Search
Close this search box.

Undang-Undang Apa Boleh Diparafrase? Ini Penjelasannya

undang undang apa boleh diparafrase

Pernahkah Anda bertanya mengenai Undang Undang apa boleh diparafrase? Parafrase adalah proses menulis ulang suatu kutipan dari sumber dengan menggunakan bahasa sendiri sehingga merubah struktur kutipan tetapi maknanya tetap. 

Parafrase dipandang sampai detik ini menjadi solusi terbaik untuk meminimalkan kutipan dan menurunkan similarity indeks. Dimana muara dari aktivitas akademik dan ilmiah ini adalah untuk menghindari plagiarisme pada karya tulis yang disusun. 

Namun, parafrase dalam proses menyusun karya tulis juga harus mengikuti sejumlah aturan. Salah satunya memahami betul ada beberapa jenis teks yang tidak boleh di parafrase ketika dicantumkan di naskah ilmiah. Berikut penjelasannya. 

Undang-Undang Apa Boleh Diparafrase? 

Jika Anda saat ini mencari tahu Undang-Undang apa boleh diparafrase dalam karya tulis ilmiah? Maka jawabannya adalah tidak. Kenapa? Sebab Undang-Undang masuk ke dalam kategori teks yang tidak boleh diubah isinya. 

Ketika dilakukan parafrase maka dikhawatirkan akan merubah isi Undang-Undang yang memiliki kekuatan hukum. Sehingga ada kemungkinan makna menjadi bergeser. Oleh sebab itu, melakukan parafrase pada kutipan Undang-Undang  justru dianggap kesalahan. 

Maka ketika Anda menyusun karya tulis dan perlu mencantumkan Undang-Undang tertentu dan pada pasal maupun ayat tertentu. Maka silakan ditulis apa adanya sesuai dengan sumber yang digunakan.

Baca Juga:

Jenis Teks yang Tidak Boleh di Parafrase 

Membahas mengenai pertanyaan, Undang-Undang apa boleh diparafrase? Tentu akan penting untuk dihubungkan dengan bagian dari teks lain yang sama-sama tidak boleh di parafrase. 

Jadi, seperti penjelasan di awal bahwa ada beberapa jenis teks atau kutipan yang wajib ditulis menjadi kutipan langsung. Artinya ditulis apa adanya seperti yang tercantum pada sumber. 

Ada beberapa jenis teks atau kutipan yang memang tidak boleh di parafrase. Jika dilakukan parafrase maka akan dianggap melakukan kesalahan. 

Adapun jenis-jenis teks yang tidak boleh diparafrase:

  1. Undang-Undang. 
  2. Peraturan Pemerintah. 
  3. Peraturan Menteri. 
  4. Peraturan Daerah. 
  5. Hal-hal yang menyangkut dengan hukum dan regulasi. 
  6. Ayat dalam kitab suci, misalnya ayat dalam Al-Qur’an, Injil, dan sebagainya. 
  7. Kutipan karya sastra. 
  8. Sebuah prinsip yang dikatakan orang lain. 
  9. Pernyataan penting atau kontroversi. 
  10. Kalimat spesifik. 

Sebagai catatan tambahan, selain jenis teks yang disebutkan di atas sangat mungkin masih banyak lagi teks yang tidak boleh di parafrase. Pemahaman ini tentu penting, karena memang jenis-jenis teks tersebut sangat penting untuk dicantumkan apa adanya. 

Apakah Anda melakukan parafrase saat menulis? Yang perlu diperhatikan adalah pastikan Anda sudah mematuhi etika publikasi saat melakukan parafrase agar tak terjerat kasus plagiasi. Ikuti panduan menulis dengan etika agar terhindari plagiarisme dan pastikan tulisan Anda aman setelah dipulikasikan.

Cara Menuliskan Undang-Undang yang Benar dalam Teks 

Setelah paham aturan mengenai Undang-Undang apa boleh diparafrase. Maka penting juga untuk mengetahui aturan penulisan Undang-Undang dalam karya tulis, baik ilmiah maupun nonilmiah ketika dibutuhkan. 

Dikutip melalui salah satu tulisan Sutomo Paguci yang berprofesi sebagai pengacara dan dimuat di Kompasiana menjelaskan bahwa penulisan Undang-Undang sampai pasal dan ayat menggunakan huruf kapital pada huruf pertama. 

Secara umum, penulis akan menjelaskan jenis dasar hukum yang dicantumkan. Misalnya apakah Undang-Undang, PP atau Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dan lain sebagainya. 

Disusul dengan penjelasan mengenai pasal dan ayat berapa yang dikutip serta dicantumkan tentang isinya. Misalnya mencantumkan salah satu pasal dalam UU ITE, maka berikut contoh penulisan yang benar dalam teks: 

Pasal 27 Ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (benar) 

pasal 27 ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (salah)

Kenapa pasal dan ayat perlu ditulis dengan huruf besar pada huruf pertamanya? Sebab pasal dan ayat entitas atau subjek masing-masing yang berdiri sendiri. Sehingga diawali dengan huruf kapital bukan dengan huruf kecil. 

Ketika hendak mencantumkan pasal saja tanpa menjelaskan UU apa dan nomor berapa. Maka tetap menggunakan huruf kapital untuk huruf pertama, yakni huruf (P). Jadi, ketika penulisan pasal dan ayat dilakukan berulang, pastikan sudah diawali dari huruf kapital. 

Sebagai catatan tambahan, aturan mengenai penggunaan huruf kapital pada teks diatur di dalam EYD. Memahami bahwa EYD akan terus dikembangkan dan versi terbarunya bisa dirilis kapan saja. Maka sangat penting untuk mengacu atau membaca EYD setiap kali hendak menyusun karya tulis. 

Baca Juga: Berbagai Contoh Parafrase Buku dan Jurnal

Cara agar Undang-Undang Tidak Terkena Plagiarisme 

Meskipun Undang-Undang tidak boleh di parafrase, akan tetapi ada kemungkinan tetap dideteksi plagiat di platform uji plagiarisme. Misalnya Turnitin. Lalu, bagaimana mengatasinya? 

Sebaiknya Anda mematuhi pedoman menulis buku tanpa plagiarisme agar tak tersandung kasus di masa mendatang. Lalu bagaimana dengan teks khusus, seperti undang-undang?

Solusi mengenai masalah plagiarisme di undang-undang, pada dasarnya perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya: 

1. Cek Skor Similarity Indeks Terlebih Dahulu 

Sebelum dibuat pusing dengan Undang-Undang atau bagian lain yang terdeteksi plagiat di platform yang Anda gunakan untuk melakukan pengecekan. Maka cek dulu skor similarity indeks atau skor deteksi plagiatnya. 

Apakah, masih dalam batas toleransi yang ditetapkan institusi atau tidak? Secara umum, toleransi plagiarisme ada di angka 20-25%. Beberapa institusi mungkin menetapkan persentase di atasnya, sebab memang sesuai kebijakan internal. 

Meskipun Undang-Undang dan bagian lain dalam karya Anda terdeteksi plagiat. Namun jika skor masih dalam batas maksimum atau bahwa di bawah toleransi yang ditetapkan. Maka Anda bisa duduk manis dan tetap santai. 

Jadi, tidak perlu mengubah apapun di dalam naskah Anda karena memang sudah sesuai ketentuan institusi dan terbukti tidak plagiat. Bagaimana jika sebaliknya? Jika skor uji plagiat terlalu tinggi maka cek bagian mana saja yang terdeteksi. 

Bagian yang terdeteksi dan boleh di parafrase, maka silakan dilakukan parafrase. Sehingga saat dicek kembali di platform uji plagiat, skor hasil uji bisa lebih rendah dari sebelumnya. 

2. Platform yang Ditentukan Institusi Sudah Disetting Exclude UU 

Secara umum setiap institusi atau perguruan tinggi sudah menyiapkan platform untuk menguji plagiarisme pada naskah karya dosen dan mahasiswa di bawah naungannya. 

Platform ini kemudian diatur atau di setting sudah mengabaikan (exclude) beberapa bagian. Terutama bagian-bagian teks yang memang secara aturan tidak boleh di parafrase. 

Jadi, jika Anda mencantumkan bagian-bagian tersebut maka tidak perlu khawatir akan terdeteksi plagiat. Selain itu, institusi juga menetapkan batas toleransi uji plagiarisme seperti penjelasan di poin sebelumnya. 

Secara logika, sangat tidak mungkin isi naskah Anda hanya kutipan langsung. Kutipan langsung jumlahnya pasti terbatas dan  ketika terdeteksi plagiat sekalipun, maka tetap di batas toleransi yang ditetapkan institusi. 

Baca Juga:

3. Cek Jumlah Kutipan Langsung 

Bagaimana jika skor uji plagiat di atas batas toleransi dan Undang-Undang terdeteksi sebagai plagiat? Maka jangan cemas berlebihan dulu. Pertama, Anda bisa mengecek settingan atau pengaturan platform tersebut. 

Misalnya pada Turnitin, Anda bisa mengatur bagian-bagian tertentu pada naskah diabaikan. Misalnya berdasarkan tanda pengapit, berdasarkan jumlah kesamaan kata, dan lain sebagainya. Dikenal dengan fitur Include dan Exclude, silakan disesuaikan. 

Kedua, jika masih tetap menunjukan skor plagiat yang tinggi. Maka Anda bisa mengecek isi naskah, dan mengecek jumlah kutipan langsung yang tercantum di dalamnya. 

Kutipan langsung sangat mungkin terdeteksi plagiat di Turnitin dan platform lain. Jika jumlahnya terlalu banyak maka akan memberi skor melewati batas toleransi. Oleh sebab itu, jumlah kutipan langsung perlu dikurangi. 

Jika perlu mencantumkan pendapat para ahli, maka batasi hanya satu atau dua. Selebihnya bisa menjelaskan mengenai hasil interpretasi terhadap pandangan para ahli tersebut. Sehingga jumlah kutipan langsung tidak berlebihan dan isi naskah tetap kredibel. 

4. Melakukan Parafrase pada Teks yang Boleh di Parafrase 

Hal penting berikutnya yang perlu dilakukan jika Undang-Undang yang Anda cantumkan di deteksi plagiat. Adalah dengan melakukan parafrase pada bagian teks yang memang boleh di parafrase. 

Mengubah struktur isi Undang-Undang tentu tidak mungkin dilakukan, karena termasuk jenis teks yang tidak boleh di parafrase seperti penjelasan di awal. Maka ketika skor plagiat atau similarity indeks tinggi, Anda bisa fokus mengoreksi bagian lain. 

Pertama, silakan koreksi di kutipan langsung. Jika kutipan ini boleh di parafrase, maka silakan melakukan parafrase dengan teknik yang sudah dikuasai dengan baik. 

Kedua, cek kembali bagian teks mana yang terdeteksi plagiat. Kemudian memperbaikinya, misalnya dengan mengganti beberapa kata dengan sinonim. Opsional lain adalah mengubah struktur kalimat. Sehingga tidak dianggap sama dengan teks lain yang sudah lebih dulu dipublikasikan. 

5. Apit dengan Tanda Kutip Jika Memang Diperlukan 

Sangat mungkin memang bahwa isi dari naskah ilmiah Anda terdiri dari susunan Undang-Undang yang cukup banyak. Kondisi ini mungkin saja dialami dan tidak memungkinkan untuk dilakukan parafrase. 

Maka salah satu solusi terbaik untuk mengatasinya adalah mengapit Undang-Undang dengan tanda petik dua (“…”). Tanda petik dan tanda kurung bisa diabaikan oleh platform uji plagiat seperti Turnitin. 

Jadi, silakan menambahkan tanda petik untuk memastikan bagian Undang-Undang tersebut diabaikan oleh algoritma platform. Namun, penulisan Undang-Undang memang idealnya tidak diapit tanda petik. 

Maka silakan ubah warna tanda petik dengan warna putih pada lembar kerja, agar tidak terlihat oleh mata. Namun, jika institusi yang menaungi Anda memperbolehkan kutipan Undang-Undang diapit tanda petik, maka biarkan tanda petik terlihat apa adanya. 

6. Gunakan Jasa Parafrase Profesional 

Cara lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi hasil uji plagiat di atas batas toleransi adalah menggunakan jasa parafrase. Pilihan ini bisa dijadikan pilihan terakhir ketika langkah lain tidak membuahkan hasil. 

Kenapa dijadikan pilihan terakhir? Sebab menggunakan jasa parafrase sifatnya berbayar. Jadi, banyak yang akan menjadikannya pilihan terakhir setelah pilihan lain yang sifatnya gratis tidak membuahkan hasil. Selain itu, bisa dipilih jika merasa tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan parafrase secara mandiri. 

Usahakan memiliki jasa parafrase yang memang profesional dan berpengalaman. Tujuannya agar naskah bisa di parafrase dengan baik dan similarity indeks turun signifikan agar sesuai ketentuan institusi. 

Melalui penjelasan di atas, Anda tentu paham Undang-Undang apa boleh diparafrase dalam naskah ilmiah. Sebagai bagian teks yang tidak boleh di parafrase maka wajib ditulis apa adanya. Anda bisa fokus ke bagian lain dari naskah untuk menurunkan similarity indeks. 

Jika memiliki pertanyaan berkaitan dengan topik dan isi dalam artikel ini, jangan ragu menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share untuk membagikan artikel ini ke orang terdekat Anda. Semoga bermanfaat!

Artikel Penulisan Buku Pendidikan