Daftar Isi
Contoh Teks Anekdot. Kamu pasti sudah pernah membaca contoh teks anekdot bukan? Teks anekdot adalah jenis teks yang berisi cerita singkat bersifat lucu atau menyindir, yang menggambarkan tentang seseorang atau kejadian yang benar-benar terjadi terhadap suatu masalah. Umumnya, teks anekdot berasal dari kejadian nyata yang melibatkan orang, tempat, dan waktu peristiwa.
Biasanya, teks anekdot berupa cerita pendek dan lucu yang digunakan untuk menyampaikan kritik melalui sebuah sindiran terhadap kejadian yang menyangkut orang banyak. Dengan begitu, kritik yang disampaikan tidak menyakiti atau kasar. Di dalam teks anekdot, penulis bisa mengangkat cerita tentang orang terkenal atau tokoh penting.
Teks anekdot ini biasanya dibuat sebagai bentuk kritik yang menyampaikan mengenai realitas sosial dengan cara yang unik dan lucu. Di bawah ini akan diberikan beberapa contoh teks anekdot.
12 Contoh Teks Anekdot
Berikut contoh teks anekdot yang baik dan benar:
1. Contoh Teks Anekdot 1
Setrika
Pada suatu hari, di salah satu poliklinik rumah sakit masuklah seorang pasien yang merintih kesakitan. Ia sembari menutup daun telinganya dan entah apa yang terjadi padanya saat itu. Dokter menyambut dengan ramah dan bertanya kepada pasiennya yang datang.
Dokter: “Selamat siang, bapak. Ada keluhan apa?”
Pasien: “Gini, dok. Telinga saya terbakar”
Dokter: “Loh, apa yang terjadi?”
Pasien: “Jadi tadi saat saya sedang menyetrika baju, ada telepon dari seseorang. Karena kaget dan reflek, sementara saya sedang memegang setrika, saya tempelkan setrika saya di telinga kanan saya. Tidak sadar.”
Dokter: “Wah, begitu. Baik segera kita beri pengobatan. Lalu, bagaimana dengan telinga kanan, apa yang terjadi?”
Pasien: “Nah itu dia masalahnya, dok. Orang itu telepon lagi.”
Baca Juga:
Teks Editorial : Ciri-Ciri dan Contoh Lengkap
Teks Biografi: Ciri-Ciri dan Contoh Lengkap
Teks Eksplanasi: Ciri-Ciri dan Contoh Lengkap
2. Contoh Teks Anekdot 2
Pencuri Beras VS Koruptor
Pada suatu pagi, Yusuf sedang berjalan pulang menuju rumah setelah bertani di sawah membantu orang tuanya. Sesampainya di rumah, Yusuf merasa lapar dan kemudian membuka tudung saji di atas meja makan. Sayangnya, Yusuf tak menemukan apa pun di meja makan. Ia akhirnya mendapat ide memasak nasi dan nantinya bisa dinikmati bersama orang tua.
Saat membuka wadah beras, lagi-lagi Yusuf merasa sedih karena tak ada beras satu butir pun yang dimiliki. Yusuf kemudian ingat bahwa ia sudah sama sekali tak punya uang. Ia bahkan ingat jika orang tuanya belum lama ini mengeluhkan sedang kesulitan keuangan, mengingat kedua orang tuanya hanya buruh tani yang belakangan ini tidak menerima upah karena gagal panen.
Yusuf bingung. Padahal ia dan kedua orang tuanya hanya sempat makan jagung rebus tadi pagi. Itu pun jagung hasil pemberian tetangga karena rusak panen. Yusuf akhirnya keluar rumah berharap mendapat ide. Hampir satu jam berlalu, Yusuf tak dapat ide apa yang harus dilakukan untuk bisa makan.
Dengan terpaksa, ia akhirnya masuk ke sebuah toko yang sepi dan penjualnya terlihat sedang tertidur sembari menghadap televisi. Dengan rasa was-was, Yusuf melepas bajunya dan mengambil beras yang ada di bagian paling depan dan membungkusnya dengan baju. Nahas, saat Yusuf mengenda-ngendap keluar, sang penjual bangun dan berteriak.
Yusuf akhirnya dibawa ke kantor polisi. Saat dilaksanakan penyelidikan, Yusuf dijatuhi hukuman dengan pasal pencurian. Kasusnya akan disidangkan tiga hari setelah penangkapan. Saat persidangan berlangsung, Yusuf duduk di kursi tersangka dan terlihat mukanya yang malu sekaligus takut.
Hakim: “Saudara Yusuf, 20 tahun, terbukti mencuri beras dengan harga Rp20.000. Oleh sebab itu, Anda akan dijatuhi hukuman 4 tahun penjara.”
Yusuf: “Loh, pak. Ini jelas tidak adil. Mengapa hukuman saya lebih berat daripada para koruptor yang bisa berkeliaran dengan jeratan hukum singkat?”
Hakim lalu menjelaskan bila Yusuf mencuri beras dengan merugikan pedagang sebesar Rp20.000. Sementara para koruptor, meskipun korupsi uang 1 miliar, tetapi merugikan seluruh Indonesia yang jumlah masyarakatnya ada 200 juta rakyat. Sehingga jika dihitung, koruptor hanya merugikan setiap masyarakat sebanyak Rp5 dari masing-masing orang.
Sementara Yusuf merugikan satu orang dengan jumlah lebih besar yaitu Rp20.000, sehingga Yusuf membuat kerugian yang lebih besar.
3. Contoh Teks Anekdot 3
Baju Tahanan KPK
Pada suatu hari, saat Yanto dan Dimas sedang jajan di warung dekat rumah. Tiba-tiba, mereka memulai pembicaraan ini.
Yanto: “Dimas, kamu tahu nggak sih? Sekarang di Indonesia ini sudah banyak orang kaya raya.”
Dimas: “Wah, iya betul. Aku juga lihat banyak orang kaya berseliweran sekarang. Hebat ya?”
Yanto: “Saking kayanya, ya Dim. Mereka itu punya baju yang paling mahal di Indonesia lho.”
Dimas: “Baju termahal di Indonesia? Baju apa itu, To?”
Yanto: “Apalagi kalau bukan baju tahanan KPK?”
Dimas: “Kok baju tahanan KPK? Maksudnya apa?”
Yanto: “Iya dong. Coba kamu pikir deh. Sekarang banyak koruptor yang mencuri uang negara 1 miliar dulu. Lalu mereka baru bisa memakai baju tahanan KPK itu. Betul nggak?”
Dimas: “Oh gitu maksudmu. Benar juga sih hahaha.”
4. Contoh Teks Anekdot 4
Salat di Masjid
Suatu hari menjelang senja, Akbar, Amin, dan Amir keluar rumah dan berjalan menuju surau karena sebentar lagi tiba waktu salat Maghrib. Keduanya memang selalu menjalankan salat di masjid secara berjamaah. Saat itu, Akbar dan Amin berjalan pelan-pelan sembari menunggu Amir yang belum terlihat.
Akbar: “Min, menurutmu Amir akan datang salat Maghrib tidak, ya?”
Amin: “Ya pastinya datang dong. Tadi sepulang sekolah, Amir mengingatkanku untuk datang salat berjamaah di masjid saat Maghrib.”
Akbar: “Baiklah, kita tunggu sambil duduk saja ya.”
Tak lama kemudian, ia melihat Amir berjalan dengan langkah kecil-kecil, tidak seperti biasanya.
Akbar: “Hei Amir, kenapa kamu jalan pelan sekali? Kami sudah menunggu dari tadi.”
Amir: “Sabar dong. Aku kan mau salat berjamaah bersama kalian.”
Amin: “Iya tapi cepat, kenapa langkahmu kecil-kecil sekali.”
Amir: “Kata Pak Ustaz, setiap langkah kaki kita ke masjid akan menjadi pahala. Makanya aku berjalan kecil-kecil supaya langkahku semakin banyak. Masa nggak tahu sih kalian?”
Akbar dan Amin: “Oalah, Mir… Mir.”
Amin: “Terserah lah, aku dan Akbar mau berangkat lebih dulu. Nanti terlambat kalau menunggu kamu berjalan seperti itu.”
5. Contoh Teks Anekdot 5
Berbagi
Pada suatu hari, di sebuah sekolah, seorang guru mengajarkan pentingnya berbagi kepada sesama. Awalnya, sang guru menjelaskan apa manfaat berbagi dan apa yang harus dilakukan oleh siswa-siswanya.
Bu guru: “Baiklah anak-anak, sekarang bisa mulai dipraktikkan materi berbagi ini dengan berbagi buku modul yang sudah ibu berikan. Sengaja ibu beri satu buku untuk dua anak, agar kalian bisa berbagi.”
Suasana kemudian tenang sejenak. Tapi tak lama setelahnya, bu guru mendengar suara aneh dari meja Resa dan Maul.
Bu guru: “Resa, Maul! Apa yang kamu lakukan?”
Resa: “Kami berbagi, bu.”
Maul: “Iya bu, kami berbagi seperti apa yang diajarkan ibu guru.”
Bu guru: “Tapi kenapa kamu sobek buku yang ibu berikan, Resa dan Maul?”
Resa: “Kan kata bu guru, harus berbagi. Ini kami sobek, jadi dua. Yang atas untuk saya, yang bawah untuk Maul.”
Maul: “Adil, kan bu?”
Bu guru kemudian terdiam sembari memegang keningnya.
6. Contoh Teks Anekdot 6
Burung Beo
Sepulang kuliah, Dinda, Citra, dan Bunga berjalan keluar kampus karena ingin menuju ke rumah makan favorit mereka. Hari ini, mereka memang sengaja jalan kaki karena rumah makan yang dituju tidak jauh dari kampus dan jalanan sedang sangat macet. Mereka melewati salah satu gang yang terdapat burung beo di salah satu rumah di gang tersebut.
Dinda, Citra, dan Bunga memang sudah tahu kalau ada burung beo di salah satu rumah di gang tersebut, karena mereka memang sering melewati jalan tersebut. Tapi, setiap melewati rumah yang ada burung beo tersebut, ketiganya selalu kaget. Bagaimana tidak, burung beo tersebut selalu benar menebak warna kemeja mereka. Padahal mereka selalu mengenakan jaket.
Dinda sempat mengungkapkan kecurigaannya bahwa burung beo tersebut bisa menebak warna baju yang mereka kenakan meski selalu tertutup jaket. Penasaran dengan kemampuan si beo, akhirnya Dinda menyarankan teman-temannya untuk memakai baju berwarna sama tetapi memakai jaket berwarna berbeda.
“Hijau, hijau, hijau,” kata si beo saat ketiganya lewat menggunakan warna baju hijau yang tertutup jaket yang berwarna berbeda-beda. Di kemudian hari, mereka kembali menggunakan warna baju yang sama. “Putih, putih, putih,” ujar si beo. Semakin penasaran, Dinda mengungkapkan ide ekstremnya.
Dinda meminta kedua temannya hanya mengenakan pakaian dalam dan memakai jaket untuk mengetes apakah beo tersebut kali ini bisa menebak. “Hitam, cokelat, biru,” kata si beo. Ternyata kali itu si beo menebak warna pakaian dalam yang mereka kenakan. Ketiga sahabat tersebut bukannya marah tetapi malah tertawa.
Mereka tertawa karena si beo yang usil itu memiliki kemampuan menebak yang canggih, bahkan meskipun mereka mengganti kebiasaan mereka.
Baca Juga:
Teks Prosedur: Ciri-Ciri dan Contoh Lengkap
Teks Anekdot: Ciri-Ciri dan Contoh Lengkap
Teks Narasi: Ciri-Ciri dan Contoh Lengkap
Teks Negosiasi: Ciri-Ciri dan Contoh Lengkap
7. Contoh Teks Anekdot 7
Minum Obat
Saat bulan puasa, Dading memang biasa menghabiskan waktu bersama kakeknya menonton televisi bersama saat waktu luang. Saat menyaksikan televisi, mereka melihat iklan obat sakit kepala yang mengklaim bahwa obat itu bisa diminum kapan saja. Iklan demi iklan berganti, Dading dan kakeknya lalu bisa menonton tayangan kesukaan mereka lagi.
Beberapa hari kemudian, di tengah hari yang panas, sang kakek mengeluhkan sakit kepala. “Cu, bisa kamu belikan obat yang seperti di iklan kemarin? Kakek sakit kepala,” ujar kakek Dading kepada Dading. “Baik, kek. Dading ambil dulu uangnya,” jawab Dading. Dading pun langsung berangkat membeli obat pesanan sang kakek.
Sampai di rumah, Dading memberikan obat sakit kepala tersebut kepada sang kakek. Sang kakek langsung beranjak dari tempat duduknya dan menuju dispenser serta mengambil air putih. Ia kemudian minum air putih dan minum obat yang dibelikan oleh Dading. Dading kaget melihat kakeknya.
“Loh, kakek kan sedang puasa. Kok minum obat sih kek?” tanya Dading kaget. “Kenapa memang? Kemarin kata iklan, obat sakit kepala ini bisa diminum kapan saja. Makanya kakek minta dibelikan yang ini”.
8. Contoh Teks Anekdot 8
Pengemis Sedekah
Alkisah ada seorang anak muda yang sedang nongkrong di sebuah warung kopi sepulang kerja. Tiba-tiba seorang pengemis tua menghampirinya.
Pengemis: “Permisi mas, sata minta sedekahnya mas.”
Anak muda tersebut lalu merogoh kantong celananya tetapi tidak menemukan uang. Ia kemudian mengambil dompetnya di tas dan mengambil uang 20 ribu di dalam dompetnya.
Anak muda: “Ini pak, saya minta kembalian 10 ribu ya pak.”
Pengemis tersebut lalu mengambil kembalian.
Pengemis: “Ini kembaliannya, mas.”
Anak muda itu terkejut ketika sang pengemis malah memberinya 15 ribu.
Anak muda: “Kok kembaliannya 15 ribu, pak?”
Pengemis: “Iya, nggak apa-apa, mas. Itung-itung saya sedekah ke masnya.”
9. Contoh Teks Anekdot 9
Tidak Diberi Hukuman
Ketika bel pelajaran sudah dimulai, Angga yang biasanya terlihat tenang dan kalem kali ini sedikit panik. Ia lalu menghampiri ibu guru yang sedang menyiapkan materi untuk mengajar.
Angga: “Bu guru, saya boleh bertanya?”
Bu Guru: “Boleh dong, ada apa Angga?”
Angga: “Bu, apakah seseorang itu harus dihukum kalau belum melakukan perbuatan yang seharusnya harus dilakukannya?”
Bu Guru: “Ya tentu tidak. Orang akan dihukum ketika ia telah melakukan kejahatan atau melakukan kesalahan.”
Angga: “Syukurlah kalau begitu. Soalnya, Angga belum mengerjakan PR nih bu.”
Bu Guru: “Angggaaaa!!!”
10. Contoh Teks Anekdot 10
Ibadah dan Berjudi
Suatu hari, Boni dan Bono yang memang hobi berjudi saat itu berkumpul dan bermain judi di depan rumah Bono. Saat sedang asyik bermain, terdengar suara azan dari Masjid Barokah. Boni dan Bono yang notabene seorang Muslim seolah tak menghiraukannya karena keduanya memang tidak pernah menindakkan ibadah sebagaimana mestinya.
Bono: “Bon Boni, kenapa ya di agama kita itu ibadahnya banyak sekali.”
Boni: “Banyak sekali bagaimana maksud kamu, Bon?”
Bono: “Iya, ibadah salat saja sehari sampai lima kali. Lihat tuh agama lain, ada yang beribadah satu minggu sekali, atau sesempatnya saja. Nggak kaya kita.”
Boni: “Halah, Bon Bon. Ibadah lima kali sehari saja kamu tetap memilih main judi. Bagaimana kalau satu minggu sekali, bisa jadi apa kamu? Udah lah nggak usah komen ibadah-ibadah. Kamu aja nggak pernah beribadah.”
11. Contoh Teks Anekdot 11
Sahabat yang Pintar
Dono, Doni, dan Danu di suatu siang sedang berkumpul. Tiba-tiba ibu Danu memanggil dan meminta Danu menjaga ayamnya karena keluarganya akan pergi ke desa sebelah. Padahal, mereka bertiga sudah berencana untuk bermain kelereng di lapangan desa.
Danu: “Aku nggak jadi ikut, deh. Ibuku memintaku menjaga ayam piaraan ayah. Soalnya, ibu dan bapakku mau pergi ke desa sebelah.”
Dono: “Aku punya ide, nih.”
Doni: “Apa idemu, Don?”
Dono: “Danu, bagaimana kalau ayammu dibawa saja. Jadi kita tetap bisa bermain dan kamu bisa tetap menjaga ayammu.”
Danu: “Wah benar juga. Kamu pinter, Dono.”
12. Contoh Teks Anekdot 12
Jajan Martabak Manis
Pada sore hari, seorang penjual martabak manis lewat di depan rumah Arum. Arum yang saat itu sedang lapar dan kebetulan ingin jajan memanggil si abang penjual martabak manis.
Arum: “Abang, beli.”
Abang penjual martabak: “Siap, Neng.”
Abang penjual martabak pun menghampiri pembelinya dan membuka gerobaknya.
Abang penjual martabak: “Mau yang apa, nih Neng?”
Arum: “Ada rasa apa saja, Bang?”
Abang penjual martabak: “Ada banyak, Neng. Neng mau rasa apa?”
Arum: “Bingung. Apa ya Bang yang enak?”
Abang penjual martabak: “Ada stroberi, cokelat, nanas, kacang, blueberry, kopi. Neng mau yang mana nih?”
Arum: “Gimana sih, Bang? Saya kan mau beli martabak manis. Kenapa Abang menyebutkan nama-nama buah? Abang ini jualan martabak manis atau jualan buah sih? Kalau seperti ini, saya nggak jadi beli aja deh Bang. Abang bingungin banget nih.”
Abang penjual roti pun terdiam tak berkomentar apapun.
Artikel Terkait:
Teks Argumentasi: Pengertian, Ciri-Ciri, dan Contoh Lengkap
Teks Eksposisi: Pengertian, Ciri-Ciri, dan Contoh Lengkap
Teks Deskripsi: Pengertian, Ciri-Ciri dan Cara Menulis