Daftar Isi
Kenapa Harus Memutuskan Untuk Menerbitkan Self Publishing?
Ditahun yang serba digital seperti sekarang ini gejolak penulis Indonesia semakin marak. Hal ini dapat dilihat semakin banyaknya munculnya content creator baik di blog maupun media sosial lain. Jika ditinjau dari komunitas penulis yang ada kita dapat melihat bahwa memang semakin banyak orang tertarik di dunia tulis menulis.
Diawali dengan tumbuhnya komunitas berskala nasional seperti Forum Lingkar Pena (FLP) dan Komunitas Sastra Indonesia (KSI), lalu didukung juga kelompok diskusi kepenulisan lokal nyaris di seluruh pelosok republik. Apalagi di zaman bertahtanya jejaring sosial sekarang. Facebook dan Twitter telah melipatgandakan pertumbuhan jumlah penulis baru. Ruang publikasi yang selama ini terbatas hanya seminggu sekali di media massa cetak kini meluas dengan adanya blog dan jejaring sosial. Nama-nama baru muncul di blantika perbukuan kita. Tentu ini menjadi kebanggaan kita bersama. Karena secara tidak langsung semakin banyaknya tulisan berkualitas muncul sama saja kita ikut berperan untuk menjadi lebih cerdas dan berperadaban.
Seperti yang disebutkan di atas, keinginan untuk menulis muncul karena banyak wadah yang disediakan. Dulu, jangankan mau menerbitkan buku melihat indeks penerbitan di Indonesia saja sudah cukup mengelus dada karena begitu rendah. Tahun 2010, indeks membaca Indonesia hanya 0,001, artinya 1.000 warga Indonesia hanya membaca satu buku. Sementara Amerika memiliki indeks membaca 0,45 dan Singapura memiliki indeks 0,55. Begitupula dengan jumlah penerbitan buku. Dilangsir dari Kompas.com pada Juli 2012 menyatakan bahwa jumlah terbitan buku di Indonesia tergolong rendah, tidak sampai 18.000 judul buku per tahun. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan Jepang yang mencapai 40.000 judul buku per tahun, India 60.000, dan China sekitar 140.000 judul buku per tahun. Meskipun rendah, tahun-tahun terakhir ini sudah terjadi eskalasi pertumbuhan terbitan per tahunnya.
Kenaikan minat menerbitkan buku ini adalah menjamurnya self-publishing. Harus diakui secara jujur, self publishing adalah salah satu penggerak utama berputar kencangnya laju dunia kepenulisan tanah air. Kalau tahun 90-an dulu, menjadi penulis itu rasa-rasanya mustahil bagi kalangan mahasiswa dan pelajar. Apalagi bagi ibu rumah tangga, buruh dan karyawan kantoran. Tapi ternyata sejak bermunculannya penerbit yang memfasilitasi self-publishing, semua menjadi mungkin. Lebih-lebih setelah dikenalnya sistem print on demand(POD). Nothing is impossible. Tak perlu modal besar untuk self-publishing. Kata Bambang Trim, “Siapapun Anda, Anda bisa jadi penulis!”
Tren menulis bisa dilihat dari banyaknya penulis bermunculan baik yang menerbitkan buku secara cetak maupun digital. Hal ini tampak dari setiap harinya ada saja penulis baru yang mempromosikan karyanya di di jejaring sosial. Lalu temannya yang lain melakukan review dan memberikan komentar. Indah sekali rasanya jika menulis menjadi tren sekaligus gaya hidup. Karena kita akan belajar untuk berkomunikasi dengan santun dan berdiskusi dengan ramah. Salah satu alasan lainnya yakni adanya self publishing. Mengapa harus self publishing?
Ada banyak sekali alasannya. Paling tidak ada dua yang utama. Pertama, sebagai sarana perlawanan. Sebab semua penerbit pasti punya pemilik. Dan setiap pemilik alias pengusaha pasti punya kepentingan, ideologi dan visi yang dijaganya. Karena sebagian besar media mayor berdiri di atas ideologi kemapanan, maka naskah yang isinya kritik terhadap mereka kemungkinan terbitnya menjadi nyaris nol. Dengan probabilitas hampir nihil, tentu menerbitkan sendiri menjadi sarana untuk melawan hegemoni mayor. Mereka yang menempuh jalan ini berprinsip, “Jangan sampai penolakan penerbit mayor menjadi alasan untuk tidak menyebarkan ide, inspirasi dan pencerahan bagi orang lain.”
Kedua, untuk melipatgandakan keuntungan. Terus terang mencari untung dengan menulis bukanlah dosa. Selama tidak melakukan plagiasi dan pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, maka mencari penghasilan dari menulis adalah halal. Bahkan beroleh berkah dan pahala apabila karya kita mencerahkan para pembaca.
Kalau kita menerbitkan buku di penerbit tradisional, maka kita hanya akan dapat duit dari royalti atau beli putus. Jika sistemnya beli putus, bisa dipastikan nilainya amat kecil. Begitupula dengan royalti. Umumnya royalti penulis di Indonesia antara 8-10%. Ada beberapa penulis senior yang dapat royalti lebih dari itu, namun paling banter tetap saja hanya 15% dari harga jual eceran. Itupun kalau bukunya terjual semua. Bagaimana kalau tidak? Maka self-publishing menjadi pilihan.
Sebagai seorang penulis sekaligus penerbit, maka semua hal yang berhubungan dengan penerbitan buku pun menjadi tanggung jawab si penulis. Mulai dari pra produksi seperti penyuntingan, perancangan sampul dan isi buku, pengurusan ISBN, proses produksi atau pencetakan, hingga pemasaran, pendistribusian, konsinyasi di toko buku, promosi, dan sebagainya ditangani sendiri oleh penulis. Mungkin terdengar cukup sulit? Namun sesungguhnya tidak. Sebab dalam praktiknya, mandiri tidak berarti sendiri.
Hal terpenting dalam menerbitkan buku adalah adanya naskah. Tanpa naskah, lalu apa yang akan dicetak, iya kan? Tentu sebelum mencetaknya, Anda sudah menyiapkan naskah dengan rapi, penyampaian bahasa mudah dipahami, dan topik yang diangkat juga menarik. Jika naskah yang sudah ada, jangan lupa untuk menyuntingnya terlebih dahulu.
Penyuntingan buku dilakukan selain oleh penulis. Alasannya sederhana, jika penulis yang melakukan proses penyuntingan, akan terjadi subjektivitas. Penyuntingan dapat dilakukan oleh orang lain. Selama proses penyuntingan dapat membantu proses pengeditan dan pembenaran tanda baca, penulisan, peletakan kalimat yang kurang sesuai.
Dalam menyiapkan naskah, perhatikan topik yang dipilih. Jangan sampai biaya pribadi yang Anda keluarkan terbuang sia-sia dengan naskah yang kurang sempurna. Biasanya permasalahan selanjutnya adalah pada proses penulisan. Mencoba menulis sekarang bukan soal yang mudah. Sudah ada niat tapi malas untuk mengerjakan ya sama saja. Ada niat untuk menulis, tapi kalau tidak memulai menulis, tidak akan selesai tulisan tersebut.
Jangan takut kalau tulisan Anda banyak yang salah. berusahalah untuk tidak membacanya terlebih dahulu. Tulis, tulis, dan tulis hingga tulisan tersebut selesai seutuhnya. Jangan pikirkan kalau tulisan itu akan menjadi buruk atau baik. Jika merasa tulisan Anda buruk, tidak masalah. Atau tulisan Anda baik, juga tidak masalah. Yang terpenting bagaimana Anda bisa memulai menulis di waktu yang sudah ditentukan.
Karena Anda akan menerbitkan secara mandiri alias independent, maka setelah naskah siap, modal menjadi hal selanjutnya yang harus disiapkan. Jika naskah sudah ada, maka Anda bisa mulai menyiapkan modal. Modal berupa uang untuk biaya percetakan dan proses penerbitan buku. Untuk besarnya biaya, masing-masing penerbit memiliki aturannya sendiri. . Setiap penerbit satu yang ada di wilayan satu dengan yang lain memiliki kebijakan sendiri. Sehingga sebelum mengirimkan ke penerbit, Anda harus mencari tahu dengan pasti berapa biaya yang harus dipersiapkan. Supaya ketika naskah jadi, Anda bisa langsung cetak.
Penerbit Deepublish merupakan penerbit buku ilmiah yang fokus menerbitkan buku pendidikan. Penerbit Deepublish mengunggulkan kualitas dengan meggunakan dewan editor/reviewer di setiap bidangnya untuk meninjau naskah yang akan diterbitkan. Penerbit Deepublish menggunakan sistem sesuai kebutuhan penulis dalam mencetak bukunya. Dalam proses pemasaran, Penerbit Deepublish menggunakan strategi Maximizer. Maksudnya, Penerbit Deepublish akan membantu memaksimalkan penjualan buku pada pasar primer penulis agar buku banyak terjual.
Apakah Anda sedang atau ingin menulis buku? Dengan menjadi penulis penerbit buku Deepublish, buku Anda kami terbitkan secara GRATIS. Anda cukup mengganti biaya cetak. Silakan isi data diri Anda di sini. atau Anda bisa langsung Kirim Naskah dengan mengikuti prosedur berikut ini: KIRIM NASKAH
Jika Anda mempunyai BANYAK IDE, BANYAK TULISAN, tapi BINGUNG bagaimana caranya MEMBUAT BUKU, gunakan fasilitas KONSULTASI MENULIS dengan TIM PROFESSIONAL kami secara GRATIS disini!
Kontributor: Novia Intan
Pada saat menerbitkan buku, penerbit yang dipilih sering menambahkan halaman prancis atau half title dalam…
Menggunakan tools pendeteksi AI tentu menjadi langkah tepat bagi guru dan dosen. Tools ini bisa…
Proses menulis biasanya diawali dengan menulis draft dan disebut sebagai draft pertama. Penulisan draft menjadi…
Salah satu tahapan penting dalam proses menulis adalah swasunting atau self editing. Melakukan swasunting membantu…
Menggunakan AI untuk parafrase memang menjadi pilihan banyak akademisi saat ini, baik itu dosen maupun…
Menggunakan AI untuk membuat mind mapping atau peta konsep, tentunya menjadi alternatif yang banyak dipilih.…