Daftar Isi
Sudahkah mengetahui adanya hal-hal yang tidak perlu ditulis dalam penulisan daftar pustaka adalah cukup beragam? Daftar pustaka yang juga sering disebut daftar referensi merupakan bagian penting dalam sebuah karya tulis, khususnya karya tulis ilmiah (KTI).
Selain mencantumkan beberapa elemen wajib sesuai jenis referensi, daftar pustaka juga mencakup aturan menghapus sejumlah elemen. Pemahaman ini penting agar tidak keliru dalam menyusun daftar pustaka. Detailnya bisa membaca penjelasan berikut.
Terdapat hal-hal yang tidak perlu ditulis dalam penulisan daftar pustaka adalah sesuatu yang penting untuk diketahui setiap penulis karya. Pasalnya, ada sejumlah unsur atau elemen dari referensi yang digunakan yang kemudian tidak perlu dicantumkan ke daftar pustaka.
Menariknya, unsur-unsur tersebut ternyata tidak hanya satu atau dua melainkan ada cukup banyak. Berikut beberapa diantaranya:
Nama penulis dari referensi yang digunakan merupakan unsur pertama di dalam susunan daftar pustaka. Hanya saja penulisannya tidak dengan menuliskan nama lengkap penulis tersebut.
Melainkan menuliskan nama belakang atau nama marga penulis yang diikuti tanda koma (,) baru dicantumkan nama depannya. Jika referensi ditulis lebih dari satu orang maka ditambahkan dkk (dan kawan-kawan untuk penulis lebih dari 3 orang).
Sedangkan untuk penulis 2 orang atau lebih, biasanya tergantung pada metode penulisan daftar pustaka yang dipakai. Jika memakai APA Style maka nama penulis pertama dibalik dan penulis kedua tidak. Berikut contohnya:
Mahaso, Ode.
Sumardjan, Selo dan Marta Susilo
Kusmadi, Ismail. Dini A., dan Eva R.
Kartika, Salma dkk.
Susan, Alberta et. all. (referensi dalam bahasa Inggris – APA Style).
Hal-hal yang tidak perlu ditulis dalam penulisan daftar pustaka adalah nomor urut selain nama lengkap penulis yang karyanya dijadikan referensi. Daftar pustaka meskipun berbentuk daftar akan tetapi tidak ada penomoran.
Jika diperhatikan, seluruh daftar pustaka memang ditulis per paragraf untuk satu referensi. Satu referensi ditulis kemudian enter menuju ke referensi selanjutnya.
Jadi, contoh penulisan yang salah adalah seperti ini:
Sedangkan, berikut adalah contoh yang benar:
Hal-hal yang tidak perlu ditulis dalam penulisan daftar pustaka adalah juga mencakup gelar akademis. Jadi, meskipun mencantumkan nama lengkap penulis secara terbalik.
Akan tetapi penulisan daftar pustaka tidak menyertakan gelar apapun dari penulis yang karyanya dijadikan referensi. Memakai metode penulisan daftar pustaka apapun prinsipnya tetap sama berkaitan dengan gelar akademis.
Jadi, contoh penulisan yang salah adalah seperti ini:
Prof. Dr. Agung, M. (2001). Interaksi ibu yang memiliki sifat temperamental terhadap perkembangan anak. Journal of Personality and Social Psychology, 69, 254-258.
Maka penulisannya yang benar di daftar pustaka adalah:
Agung, M. (2001). Interaksi ibu yang memiliki sifat temperamental terhadap perkembangan anak. Journal of Personality and Social Psychology, 69, 254-258.
Baca Juga :
Hal keempat yang tidak dicantumkan dalam penulisan daftar pustaka adalah badan hukum penerbit. Penerbit profesional pada dasarnya adalah sebuah perusahaan yang sifatnya berbadan hukum.
Badan hukum di Indonesia mencakup CV, PT, dan sebagainya sesuai dengan ketentuan dari pemerintah. Namun, di dalam daftar pustaka sekalipun mencantumkan nama penerbit memang tidak mencantumkan badan hukumnya.
Jadi, contoh penulisan yang salah adalah seperti ini:
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. CV. Rineka Cipta: Jakarta.
Maka yang benar penulisanya adalah sebagai berikut:
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta: Jakarta.
Jadi, dalam menyusun daftar pustaka bentuk perusahaan atau badan hukum penerbit tidak dicantumkan. Kecuali nama penerbit itu sendiri dan wajib ditulis secara lengkap sesuai contoh di atas.
Hal-hal yang tidak perlu ditulis dalam penulisan daftar pustaka adalah cetakan ke berapa. Artinya, beberapa buku yang sudah diterbitkan memang saking larisnya kemudian dicetak sampai beberapa kali.
Hal ini lumrah untuk memperbaharui peredaran buku tersebut agar bisa ditemukan oleh masyarakat. Selain desain sampul, kadang kala ada perubahan dari sisi isi di dalamnya ketika penulis merasa membutuhkan penambahan atau penyempurnaan.
Mengenai cetakan ke berapa ini, di dalam daftar pustaka tidak perlu dicantumkan. Sebab, mayoritas buku meski dicetak 2 kali atau bahkan sampai 25 kali sekalipun pada dasarnya memiliki isi yang sama.
Jadi, penulisan yang salah adalah seperti ini:
Keira Luvena, S.Psi. 2012. Menjadi Remaja Kreatif. Bandung: Penerbit CV Maju Jaya Pressindo.
Aldiano Dewanto, SE., MM. 2013. Berani Berwirausaha, cetakan 19. Jakarta: PT Media Karya Kita.
Maka yang benar penulisannya adalah menghapus keterangan cetakan ke berapa seperti contoh yang salah tersebut. Contohnya seperti ini:
Luvena, Keira. 2012. Menjadi Remaja Kreatif. Bandung: Maju Jaya Pressindo.
Dewanto, Aldiano. 2013. Berani Berwirausaha. Jakarta: Media Karya Kita.
Selanjutnya dalam hal-hal yang tidak perlu ditulis di dalam penulisan daftar pustaka adalah halaman buku yang disitasi. Pasalnya, daftar pustaka bukan kutipan yang tidak membutuhkan keterangan halaman yang dijadikan referensi.
Daftar pustaka hanya memuat unsur nama penulis, tahun terbit, judul, nama penerbit, dan kota terbit. Meskipun referensi berbeda memberikan pencantuman unsur berbeda, akan tetapi pola dasarnya memang demikian.
Jadi, penulisan yang salah adalah seperti ini:
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Halaman 23. Rineka Cipta: Jakarta.
Keterangan halaman sebaiknya dihapus. Jadi, penulisan yang benar adalah seperti ini:
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta: Jakarta.
Lalu, usai mengetahui seluruh hal-hal yang tidak perlu ditulis dalam penulisan daftar pustaka adalah seperti penjelasan di atas. Bagaimana aturan dalam penulisannya? Pada dasarnya aturan atau metode yang digunakan disesuaikan ketentuan.
Ketentuan siapa? Bagi mahasiswa dan dosen, maka disesuaikan dengan ketentuan dari pihak kampus dan fakultas di dalamnya. Secara umum perguruan tinggi dan setiap fakultas di dalamnya memiliki aturan tersendiri dalam penulisan daftar pustaka.
Naun, di Indonesia untuk penulisan KTI dari dosen dan mahasiswa kebanyakan menggunakan APA Style. Maka aturannya sebagai berikut:
Berikut contoh referensi dari buku menggunakan metode APA Style dengan ketentuan di atas:
Pitanatri, P.D.S & I Nyoman Darma Putra. 2016. Wisata kuliner: Atribut baru destinasi ubud. Denpasar: Jagat Press.
Yang, K.L. et al. (2009). The real customers. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Sedang membuat daftar pustaka? Perhatikan cara penulisannya!
Pada saat menerbitkan buku, penerbit yang dipilih sering menambahkan halaman prancis atau half title dalam…
Menggunakan tools pendeteksi AI tentu menjadi langkah tepat bagi guru dan dosen. Tools ini bisa…
Proses menulis biasanya diawali dengan menulis draft dan disebut sebagai draft pertama. Penulisan draft menjadi…
Salah satu tahapan penting dalam proses menulis adalah swasunting atau self editing. Melakukan swasunting membantu…
Menggunakan AI untuk parafrase memang menjadi pilihan banyak akademisi saat ini, baik itu dosen maupun…
Menggunakan AI untuk membuat mind mapping atau peta konsep, tentunya menjadi alternatif yang banyak dipilih.…