakiti orang lain sekarang jadi hobi baru, ya?” (Menyindir perilaku kejam atau menyakitkan yang dilakukan berulang-ulang).
  • “Hebat sekali, bisa tersenyum sambil menusuk dari belakang—itu bakat alami atau hasil latihan?” (Menyindir orang yang bersikap manis di depan tapi berkhianat di belakang).

3. Memberikan Nasehat

Kalimat jenis retoris juga bisa berfungsi sebagai sarana untuk seseorang memberikan nasehat. Kalimat ini akan mengandung nasehat baik secara tersirat maupun secara tersurat. 

Berikut adalah beberapa contoh kalimat jenis retoris yang memiliki fungsi untuk menyampaikan nasehat kepada pembaca atau pendengar: 

  • “Bukankah lebih bijak belajar dari kesalahan daripada terus menyalahkan keadaan?” (Nasihat agar seseorang introspeksi dan tidak menyalahkan situasi).
  • “Kalau kita sendiri tidak menghargai waktu, siapa lagi yang akan menghargainya?” (Menasehati tentang pentingnya disiplin dan menghargai waktu).

4. Menyampaikan Ajakan (Persuasif)

Kalimat jenis retoris juga memiliki fungsi untuk menyampaikan ajakan kepada pembaca atau pendengar. Sehingga sering ditemukan dalam pidato, bu motivasi, sampai teks pada iklan yang mengandung kalimat tanya tanpa perlu dijawab. 

Sebab, kalimat jenis ini bisa difungsikan atau digunakan untuk memberi pengaruh atau ajakan kepada orang lain, baik untuk melakukan sesuatu atau membeli sesuatu yang disampaikan secara lebih menarik. 

Berikut adalah beberapa contoh kalimat berbentuk retoris yang berisi ajakan atau bersifat persuasif kepada pembaca atau pendengar: 

  • “Kalau bukan kita yang peduli pada lingkungan, siapa lagi yang akan menyelamatkannya?” (Ajakan untuk peduli terhadap isu lingkungan).
  • “Masa depan kita ditentukan hari ini—masih mau menunda perubahan?” (Ajakan untuk segera bertindak atau berubah).
  • “Apakah kita akan membiarkan kesempatan berlalu begitu saja tanpa mencoba?” (Dorongan untuk berani mencoba atau mengambil peluang).

5. Menarik Minat dan Perhatian

Fungsi  berikutnya dari kalimat retoris adalah untuk membantu pembicara atau penulis mendapatkan minat dan perhatian dari pembaca atau pendengar. Menuliskan kalimat jenis retoris bisa membantu pembaca dan pendengar berhenti sejenak. 

Kemudian memikirkan maksud dari pertanyaan tersebut dan memberikan respon. Kalimat ini bisa disampaikan untuk mendapatkan kembali minat dan perhatian dari pembaca atau pendengar. 

Inilah alasan kenapa kalimat jenis retoris umum digunakan seseorang ketika berpidato karena kalimat ini bisa membantu menarik kembali fokus audiens untuk menyimak apa yang disampaikan. 

Begitu juga dengan penulis, menuliskan kalimat jenis retoris pada karya tulis yang dibuat akan mengajak pembaca fokus pada kalimat tersebut.Tak hanya itu, kalimat jenis ini akan membuat pembaca fokus membaca kalimat berikutnya karena kalimat retoris akan bekerja efektif menarik kembali minat dan perhatian pembaca yang mulai bosan atau kelelahan membaca. 

Contoh Kalimat Retoris

Membantu lebih memahami lagi apa itu kalimat retoris dan kapan momen terbaik untuk menyusun atau menggunakannya. Berikut beberapa contoh kalimat tersebut dalam berbagai topik dan konteks: 

  1. “Apa susahnya berkata jujur, atau memang jujur itu sudah jadi hal langka sekarang?” – Sindiran untuk orang yang suka berbohong.
  2. “Punya telinga untuk mendengar, tapi kenapa hanya suara sendiri yang dianggap penting?” – Menyindir orang yang tidak mau mendengarkan pendapat orang lain.
  3. “Mengambil pujian atas kerja tim. Itu strategi atau kebiasaan lama?” – Menyindir seseorang yang suka mengambil kredit atas kerja orang lain.
  4. “Kalau janji cuma untuk dilanggar, kenapa harus berjanji sejak awal?” – Sindiran untuk orang yang tidak menepati janji.
  5. “Diam bukan berarti bodoh, tapi mungkin sedang memberi ruang bagi yang merasa paling benar.” – Menyindir orang yang merasa paling pintar dalam diskusi.
  6. “Sibuk menilai hidup orang lain, hidup sendiri memang sudah sempurna?” – Sindiran untuk orang yang suka menghakimi.
  7. “Sudah dewasa, tapi kenapa kelakuannya masih suka menyalahkan orang lain?” – Menyindir orang yang tidak mau bertanggung jawab.
  8. “Hebat ya, bisa tersenyum sambil menusuk pelan-pelan dari belakang.” – Sindiran untuk orang bermuka dua.
  9. “Kalau membantu hanya untuk dipamerkan, itu kebaikan atau pencitraan?” – Menyindir orang yang suka pamer kebaikan.
  10. “Katanya peduli, tapi datang cuma kalau butuh, itu perhatian atau strategi?” – Sindiran untuk orang yang datang hanya saat punya kepentingan.
  11. “Suka bantu orang atau cuma butuh bahan buat story?” – Sindiran halus untuk yang menolong demi konten.
  12. “Kalau tiap obrolan selalu tentang kamu, aku harus daftar jadi penonton atau pendengar setia?” – Sindiran untuk orang yang yang terlalu ego-sentris.
  13. “Kritik itu membangun, tapi kok nadanya seperti lagi merobohkan ya?” – Menyindir gaya kritik yang menyakitkan.
  14. “Kalau bilang ‘cuma bercanda’ setelah menyakiti orang, itu lucu atau licik?” – Menyindir candaan yang menyakitkan.
  15. “Selalu tampil baik di depan semua orang, itu kepribadian ganda atau profesionalisme level dewa?” – Menyindir kepalsuan dengan gaya sarkas ringan.
  16. “Apa aku terlihat sebodoh itu sampai harus dipermainkan seperti ini?” – Menunjukkan kekecewaan dan kemarahan karena dibohongi atau diremehkan.
  17. “Sudah cukup bersabar, atau harus terus diam meski terus disakiti?” – Menggambarkan batas kesabaran yang hampir habis.
  18. “Kalau terus begini, apa aku masih pantas dihargai sebagai manusia?” – Rasa marah yang muncul karena merasa tidak dihormati.
  19. “Apakah menghargai orang lain sekarang dianggap hal yang sulit dilakukan?” – Menunjukan rasa kesal karena tidak dihargai.
  20. “Apa kamu benar-benar tidak sadar sudah menyakiti perasaan orang lain?” – Bentuk kekesalan terhadap sikap acuh atau tidak peka.
  21. “Kalau terus dibohongi, siapa yang masih bisa percaya?” – Ungkapan kecewa karena terus dibohongi.
  22. “Ini yang namanya teman? Datang kalau butuh, hilang saat diminta peduli?” – Sindiran keras untuk teman yang tidak tulus.
  23. “Aku salah apa sampai harus diperlakukan seolah tidak punya harga diri?” – Retoris untuk menyuarakan rasa terluka dan tidak dihargai.
  24. “Kalau bukan sekarang kita mulai, mau tunggu sampai kapan lagi?” – Ajakan halus untuk segera mengerjakan tugas atau proyek.
  25. “Apa hasil bisa datang tanpa usaha sedikitpun?” – Mendorong seseorang untuk mulai bekerja atau belajar.
  26. “Sudah tahu apa yang harus dilakukan, kenapa masih ragu untuk melangkah?” – Menyuruh untuk segera bertindak atau memulai.
  27. “Tugas numpuk di meja, apa mereka bakal selesai sendiri?” – Menyuruh menyelesaikan tugas dengan cara menyentil.
  28. “Kita punya waktu sekarang, kenapa harus menunda sampai nanti?” – Mendorong untuk tidak menunda pekerjaan.
  29. “Kalau tahu itu penting, kenapa belum juga dikerjakan?” – Sindiran agar seseorang segera menyelesaikan tanggung jawabnya.
  30. “Siapa sih yang nggak mau tampil keren dengan harga terjangkau?” – Ajakan membeli produk fashion.
  31. “Sudah capek kerja, masa nggak boleh manjakan diri dengan yang terbaik?” – Ajakan untuk membeli produk self care maupun memesan tiket liburan.
  32. “Kenapa pilih yang biasa saja, kalau yang luar biasa ada di depan mata?” – Ajakan membeli produk unggulan.
  33. “Masih ragu juga? Apa kamu rela ketinggalan dari yang lain?” – Ajakan membeli dengan sentuhan FOMO (takut ketinggalan).
  34. “Kalau kualitas dan harga pas di kantong, masih mikir lagi?” – Ajakan untuk segera membeli suatu produk.
  35. “Apa harus tunggu diskon terakhir baru percaya ini layak dibeli?” – Ajakan membeli sekarang juga sebelum kehabisan.
  36. “Kalau bukan sekarang kamu coba, kapan lagi bisa nikmati keunggulannya?” – Ajakan membeli dengan nada mendesak secara halus.
  37. “Apa gunanya pintar jika tidak digunakan untuk membantu sesama?” – Nasehat untuk lebih peduli pada orang sekitar.
  38. “Bukankah waktu terus berjalan, apakah kita mau tetap di tempat yang sama?” – Nasehat dan motivasi untuk mengembangkan diri dan terus bergerak maju.
  39. “Apa arti kekayaan jika hati tetap merasa kosong?” – Nasehat untuk lebih menikmati hidup dan tidak mengukur kebahagiaan hanya secara material.
  40. “Mengapa kita sibuk mencari kesalahan, tapi lupa melihat kebaikan?” – Nasehat untuk lebih berempati dan mengubah cara pandang agar lebih bijak.

Melalui penjelasan dan beberapa contoh kalimat retoris tersebut, Anda tentu bisa memahami apa itu kalimat jenis retoris dan bagaimana menggunakannya untuk menyampaikan argumen maupun menjelaskan sikap yang diambil secara tegas tapi berkelas. Bagi penulis, menggunakan kalimat jenis ini akan membantu meningkatkan kualitas tulisan yang dibuat.

Pujiati

Pujiati telah menjadi SEO Content Writer hampir 10 tahun. Dia berpengalaman menulis konten seputar dosen, kepenulisan akademis dan kreatif, serta kesehatan. Melalui tulisan, Pujiati merasa senang ketika apa yang ia tulis bermanfaat untuk pembaca.

Recent Posts

Manfaat Teoritis dan Praktis dalam Penelitian, Ini Perbedaanya

Dalam kegiatan penelitian, hasil yang didapatkan diharapkan bisa memberi manfaat teoritis dan praktis. Semua penelitian…

21 jam ago

Paragraf Narasi, Jenis, Fungsi, dan Contoh

Memaksimalkan kemampuan menulis, tentunya perlu memahami tata cara menyusun berbagai jenis paragraf, termasuk paragraf narasi.…

3 hari ago

Paragraf Eksposisi, Ciri, Fungsi, dan Contoh dalam Beragam Topik

Dalam bahasa Indonesia, dikenal beberapa jenis paragraf yang salah satunya adalah paragraf eksposisi atau disebut…

1 minggu ago

Analisis Regresi: Pengertian, Macam, Manfaat, dan Contoh

Dalam kegiatan penelitian, analisis data bisa dilakukan dalam berbagai teknik dan salah satunya melalui analisis…

1 minggu ago

GetDigest AI: Definisi, Manfaat, Kelebihan dan Cara Menggunakannya

Memudahkan proses kajian literatur ilmiah, maka para dosen maupun mahasiswa bisa mempertimbangkan penggunaan platform GetDigest…

1 minggu ago

Publikasi Prosiding, Perlukah untuk Dosen?

Publikasi ilmiah tidak hanya sebatas pada jurnal ilmiah, melainkan bisa dalam bentuk prosiding. Publikasi jenis…

1 minggu ago