Daftar Isi
Dalam bahasa Indonesia diketahui terdapat banyak jenis kata yang tentu penting sekaligus menarik untuk dikenal. Salah satunya adalah kosakata emotif yang juga sering disebut dengan istilah kosakata konotatif.
Kosakata atau kata jenis ini sangat menarik untuk dipahami dan dikuasai, sebab bisa membantu menyusun kalimat yang tidak hanya efektif. Melainkan juga bisa menarik perasaan dari pembaca atau pendengarnya.
Kosakata emotif adalah ragam kata yang dapat menimbulkan emosi subjektif suatu individu atau kelompok. Kata jenis ini membantu memberikan suatu perasaan kepada pembaca atau pendengar.
Sebab efek dari penggunaan kosakata ini adalah memberi sentuhan kepada pancaindranya (penglihatan, sentuhan, rasa, aroma, dan pendengaran). Sesuai penjelasan sebelumnya, kata lain dari jenis kata ini adalah kosakata konotatif.
Suatu kata disebut konotatif ketika menjelaskan suatu hal dengan makna tidak sebenarnya. Sehingga kosakata konotatif ini selalu identik dengan penggunaan kata kiasan. Dibutuhkan pemahaman mendalam untuk menguasai beberapa jenis kata agar bisa langsung mengetahui maknanya.
Lewat karakter ini pula, penggunaan kosakata emotif ketika berbicara maupun menulis suatu teks bisa memberi kesan lebih indah dan enak didengar atau dibaca. Penggunaannya kemudian identik dengan karya sastra.
Lalu bagaimana jika Anda mau menulis KTI? Silakan gunakan Ragam Bahasa Ilmiah.
Kosakata konotatif ini memiliki beberapa ciri khas. Ciri khas atau ciri-ciri ini yang membuatnya lebih mudah dibedakan dengan jenis kata lain dalam bahasa Indonesia.
Berikut ciri-ciri kosakata emotif:
Kosakata emotif memiliki ciri khas berupa kemampuan untuk mengekspresikan perasaan. Artinya, kosakata jenis ini menggunakan ragam kata dengan makna tidak sebenarnya yang mampu mengungkap apa yang dirasakan.
Entah itu merasa senang atau bahagia, marah, jatuh cinta, sakit hati, dan lain sebagainya. Secara umum, kosakata ini mengungkapkan perasaan dengan lebih halus atau justru terkesan sarkas.
Ciri kedua dari kosakata konotatif ini adalah bersifat subjektif. Misalnya, si A yang mengungkap perasaan marah dengan kata “darah mendidih”. Begitu pula dengan si B, akan tetapi tingkat amarah keduanya bisa saja berbeda, sehingga bersifat subjektif.
Kosakata konotatif juga memiliki kekuatan psikologis, artinya bisa mempengaruhi psikologis pembaca atau pendengarnya. Saat menggunakan ragam kata yang menunjukan hal positif, maka akan memberi efek psikologis positif juga.
Begitu juga sebaliknya, sehingga suasana hati dari pembaca atau pendengar biasanya langsung terpengaruh. Sebagai contoh, saat membaca novel dengan tokoh yang diceritakan sedang sakit hati. Anda bisa seketika sedih dan merasakan sakit hati tersebut, seolah sedang dialami langsung.
Ciri khas ketiga dari kosakata emotif adalah punya unsur intensitas, yang artinya menunjukan kesungguhan dan tingkatan lebih tinggi dari suatu perasaan. Misalnya mengungkapkan rasa sedih, maka akan ditambah kata “sangat” menjadi “sangat sedih”.
Ciri khas terakhir dari kosakata konotatif adalah terdapat dalam kalimat pendek. Meskipun menggunakan ragam kata yang sifatnya konotatif, akan tetapi penulis atau pembicara yang memakainya tidak memberi penjelasan langsung.
Biasanya hanya berupa kalimat pendek yang disertai dengan kosakata konotatif tersebut. Tanpa diberi penjelasan lagi dan menjadikan struktur kalimatnya lebih ringkas, padat, dan jelas.
Jika bicara mengenai contoh kosakata emotif, maka sudah tentu akan menemukan banyak sekali. Secara sederhana, kosakata ini merupakan kata kiasan yang memiliki makna lebih mendalam atau tidak sebenarnya.
Saat seseorang marah, maka tidak seketika mengatakan kata “marah” melainkan bisa memakai kata kiasan dengan makna serupa. Misalnya “darahku mendidih”, sehingga tampak lebih intens dan menyentuh perasaan dari pendengar atau pembacanya.
Supaya lebih paham lagi mengenai kosakata jenis ini, maka berikut contoh kosakata yang memiliki makna mirip tetapi memberi tingkatan pada emosi yang berbeda, yakni kata birokrat, pejabat pemerintah, dan pelayan publik.
Tiga kata tersebut memiliki makna pegawai di lingkungan pemerintahan atau ASN, baik itu PPPK maupun PNS. Namun, ketiganya memiliki pengaruh pada emosi pembaca dan pendengar yang berbeda.
Pada kata birokrat, biasanya digunakan untuk menyampaikan rasa kesal atau mencela para pegawai di pemerintahan. Sementara istilah pejabat pemerintah dan pelayan publik lebih menunjukan rasa hormat tanpa ada unsur menunjukan celaan atau kekesalan.
Pemilihan kosakata emotif yang tepat kemudian bisa menentukan seberapa besar dampak kalimat yang dibuat pada emosi pembaca atau pendengar. Sehingga bisa digunakan untuk memperlihatkan kemarahan atau justru kebahagiaan, meski suatu kata maknanya sama.
Sebelum menulis karya sastra, pahami terlebih dahulu tulisan berikut:
Supaya lebih paham lagi mengenai apa itu kosakata emotif, berikut adalah beberapa contoh kalimat yang menggunakan kosakata jenis ini:
Dari beberapa contoh dan penjelasan mengenai kosakata emotif di atas, tentu bisa memiliki pemahaman lebih mengenai kosakata jenis ini. Sehingga bisa digunakan dalam menyusun kalimat yang lebih berpengaruh pada emosi pembaca atau pendengar.
Jika memiliki pertanyaan, jangan ragu untuk menuliskannya di kolom komentar. Klik tombol Share untuk membagikan artikel ini ke orang terdekat Anda atau kolega. Semoga bermanfaat.
Seorang dosen yang hendak melakukan konversi dari artikel ilmiah menjadi naskah buku ilmiah (buku monograf…
Pernahkah Anda merasa bingung mengenai tata aturan penulisan nama tempat di dalam kalimat? Hal ini…
Perlu mencantumkan tanda tangan di lembar pengesahan karya ilmiah Anda? Copy paste saja tidak cukup…
Dosen atau penulis yang menyusun karya tulis ilmiah di bidang ilmu agama Islam tentunya perlu…
Selain jurnal, ebook atau buku elektronik menjadi salah satu jenis buku yang umum digunakan sebagai…
Pada saat membaca suatu karya tulis, baik dalam media cetak maupun elektronik serta digital, tentunya…