Daftar Isi
Pernahkah melakukan tindakan pembajakan buku? Buku di dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 disebutkan sebagai sebuah karya yang dilindungi pemerintah melalui Hak Cipta. Segala bentuk pembajakan terhadap karya satu ini tentunya berbuntut sanksi pidana.
Menariknya, aksi pembajakan terhadap buku di Indonesia memiliki angka yang sangat tinggi. Bahkan tidak jarang pelakunya tidak sadar sudah melakukan aksi tersebut. Mencegah melakukan tindak tercela ini, bisa menyimak informasi berikut.
Buku atau karya tulis yang kemudian dijilid merupakan salah satu bentuk karya yang dilindungi oleh UU Hak Cipta. Penulis buku kemudian mendapatkan Hak Ekonomi maupun Hak Moral atas karyanya tersebut.
Menariknya, meskipun UU Hak Cipta baru sudah dirilis untuk menggantikan UU Nomor 19 Tahun 2002 yang tidak mencantumkan buku sebagai karya yang dilindungi. Ternyata aksi pembajakan buku dan bentuk pelanggaran Hak Cipta lainnya masih jamak dijumpai.
Adapun yang dimaksud dengan pembajakan pada buku adalah tindakan produksi buku yang memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi tanpa memberikan keuntungan kepada penulis atau pihak Hak Cipta.
Dilansir dari ikapi.org dijelaskan bahwa kasus pembajakan terhadap karya berbentuk buku di Indonesia masih terbilang tinggi. Pelakunya tak hanya sebatas perorangan saja melainkan juga oknum dalam jumlah masif.
Baca Juga : Pelanggaran Hak Cipta, Contoh, dan Konsekuensi bagi Pelanggar
Tak hanya itu, pembajakan buku kemudian terbagi menjadi dua kategori yang tentu wajib diperhatikan oleh siapa saja agar bisa menghindari tindakan tercela ini, yaitu:
Bentuk pertama dari pembajakan terhadap buku adalah tindakan menggandakan buku atau isi buku secara utuh. Misalnya seseorang yang menerima soft file (ebook) dan dicetak seluruhnya tanpa izin dari pemegang Hak Cipta (penulis atau penerbit).
Tindakan ini sudah termasuk menggandakan buku tanpa izin yang termasuk dalam pelanggaran Hak Cipta buku. Oleh sebab itu, ketika menerima buku elektronik maupun cetak sangat tidak dianjurkan untuk menggandakannya.
Baik untuk tujuan mendapat keuntungan ekonomi, seperti menjualnya untuk mendapat penghasilan. Maupun untuk keuntungan pribadi, misalnya sebagai koleksi bahan bacaan dengan maksud berhemat akan tetapi sudah melanggar Hak Cipta.
Bentuk kedua dari pembajakan buku adalah menggandakan sebagian dari isi buku. Misalnya dosen atau mungkin mahasiswa yang sengaja memfotokopi sebagian dari isi sebuah buku untuk tujuan belajar atau yang lainnya.
Melakukan fotokopi buku ternyata masuk kategori pembajakan dan pelanggaran Hak Cipta terhadap karya berbentuk buku. Oleh sebab itu, tindakan yang sudah lumrah mendarah daging di masyarakat, terutama di kalangan akademik ini perlu dihilangkan.
Utamakan untuk membeli buku, baik baru maupun setengah pakai agar tidak lagi melakukan pembajakan. Opsional lain adalah meminjam di perpustakaan maupun teman dekat sehingga tidak ada aksi penggandaan buku tanpa izin.
Baca Juga: Penggandaan Buku, Apakah Melanggar Hukum Hak Cipta?
Segala bentuk pembajakan buku, termasuk pelanggaran Hak Cipta yang diatur di dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tepatnya pada pasal 9. Dimana segala bentuk penggandaan karya hanya bisa dilakukan oleh pemilik Hak Cipta karya itu sendiri.
Bagi siapa saja yang melanggar UU Hak Cipta tersebut kemudian akan dikenakan sanksi pidana. Hal ini tertuang di dalam pasal 113 dimana pelaku bisa mendapat sanksi, pada ayat 3 dijelaskan sanksi untuk pembajakan dengan tujuan komersial.
Maka pelaku bisa mendapat hukuman kurungan sampai 4 tahun dan denda sampai Rp 1 miliar. Berikut adalah bunyi pasal 113 ayat 3:
“Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Pasal 9 ayat 1 untuk huruf a adalah “penerbitan ciptaan” tanpa izin, sementara huruf b adalah “penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya”. Sementara huruf c adalah “penerjemahan Ciptaan” seperti menerjemahkan buku ke bahasa asing tanpa izin.
Sementara untuk tindakan pembajakan, termasuk pada buku ditegaskan sanksi lebih berat pada ayat 4. Yakni dikenakan penjara maksimal 10 tahun dan denda sampai Rp 4 miliar. Berikut bunyi pasal 113 ayat 4 tersebut:
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1O (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).”
Baca Juga: Contoh Sertifikat Hak Cipta dan Cara Mengecek Nomornya
Adakah upaya yang bisa dilakukan penulis buku untuk mencegah karyanya dibajak oleh pihak tidak bertanggung jawab? Jawabannya adalah bisa. Yakni mendaftarkan Hak Cipta atas bukunya tersebut ke Kemenkumham.
Lewat tindakan ini maka penulis akan menjadi pemegang Hak Cipta sehingga di kemudian hari saat ada aksi pembajakan buku maka penulis bisa mengambil tindakan tegas. Termasuk melaporkan ke pihak berwenang jika memang jalur damai tidak ada hasil.
Tak hanya itu, dengan memiliki Hak Cipta atas buku yang disusun dan diterbitkan. Maka penulis bisa memanfaatkan sejumlah media untuk melindungi karyanya dari segala bentuk pelanggaran Hak Cipta, termasuk pembajakan tadi. Seperti:
Sejumlah marketplace di Indonesia menyediakan fitur untuk melindungi Hak Cipta, termasuk buku. Marketplace seperti yang diketahui sering digunakan oknum untuk menjual buku bajakan, baik cetak maupun elektronik.
Oleh sebab itu beberapa marketplace seperti Tokopedia, Lazada, dan Blibli menyediakan fitur ini. Dimana pemilik Hak Cipta bisa mengajukan penghapusan unggahan oknum yang menjual buku bajakan. Kedepan, akan semakin banyak marketplace yang menyediakan fitur serupa.
Kepemilikan Hak Cipta buku membantu penulis untuk menggunakan fitur copyright di sejumlah media sosial. Contohnya di Youtube. Youtube menyediakan fitur copyright yang akan menghapus konten mengandung unsur pelanggaran Hak Cipta secara otomatis.
Hal ini berlaku untuk konten berisi lagu tanpa lisensi, review buku yang isinya menjelaskan seluruh isi buku, dan karya jenis lain yang dilindungi UU Hak Cipta. Oleh sebab itu, mendaftarkan Hak Cipta buku adalah modal penting bagi penulis untuk mencegah pembajakan.
Mendaftarkan buku untuk mendapatkan Hak Cipta tentu menjadi hal penting. Meskipun tidak gratis dan ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Namun upaya ini membantu melindungi karya dari segala bentuk pelanggaran Hak Cipta.
Apabila merasa terlalu sibuk dan kurang memahami alur pengurusan Hak Cipta pada karya buku. Maka bisa mempertimbangkan Jasa Pengurusan HaKI dari penerbit deepublish yang dibantu oleh tim profesional dan berpengalaman.
Lewat jasa ini, para penulis bisa duduk manis dan Hak Cipta atas bukunya terdaftar secara resmi. Penulis kemudian akan menerima sertifikat Hak Cipta buku sebagai bukti karyanya sudah terdaftar di Kemenkumham. Informasi lebih mengenai jasa ini bisa mengunjungi laman resmi Penerbit Deepublish.
Telah menerbitkan buku tapi buku Anda belum memiliki Hak Cipta? Hati-hati! Buku Anda dapat diplagiasi, dibajak, hingga digandakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal tersebut tentu akan merugikan Anda baik dari segi materil maupun non materil.
Bagaimana solusinya? Urus segera Hak Cipta Buku Anda melalui Penerbit Deepublish agar lebih mudah! Daftar melalui Jasa Pengurusan Hak Cipta Buku dan Anda tinggal duduk manis menunggu sertifikat hak cipta!
Baca Juga:
Hak Cipta Buku: Definisi, Jenis Buku yang Dapat Dilindungi
Contoh Hak Cipta dan Masa Berlakunya
Supaya Tidak Diplagiat, Inilah Cara Membuat Hak Cipta Buku
Kerugian Tidak Mendaftarkan Hak Cipta Buku, Karya Bisa Diplagiat?
10+ Istilah dalam Hak Cipta yang Perlu Diketahui Penulis Buku
Dalam suatu penelitian kualitatif, bagian atau tahapan yang umumnya dipandang sulit oleh peneliti adalah analisis…
Melakukan studi literatur dalam kegiatan penelitian adalah hal penting, salah satu teknik dalam hal tersebut…
Dalam menyusun suatu kalimat, seorang penulis tentu perlu menghindari kalimat tidak padu. Kalimat jenis ini…
Salah satu teknik penentuan sampel penelitian adalah cluster random sampling. Sesuai namanya, teknik ini masuk…
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menjadi perbincangan hangat usai menerbitkan surat pengumuman berisi penolakan dicantumkan sebagai…
Dalam penelitian, peneliti perlu memahami cara menghitung sampel penelitian yang tepat. Sebab, sampel penelitian menjadi…