Daftar Isi
Menjadi orang yang perfeksionisme bisa memberi banyak keuntungan. Namun, dalam beberapa situasi dan kondisi justru bisa berdampak sebaliknya karena karakter perfeksionis yang dimiliki bisa menimbulkan rasa kecewa atas hasil kerja yang dibuat.
Dalam dunia kepenulisan, karakter perfeksionis juga memiliki dua sisi, menguntungkan dan merugikan penulis. Terlalu perfeksionis membuat karya tulis yang dibuat dipandang kurang berkualitas. Sehingga memicu keraguan untuk proses publikasi.
Namun, menjadi penulis yang perfeksionis juga bisa membantu memiliki motivasi untuk terus menulis dan memotivasi untuk terus berusaha meningkatkan kualitas karya tulis yang dibuat. Jika menjadi kendala dan memberi dampak negatif, maka tentu perlu diatasi dengan tepat. Berikut informasinya.
Apa Itu Perfeksionisme, Kelebihan atau Kekurangan?
Dikutip melalui Institut Agama Islam Negeri Kediri (IAIN Kediri), perfeksionisme adalah sebuah paham kepribadian dengan karakteristik penetapan standar yang tinggi, evaluasi berlebihan dan kritik yang tajam terhadap dirinya sendiri dan orang lain.
Setiap orang bisa saja memiliki sifat perfeksionis dan selalu menetapkan standar tinggi dalam melakukan apapun. Semua ingin sempurna, tidak memiliki cela, dan juga mendapat pengakuan atau pujian dari orang sekitar.
Sifat perfeksionis pada dasarnya adaptif. Dalam artian, sifat ini bisa diatur dan dikelola dengan baik oleh seseorang agar bisa memberi dampak positif dan meredam dampak negatif yang ditimbulkan.
Perfeksionisme kemudian menjadi memiliki dua sisi yang berseberangan, menguntungkan sekaligus bisa merugikan pemilik sifat ini. Dikatakan menguntungkan, karena kelebihan sifat perfeksionis adalah memiliki motivasi tinggi untuk bekerja keras menghasilkan hasil kerja terbaik.
Sehingga, orang dengan sifat ini cenderung selalu serius dan tidak pernah setengah hati dalam mengerjakan apapun. Selain itu, mereka juga akan menetapkan standar tinggi agar kualitas proses sampai hasil yang memuaskan.
Namun, di sisi lain, perfeksionis juga memberi kerugian karena punya beberapa kekurangan. Pertama, sifat perfeksionis bisa memunculkan rasa tidak mudah puas sehingga apapun yang dikerjakan diri sendiri maupun orang lain dianggap belum cukup bagus.
Kedua, sebagai dampak dari sifat perfeksionis yang memunculkan rasa tidak puas adalah memicu kerja keras yang berlebihan. Dimana perlu menyiapkan segala hal sebelum memulai suatu kegiatan. Kemudian, karena mudah tidak puas maka rentan bekerja dua kali sehingga mudah kelelahan, stres, dan sebagainya.
Jangan sampai Anda mengalami masalah penulis berikut, ketahui cara mengatasinya:
Jenis-Jenis Perfeksionisme
Perfeksionisme yang dimiliki oleh seseorang bisa diterapkan dengan orientasinya untuk diri sendiri, orang sekitar, dan sebagainya. Sehingga, perfeksionis terbagi menjadi tiga jenis. Berikut penjelasan masing-masing jenis perfeksionisme:
1. Self-Oriented Perfectionism
Self-Oriented Perfectionism adalah penetapan standar tinggi untuk diri sendiri. Orang dengan orientasi perfeksionis jenis ini akan menetapkan standar tinggi untuk apapun yang dikerjakan sehingga tidak memberi standar tinggi juga untuk orang lain.
Dalam jenis ini, seseorang akan fokus menetapkan standar tinggi dalam mengerjakan dan mencapai apapun sehingga berfokus pada keinginan, impian, dan kebutuhan diri sendiri untuk meraih kesuksesan tanpa resiko kegagalan.
2. Other-Oriented Perfectionism
Jenis yang kedua adalah Other-Oriented Perfectionism, yaitu kondisi dimana seseorang menetapkan standar tinggi bagi orang lain. Dengan orientasi ini, seseorang menuntut orang lain untuk selalu sempurna.
Apapun yang dikerjakan sampai pencapaian yang diraih harus sesuai dengan standar dari orang yang memiliki perfeksionisme ini. Hal ini membuat orang-orang di sekitarnya selalu mendapat dorongan sampai tuntutan untuk berhasil dan tidak pernah gagal dalam hal apapun.
3. Socially Prescribed Perfectionism
Terakhir adalah Socially Prescribed Perfectionism, yaitu kondisi dimana seseorang merasa orang lain memiliki standar yang tinggi terhadap dirinya. Hal ini memunculkan dorongan atau motivasi untuk selalu berhasil dan tidak pernah gagal.
Perfeksionis jenis ini muncul sering karena orang sekitar, terutama orang terdekat menetapkan standar tinggi kepadanya. Misalnya, orang tua yang berharap dirinya bisa menjadi dokter.
Padahal diri sendiri bisa jadi tertarik dengan profesi lain sehingga muncul dorongan memuaskan orang tua dan mengabaikan diri sendiri. Hal ini akan memunculkan sifat perfeksionis yang membuat usaha menjadi dokter dan tuntutan orang sekitar bisa dicapai tanpa kesalahan.
Ciri-Ciri Perfeksionisme
Seseorang yang memiliki sifat perfeksionisme tentunya memiliki ciri khusus yang membuatnya bisa dipahami orang sekitar. Artinya, orang di sekitarnya bisa langsung menyadari adanya sifat perfeksionis.
Ciri-ciri perfeksionis ini juga perlu dipahami semua orang, sehingga bisa menjadi bahan evaluasi apakah memiliki sifat perfeksionis atau sebaliknya. Berikut ciri-ciri perfeksionisme:
1. Memiliki Standar yang Selalu Tinggi
Salah satu ciri dari pribadi yang perfeksionis adalah memiliki standar yang selalu tinggi. Hal ini bisa dilihat dari apapun yang dilakukan, digunakan, dan dicapai. Misalnya, penulis baru bahagia dan lega jika novelnya menjadi best seller dan akan menjadi sebaliknya jika penjualan rendah.
2. Kritis pada Banyak Hal
Sifat perfeksionis akan membuat seseorang lebih kritis karena ketika hendak melakukan apapun akan menyusun persiapan matang dan rinci. Termasuk hal-hal teoritis, sehingga dijadikan standar. Ketika ada beberapa hal di lapangan tidak sesuai teori yang dipelajari, maka akan mengeluhkannya.
3. Menjadi Sempurna adalah Sumber Kebahagiaan
Ciri yang ketiga dari orang dengan perfeksionis adalah memiliki sumber kebahagiaan setelah menjadi sempurna. Hal ini tentu sulit karena tidak ada yang sempurna di dunia ini. Hidup orang yang perfeksionis cenderung susah bahagia, mudah mengeluh, dan lelah secara berlebihan.
4. Butuh Waktu Lama dalam Mengerjakan Apapun
Ciri-ciri berikutnya dari orang dengan perfeksionisme adalah terkesan bekerja lambat. Hal ini terjadi karena terlalu kritis dan menetapkan standar tinggi pada apapun yang dikerjakan. Misalnya dalam menulis, orang perfeksionis butuh waktu sangat lama menyelesaikan satu bab. Sehingga terkesan lambat dalam bekerja.
5. Merasa Harus Selalu Menjadi Nomor Satu
Ciri-ciri berikutnya adalah selalu ingin menjadi orang nomor satu. Secara umum, tidak ada orang yang tidak mau menjadi juara dalam hal apapun. Namun, orang yang perfeksionis menjadikannya keharusan. Misalnya, setiap kali menulis harus menjadi best seller. Padahal tidak selalu demikian di lapangan.
6. Membutuhkan Validasi Orang Lain
Poin keenam yang menjadi ciri khas dari orang yang perfeksionis adalah membutuhkan validasi atau pengakuan orang lain. Orang perfeksionis cenderung terlihat haus akan pujian sehingga apapun yang dilakukan dan dicapai harus mendapat pujian dari orang sekitar.
7. Anti Terhadap Kritik
Orang yang perfeksionis biasanya anti terhadap kritik. Mereka bisa saja mengkritik orang lain yang tidak memenuhi standar tinggi yang dimiliki. Namun ketika diri sendiri atau pekerjaan dan karya yang dibuat dikritik orang lain. Mereka cenderung tidak terima dan menolak kritik tersebut, meskipun tujuannya baik.
8. Tidak Mudah Percaya Kualitas Orang Lain
Orang yang perfeksionis biasanya juga tidak mudah percaya dan mengakui kualitas orang lain. Yakni terhadap kualitas orang tersebut secara personal, cara kerja mereka, dan pencapaian mereka. Sebab dianggap di bawah standar tinggi yang dimiliki.
Faktor Perfeksionisme
Sikap psikologis perfeksionisme bisa disebabkan oleh banyak hal. Secara garis besar, terdapat dua faktor yang menjadi pemicunya, yakni faktor interpersonal dan faktor genetik. Berikut faktor penyebab perfeksionisme:
1. Faktor Interpersonal
Faktor yang pertama, dimana bisa membentuk sifat perfeksionis pada seseorang adalah faktor interpersonal. Faktor interpersonal sendiri adalah segala elemen yang mempengaruhi bagaimana individu berinteraksi satu sama lain.
Interaksi disini mencakup karakteristik individu, dinamika komunikasi, budaya setempat, dan juga harapan masyarakat. Pola asuh, kondisi di rumah, kondisi di lingkungan sekitar, sekolah, dan sebagainya bisa membentuk perfeksionis.
Seseorang yang dididik untuk selalu menjadi juara kelas, secara alami akan perfeksionis dalam pencapaian belajarnya. Sehingga, standar utamanya dikatakan berhasil dan bisa bahagia adalah ketika menjadi juara kelas (rangking 1).
Contoh lain, ketika seseorang tinggal di daerah yang umumnya wanita menikah di usia 25 tahun ke bawah. Maka akan membentuk sikap perfeksionis untuk menikah maksimal di usia 25 tahun juga. Sehingga menghindari disebut gagal mendapat jodoh.
2. Faktor Genetik
Faktor kedua yang bisa membentuk sikap atau sifat perfeksionisme adalah faktor genetik. Faktor genetik sendiri adalah informasi genetik yang diwariskan dari orang tua kepada anak melalui DNA, yang menentukan berbagai karakteristik dan sifat seseorang.
Faktor genetik tidak hanya mempengaruhi fisik, seperti bentuk wajah sampai perawakan tinggi badan, melainkan juga mempengaruhi sifat dan cara berpikir individu.
Orang yang memiliki orang tua atau nenek dan kakek dengan sifat perfeksionis. Secara alami bisa menurun kepada generasi selanjutnya. Sehingga sifat perfeksionis ini terbentuk secara alami.
Dalam sebuah riset yang dilakukan Ilham Maulana, menemukan bahwa anak yang terlahir kembar bisa memiliki sifat mudah cemas berlebihan dan maladaptif (sulit menyesuaikan diri atau beradaptasi), diturunkan dari salah satu orang tuanya. Dimana keduanya termasuk ciri dari perfeksionis.
Dampak Negatif Perfeksionisme dalam Menulis
Memiliki sifat perfeksionisme bisa menjadi sumber motivasi sekaligus batu sandungan bagi siapa saja, termasuk bagi penulis. Memiliki sifat perfeksionis diketahui bisa memberi dampak negatif bagi penulis. Berikut dampak negatif sifat perfeksionis:
1. Takut untuk Mulai Menulis
Dampak negatif yang pertama dari perfeksionis yang sudah tinggi atau berlebihan adalah takut untuk mulai menulis. Hal ini terjadi karena penulis tersebut sudah memiliki standar tinggi dalam memulai suatu tulisan.
Standar tinggi ini bisa jadi membuat tulisan yang dibuat dianggap belum memenuhinya. Alih-alih menyelesaikan satu bab, penulis bisa menyelesaikan satu paragraf pertama saja sudah berjuang hebat.
2. Kesulitan dalam Menyelesaikan Naskah
Dampak yang kedua dari perfeksionis dalam menulis adalah kesulitan untuk menyelesaikan naskah. Secara alami, penulis yang perfeksionis akan mengedit setiap kali selesai menulis. Kemudian ada revisi, begitu terus membentuk pola tanpa ujung.
Pada akhirnya, naskah yang disusun tidak kunjung selesai karena berkutat di satu bab saja. Hal ini yang membuat naskah tidak cepat selesai dan bahkan kemungkinan besar selalu terbengkalai.
3. Produktivitas Rendah dan Bahkan Hilang
Dampak negatif yang ketiga adalah bisa menurunkan produktivitas dalam menulis. Penulis yang perfeksionis akan selalu mengedit tulisan yang dibuat. Sehingga bisa hanya berkutat di satu bab saja dan memakan waktu lama.
Selain itu, naskah yang sudah berkali-kali direvisi tanpa pernah diselesaikan akan terbengkalai. Jika terus terjadi, tidak ada karya baru yang dibuat. Produktivitas penulis perfeksionis lantas lebih rendah dibanding penulis lain.
4. Rendahnya Kepercayaan Diri dalam Menulis
Dampak berikutnya dari perfeksionis adalah kepercayaan diri dalam menulis menjadi rendah. Standar tinggi yang dimiliki akan membuat tulisan penulis lain dipandang lebih baik dibanding tulisan sendiri.
Hal ini bisa berdampak pada terkikisnya rasa percaya diri. Kemudian semangat dan motivasi untuk menulis terus menurun. Sampai pada akhirnya, penulis memutuskan untuk berhenti menulis karena tidak yakin tulisannya bagus.
Baca lebih lanjut 7 Cara Jitu Meningkatkan Kepercayaan Diri Dalam Menulis.
5. Sulit Menerima Kritik atas Karya Tulisnya
Perfeksionisme juga bisa berdampak pada sikap anti kritik. Pada penulis, sikap ini tentu merugikan karena tulisan yang dibuat ketika dipublikasikan, tentunya akan diperiksa oleh editor dan dilakukan revisi sampai penyuntingan.
Orang yang perfeksionis cenderung yakin tulisannya sudah sempurna sehingga menolak tulisannya diubah dan ingin langsung terbit tanpa revisi. Padahal bisa jadi, tulisan yang dibuat masih ada kesalahan dan kekeliruan.
6. Mudah Stres dan Mengalami Kelelahan Mental
Dampak negatif lain yang bisa dialami penulis adalah mudah stres dan mengalami kelelahan mental. Standar yang terlalu tinggi perlahan akan membuat diri sendiri lelah untuk mencapainya sehingga rentan stres dan mental ikut lelah.
Cara Mengatasi Perfeksionisme
Memahami bahwa perfeksionisme bisa menjadi batu sandungan dalam menulis. Maka tentu perlu segera mengatasinya. Berikut adalah beberapa cara untuk mengatasi perfeksionis dalam menulis:
1. Mengubah Pola Pikir
Salah satu cara untuk mengatasi perfeksionis yang sudah berdampak negatif bagi penulis adalah mengubah pola pikir. Jika selama ini menutup diri dan mengacu pada standar tinggi yang dibuat sendiri dan orang sekitar.
Maka artinya perlu memperluas wawasan agar cara pandang berubah menjadi lebih luas. Misalnya, membaca biografi para penulis besar dan terkemuka. Seperti kisah penulis novel Harry Potter, J.K Rowling yang naskahnya ditolak sampai 12 kali oleh penerbit.
Siapa sangka, ketika naskah tersebut diterima satu penerbit justru penjualan meledak. Bahkan novel Harry Potter berlanjut sampai 7 buku, terbit di berbagai negara di dunia, dan difilmkan yang juga sukses besar.
Jadi, kesempurnaan pada naskah bukan yang utama. Sebab naskah tulisan yang dibuat ketika dibaca oleh orang lain bisa jadi akan disukai. Sekalipun tidak sesuai dengan standar dunia penerbitan. Mengenal lebih banyak perjuangan penulis lain, tentu bisa membantu mengubah pola pikir perfeksionis.
2. Memahami Bahwa Tidak Ada yang Sempurna di Dunia
Dikutip dari The Young Writers, salah satu cara mengatasi perfeksionis dalam menulis adalah memahami bahwa di dunia ini tidak sempurna. Naskah tulisan setiap penulis, baik pemula maupun senior tetap bisa berantakan. Terutama penulis baru.
Jadi, jika selama ini takut untuk mulai menulis karena standar yang dimiliki terlalu tinggi. Ada baiknya diturunkan dan mulai menulis bebas karena kualitas tulisan meningkat lewat latihan, bukan sekedar belajar teori dan membuat overthinking.
3. Fokus Menulis dan Melakukan Editing di Akhir
Cara yang ketiga dalam mengatasi perfeksionisme yang sudah mengganggu dalam aktivitas menulis adalah fokus menulis jangan mengedit. Artinya, ketika menulis sebaiknya fokus menulis. Setelah naskah selesa baru kemudian diedit.
Penulis yang perfeksionis umumnya memiliki jiwa tinggi untuk langsung mengedit tulisannya. Hal ini membuat naskah tidak kunjung selesai dan bahkan terbengkalai. Mencegahnya, penulis perlu membiasakan diri untuk fokus menulis. Setelah naskah selesai baru dilakukan proses editing.
Itulah beberapa cara untuk mengatasi dan menurunkan dampak negatif dari sifat perfeksionisme yang dimiliki. Sehingga bisa melanjutkan proses menulis tanpa kecemasan berlebihan akan dikritik.
Perfeksionisme bisa menurunkan produktivitas dalam menulis, begini strategi kembali meningkatkannya: