Daftar Isi
Ada banyak sumber bisa dijadikan rujukan dalam menyusun karya tulis ilmiah, termasuk wawancara. Seorang peneliti perlu memahami tata cara mengutip hasil wawancara yang baik dan benar.
Sehingga, kutipan tersebut tersampaikan dengan jelas kepada pembaca didapatkan dari proses wawancara dan mencantumkan nama narasumbernya untuk menjamin kredibilitas data atau pernyataan yang dikutip. Lalu, bagaimana cara menuliskannya di daftar pustaka? Begini caranya.
Sebelum membahas mengenai tata cara mengutip hasil wawancara, Anda perlu memahami dulu bahwa wawancara bisa dijadikan referensi. Laman University Writing & Speaking Center membahas tata cara melakukan sitasi untuk sumber berupa wawancara.
Ada kaidah dalam menuliskan daftar pustaka sampai sitasi pada kutipan untuk hasil wawancara. Artinya, wawancara memang bisa atau boleh dijadikan referensi, baik untuk menguatkan pendapat di latar belakang masalah atau untuk dijadikan sumber data penelitian.
Wawancara sendiri termasuk kedalam salah satu teknik pengumpulan data selain observasi, kuesioner, dan lain sebagainya. Hal yang perlu diperhatikan adalah memastikan kredibilitas narasumber. Wawancara untuk tujuan ilmiah idealnya dilakukan dengan ahli di bidangnya. Namun, tidak harus sosok yang punya jabatan penting melainkan sosok yang memang paham betul suatu topik yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.
Misalnya, saat peneliti ingin mengetahui penyebab gagalnya suatu produk di perusahaan X, maka akan fokus di bagian pemasaran. Otomatis, peneliti idealnya melakukan wawancara pada tim marketing perusahaan X tersebut. Bukan pada tim produksi, apalagi legal atau HRD.
Hasil wawancara dengan narasumber tentu tidak disajikan apa adanya. Seorang peneliti atau penulis karya ilmiah tentu perlu menyajikan data wawancara dengan tepat sehingga data tersebut bisa disampaikan dengan baik dan dipahami pembaca.
Artinya, hasil wawancara tidak ditulis apa adanya. Misalnya berupa dialog antara Anda dengan narasumber, melainkan perlu diolah dan disajikan ke dalam karya tulis ilmiah dengan tepat. Lalu, bagaimana cara menyajikannya dalam karya tulis ilmiah?
Dikutip melalui website The Writing Center yang dikelola oleh University of Wisconsin Madison, ada 3 cara dalam menyajikan data wawancara ke dalam karya tulis ilmiah, yaitu:
Cara pertama dalam menyajikan data hasil wawancara ke dalam karya tulis ilmiah adalah pengutipan. Khususnya kutipan langsung, dimana apa yang disampaikan narasumber ditulis apa adanya dan diapit oleh tanda petik dua (“) di awal dan di akhir kutipan.
Contoh:
“Pendidikan adalah pondasi masa depan, dan setiap anak berhak mendapatkannya,” ujar Siti Nurhaliza, seorang guru SD di Jakarta (S. Nurhaliza, wawancara, 15 September 2023).
Cara kedua adalah disajikan dalam bentuk kutipan tidak langsung. Dalam hal ini, penulis melakukan parafrase agar apa yang disampaikan narasumber bisa lebih sederhana sehingga lebih mudah dipahami pembaca. Namun, bisa juga karena tujuan lain. Berikut contohnya:
Kutipan langsung dari narasumber:
Siti Nurhaliza, seorang guru SD di Jakarta (narasumber)
“Pendidikan adalah pondasi masa depan, dan setiap anak berhak mendapatkannya.”
Hasil parafrase:
Menurut Siti Nurhaliza, seorang guru SD di Jakarta, pendidikan merupakan pondasi yang sangat penting untuk masa depan anak-anak dan setiap anak berhak untuk mendapatkannya.
Pahami lebih lanjut dalam Cara Menulis Kutipan Langsung dan Tidak Langsung.
Cara ketiga adalah disajikan dalam bentuk teks. Biasanya dalam bentuk teks deskriptif sehingga penulis akan menjelaskan kegiatan wawancara yang dilakukan, siapa narasumbernya dan posisinya, dan pendapat dari narasumber tersebut.
Berikut contoh cara penyajiannya di karya tulis ilmiah:
Penelitian ini melibatkan wawancara dengan beberapa pemangku kepentingan dalam bidang pendidikan. Termasuk seorang guru, siswa, dan orang tua yang memberikan pandangan mendalam mengenai tantangan dan manfaat penggunaan teknologi dalam proses belajar-mengajar.
Siti Nurhaliza, seorang guru SD di Jakarta, menekankan bahwa pendidikan merupakan pondasi penting bagi masa depan anak-anak. Beliau melihat teknologi sebagai alat bantu yang sangat bermanfaat, khususnya dalam meningkatkan akses informasi bagi siswa.
Seperti penjelasan sebelumnya, mengutip hasil wawancara ke dalam karya tulis ilmiah bisa dilakukan dengan dua cara, yakni dengan kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Berikut penjelasannya:
Jika menuliskan hasil wawancara dalam bentuk kutipan langsung, pernyataan narasumber diapit oleh tanda petik dua. Kemudian dalam sitasi, silakan menambahkan keterangan wawancara, diikuti nama narasumber, dan tahun wawancara dilakukan. Berikut contohnya:
“Pemerintah harus lebih memperhatikan sektor UMKM dalam pembangunan ekonomi,” (Wawancara dengan Bapak A, 2023).
Sebagai catatan tambahan, ada kalanya narasumber tidak ingin namanya dicantumkan dengan jelas. Dalam hal ini, penulis bisa menggunakan kata ganti dalam penyebutan narasumber.
Pertama, dengan inisial seperti “Bapak A”, “Ibu N”, dan sejenisnya. Kedua, dengan menjelaskan keahlian atau kepakaran narasumber maupun profesi dan jabatan. Misalnya “ahli ekonomi”, “pengamat ekonomi”, “pendidik di sekolah X”, “pedagang di pasar Y”.
Berikutnya adalah dalam bentuk kutipan tidak langsung. Dalam bentuk ini, penulis bisa memilih hendak menyebut narasumber di awal kalimat atau di akhir kalimat. Setelah kutipan yang sudah diparafrase, diberi keterangan wawancara dan tahun dilakukan wawancara dalam tanda kurung. Berikut contohnya:
Bapak A menjelaskan bahwa sektor UMKM memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi (Wawancara, 2023).
Hal penting berikutnya adalah tata cara membuat daftar pustaka untuk hasil wawancara dalam penelitian. Dikutip melalui website resmi Politeknik Pertanian Negeri Kupang, berikut adalah format umum daftar pustaka dari hasil wawancara:
Nama Penulis diakhiri tanda titik – Tahun Wawancara dilakukan diakhiri tanda titik – Tema Wawancara (dalam tanda kutip) diakhiri tanda titik – Jenis Referensi (Hasil Wawancara Pribadi, dicetak miring) diakhiri tanda titik dua – Tanggal Wawancara diakhiri tanda koma – Tempat Wawancara diakhiri tanda titik.
Berikut contohnya:
Dog S.D. 2008. “Balistik dalam Konsep Modern”. Hasil Wawancara Pribadi: 9 Juni 2008, University of West Cheam
Sebagai informasi tambahan, beberapa perguruan tinggi mungkin memakai format berbeda karena ada banyak gaya sitasi yang ditetapkan sehingga mahasiswa dan dosen perlu menyesuaikan.
Misalnya, ada kalanya penulisan daftar pustaka hasil wawancara tidak mencantumkan unsur tema wawancara. Sehingga penulisannya menjadi seperti contoh berikut:
Bapak A. (2023). Wawancara pribadi. 1 Oktober 2023, Jakarta.
Ketahui cara mengutip dari sumber referensi yang berbeda:
Jadi, silakan mencari buku panduan yang disediakan perguruan tinggi untuk menghindari kesalahan. Baik dalam cara mengutip hasil wawancara maupun penulisannya di daftar pustaka pada naskah karya tulis ilmiah.
Apakah Anda pernah mengalami kesulitan saar menuliskan hasil wawancara di kalimat dan daftar pustaka? Yuk, tuliskan kendala Anda di kolom komentar. Bagikan informasi ini agar rekan penulis Anda melalui tombol share yang tersedia. Semoga bermanfaat!
Pada saat menerbitkan buku, penerbit yang dipilih sering menambahkan halaman prancis atau half title dalam…
Menggunakan tools pendeteksi AI tentu menjadi langkah tepat bagi guru dan dosen. Tools ini bisa…
Proses menulis biasanya diawali dengan menulis draft dan disebut sebagai draft pertama. Penulisan draft menjadi…
Salah satu tahapan penting dalam proses menulis adalah swasunting atau self editing. Melakukan swasunting membantu…
Menggunakan AI untuk parafrase memang menjadi pilihan banyak akademisi saat ini, baik itu dosen maupun…
Menggunakan AI untuk membuat mind mapping atau peta konsep, tentunya menjadi alternatif yang banyak dipilih.…